21-GEM

385 42 0
                                    

Riuk suara kendaraan yang berlalu-lalang melintasi jalan raya yang kian ramai setiap menitnya. menyelimuti sunyinya malam. sayup-sayup terdengar alunan musik merdu dari pengamen jalanan, tidak Candra menyebutnya sebagai pemusik jalanan.

Pasopati, tempat itu selalu menjadi tempat pilihan candra untuk menenangkan pikirannya. saat pikirannya penuh dengan kemelut kehidupan maka tempat itu menjadi pelariannya, meski bau kenalpot kendaraan membuat sesak, suara bogar kendaraan memekakkan telinga dia tidak peduli. mungkin karena disini, dibawah jembatan tua para pemusik, seniman jalanan bahkan anak punk berkumpul, tempat dimana Candra merasakan ketenangan.

Candra dengan tatapan kosongnya menjurus pada penampilan pemusik jalanan yang kini semakin asik memaikan musik indie. terhanyut dalam melodi yang dimainkannya. jujur saja jika dibandingkan dengan band yang sering muncul di tv band yang manggung di tempat kumuh ini 2 kali lipat lebih bagus penurut penilaian Candra pribadi.

sebua tepukan dibahu kemudian menyadarkannya dari lamunan. sosok laki-laki dengan tato wanita berselimut bunga mawar di lengan dan tulisan rock n roll berpola italic di atas alis, beberapa bagian tubuh yang ditindik seperti telinga dan hidung yag tidak kurang dari 3 tindikan. sempat terkejut saat besitatap, namun akhirnya Candra meberikan tos, telihat akrab.

"Apa kabar Can, lama nggak kelihatan.. kemana aja, gimana kuliah mu, saudara-saudara mu apa kabar?" tanya si lelaki bertindik tersebut dengan wajah berseri seolah sudah lama menantikan kedatangan Candra.

tersenyum hangat Candra menjawab runtutan pertanyaan yang di lontarkan padanya.

"Alhamdulillah Bang Oda, Candra sehat, kuliah lancar jaya kek jalan tol... kalau saudara" Bang Oda menukikkan alisnya ke atas ketika melihat wajah Candra yang sendu. tapi tak beberapa lama dia pun dapat menebak sendiri. lansung saja dia menepuk pundak lelaki yang sudah dia anggap adiknya itu.

"Eh Candra mau ikut ngamen nggak?" tanya Bang Oda.

"Bareng bang Oda?"

"Bukan, tapi sama dia." jari telunjuk Bang Oda mengarah pada anak laki-laki berbaju warna coklat dengan topi ala tukang becak.

Sosok yang ditunjuk oleh Bang Oda kalau Candra tidak salah menebak sepantaran dengan umur Cakra.

"DEK AIS!!" Candra hampir saja terjungkal dari motor karena kaget. mengelus dada ketika bang Oda melayangkan cengiran kambing.

"Ada apa Bang?" tanya Ais yang kini sudah berada dihadapan bang Oda dengan ukulele yang berada dalam genggamannya.

"Gimana hari ini Is? dapat banyak nggak?"

"Biasalah Bang, cuman segini," kata Ais sambil menyodorkan bungkusan permen ke arah bang Oda, Candra ikut mengintip. hanya ada selembar uang pecahan lima ribu dan tiga keping uang pecahan lima ratus.

"lumayan ya bisa jajan es teler," kata bang Oda sambil menepuk pundak Ais.

"Yaelah abang, kalau ini sih nggak cukup buat beli nasi uduk. adek ais kan sekarang ulang tahun dan kepengen makan itu." keluh ais.

bang Oda mengangguk paham.

"Hari ini Ais bakal dapat cuan yang gede," ujar Bang Oda berapi-api.

"Ah, abang kayak cenayan aja yang jago ngeramal takdir."

Bang Oda dan Candra terkekeh geli mendengar kelakar ais. dia kemudian menepuk pundak Candra bersamaan dengan redamnya tawa.

"kamu ajak kak Candra, suara dia bagus Abang yakin kamu dapat banyak hari ini."

Sedetik Ais memperhatikan penampilan Candra dari atas hingga bawah. Menggaruk dagunya seolah sedang menilai.

"Boleh bang, tapi Bang Candranya mau nggak?"

GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang