Pukul 14.30 Candra bersama Asraf dan Bang Malik sudah sampai kerumah. Sebenarnya Bang Malik belum waktunya balik ke rumah, namun dia izin untuk pulang lebih cepat karena harus bersiap menyambut tamu penting yang akan tiba nanti malam.
Tetapi bukan hanya Bang Malik yang izin pulang lebih awal. Bang Revan juga ternyata sudah berada di rumah bersama dengan ke tiga adiknya yang kini duduk melantai di depan tv sambil menonton sinetron, ditemani oleh sekaleng kue kering yang mereka beli di pasar minggu.
Awalnya Abyan menolak tidak ingin memakan kue kering dengan taburan wijen dan baluran kacang tanah itu. Tapi Jihano memaksanya untuk makan dan berakhir ketagihan memakan kue keringnya hingga menyisakan sebagian saja dari toples yang penuh.
Candra segera ikut bergabung dengan ke 4 saudaranya di ruang tengah. Menyosor masuk diantara Revan dan Abyan. Tangganya dengan sigap mengabil sekeping kue kering. dengan sekali suap satu keping kue itu terkunya olehnya.
"Astaga muka lu kenapa?" tanya Abyan. Kaget melihat wajah adiknya yang babak belur.
"Abis berantem sama Baron," jawab Candra datar dan lebih fokus memakan kue kering yang sekarang tinggal beberapa keping saja.
"Lahaula! Kok bisa?" tanya Revan.
"Dia nginjak tangan Asraf, Candra marah jadi langsung aja aku timpuk pakai tas sampai berdarah."
"terus...?" tanya Cakra yang sudah pasang talinga, siap mendengarkan kronologi kejadian babak belurnya sang Abang.
"Karena nggak terima hidung dia berdarah, dia ninju aku sampai penglihatan abang tadi sempat berkunang-kunang."
"terus-terus bang? "
"Terus nabrak, jatuh kejurang karena remnya blong!" kelakar Candra.
"Alah abang yang serius dong!" protes Cakra.
Candra hanya tersenyum, dia itu suka sekali menggoda adik-adiknya, menistakan Abang-abangnya.
"Ya gitu kami berkelahi sampai babak belur dan Abang sekarang dalam pengawasan Bang Malik." jelas Candra enteng membuat Malik yang memperhatikannya di pantri dapur hanya bisa menggeleng.
"Yang menang siapa?" Jihano mulai ikut menimpali.
"Pastinya Abang mu inilah, Ya kali pemegang sabuk hitam karate kalah!" Abyan menggeplak kepala Candra membuat empunya mengadu.
Revan kemudian berjalan menuju kamar si kembar untuk menemui Asraf. Meninggalkan kebisingan di ruang tamu Dia ingin melihat keadaan adiknya. Apakah lelaki itu terluka seperti Candra?
Dari sela pintu ia mengintip masuk ke dalam kamar. Di dekat ranjang Asraf duduk sambil mencoba meniup luka yang ada di sikunya.
"Dek?"
"Bang Revan?"
"sini Abang bantuin beresin lukanya."
Revan segerah menarik laci dekat ranjang, mengambil kotak P3K mengeluarkan kapas dan perban lalu mengguntingnya dengan rapi.
"katanya kamu di rundung sama Baron ya?" tanya Revan pada Asraf dan hanya di jawab anggukan.
"Pipi kamu lebam... Astaga besok abang bakal ke kampus buat ketemu sama Baron, Abang bakal buat perhitungan sama dia. Enak aja seenaknya mukul kamu,"
Revan terus mengomel bahkan setelah dia selesai mengobati luka adiknya.
Sementara Asraf hanya bisa tersenyum, mendengar omelan Bang Revan seputar dia yang akan mengebiri Baron dengan rotan yang biasa dia gunakan saat menghukum Candra ketika bermalas-malasan saat belajar mengaji. Dia sendiri tidak pernah merasakan kena pukul dengan rotan itu tapi kalau kata Candra sakitnya itu nggak main-main ngilunya sampai ketulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] End
Fanfiction"Banyak sudah kisah yang tertinggal, kau buat jadi satu kenangan Seorang sahabat pergi tanpa tangis, arungi mimpi Slamat jalan kawan cepatlah berlabuh" Tipe-x "Abang emang nggak bisa Banggain kalian tapi abang bersyukur punya adik-adik yang banggai...