Bab 6

611 77 2
                                    

Pagi hari yang kacau dikediaman eyang Muhsin. Nampak Revan mondar-mandir  dari kamar ke dapur membawa baskom berisi air hangat dan dua buah handuk yang ia selampirkan di pundaknya. Abyan dari lantai atas menuruni tangga dengan keadaan sedikit berlari dengan membawa mesin penghangat ruangan, lalu segera menuju ke bilik milik Asraf dan Candra.

Semalam, akibat terlalu lama berada dalam guyuran hujan. Candra dan Asraf terserang demam tinggi mengakibatkan mereka terbaring lemas di  atas ranjang.  Abyan membuka pintu dan mendapati kedua adiknya yang masih terbaring dengan wajah pucat. Ia menghela nafas melihat keadaan saudara kembar itu.  ia melihat ke arah bang Revan yang mengompres  dengan handuk yang sudah di rendam air hangat. 

Mata Abyan dan Revan bertemu, sebuah komunikasi terjalin di antara mereka dimana Abyan menanyakan keadaan kedua adiknya. Revan menggeleng pelan pertanda bahwa tak ada perubahan mengenai  keadaan Asraf dan Candra.

 Abyan berjalan dengan perlahan berusaha tak menimbulkan suara supaya kedua si kembar tak terganggu. Ia meletakkan penghangat ruangan pada nakas yang berada di pojok ruangan kemudian mengatur alat tersebut hingga keluar uap dari mesin tersebut di sertai wangi bunga lavender menyebar memenuhi ruangan itu. 

Suara decitan pintu menarik atensi Revan dan Abyan. Sosok Eyang Muhsin dengan wajah risau yang  terlihat. Lelaki tua melangkah kesisi ranjang dimana ke-dua cucunya sedang berbaring. Eyang Muhsin  mengusap surai milik Candra dengan lembut, dapat dirasakannya suhu tubuh Candra yang begitu tinggi.  Ia kemudian beralih meletakkan tangannya di dahi Asraf dan ia juga merasakan suhu badan yang sangat tinggi.

"Udah minum obat mereka Revan?" tanya eyang Muhsin pada Revan yang tengah mengganti kompres milik Candra.

"Belum eyang, semalam waktu mereka minum paracetamol demam mereka belum turun jadi Revan nyuruh bang Malik sama Jihano ke apotik buat beli obat.... Tapi mereka belum balik," jawab Revan kemudian melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. menghitung setiap menit yang berlalu dalam menunggu kemunculan Malik dan Jihano.

"Kamu kasih makan dulu sebelum mereka minum obat," tutur eyang Muhsin dan di tanggapi anggukan oleh Revan.

"Abyan coba cek Cakra di dapur, dia lagi buat bubur. Kamu kesana bantuin dia."  titah eyang Muhsin pada Abyan dan dengan patuh cucu ke- tiganya itu melaksanakan perintahnya.

Eyang menatap khawatir kedua cucunya yang kini masih terlelap dengan wajah yang begitu pucat. kadang kala ia juga ikut meringis kalah salah satu dari si kembar meringis dalam lelap.  tangannya meraih handuk dari dahi Candra lalu kemudian merendamnya pada baskom berisi air yang sudah setengah hangat. 

"Airnya sudah mulai dingin nak, tolong kamu ganti dengan yang lebih hangat." Revan yang mendapatkan perintah langsung bergegas membawa baskom tersebut keluar  kamar. 

Tinggal-lah Eyang Muhsin dengan kedua cucunya yang masih terbaring lemah di ranjang. Eyang muhsin dengan lembut mengelus surai keduanya. 

"Masa dua jagoan Eyang sakit sih?" gumang eyang.

Mata Candra terbuka dengan perlahan, mengedipkannya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang diterima oleh netranya. dengan perlahan Candra menoleh untuk menatap mata sang eyang, sebuah senyum hangat menyambutnya. Senyum yang begitu menyenangkan untuk ia pandang lalu dia pun tersenyum tipis sangat tipis nyaris tak terlihat. sungguh dia merasa sangat lemas saat ini. 

Candra melirik pada lelaki yang masih berbaring di sampingnya. sosok Asraf yang tertidur dengan gurat wajah kesakitan. perlahan dia mengangkat tangannya dan meletakkan pada dahi Asraf, matanya membulat merasakan demam saudaranya yang  begitu tinggi. Dengan cepat ia bangkit dari tidurnya tanpa memperdulikan kondisinya yang juga tidaklah stabil.  Bahkan larangan dari eyang untuk tidak banyak bergerak tidak dipedulikan.

GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang