DESAHAN berat keluar dari mulut seorang remaja laki-laki berkaus putih yang dibalut jas hitam. Di samping kanan laki-laki itu, duduk seorang wanita paruh baya berambut pendek.
"Kamu kenapa, Do?" Wanita itu bertanya sembari tetap fokus mengendarai mobil. Ia melirik sekilas ke kiri, menatap sang putra.
Laki-laki berkaus putih--Keydo namanya--balas menatap sang wanita. Ia menggeleng dan berkata, "Males aja, Ma."
Sang wanita tersenyum tipis--Kay namanya. "Males kenapa?"
Keydo kembali mendesah berat dan memalingkan wajah ke kiri, menatap pemandangan luar dari kaca mobil. "Mama tau sendiri, lah, alesannya," jawabnya datar.
Kay terdiam sejenak begitu mendengar jawaban Keydo. Tiba-tiba saja, ia merasakan sesak yang secara perlahan menjalar di hati.
"Lagian, buat apa, sih, Mama ajak Ido ke bandara?" Keydo--akrab dipanggil Ido oleh orang-orang terdekatnya--bertanya tanpa menatap Kay.
Kay menatap Keydo dari samping. "Ido lupa? Kita ke sini 'kan mau jemput anak temen baik Mama waktu sekolah dulu."
Keydo menoleh, menatap mamanya dengan ekspresi datar. "Mama belum pernah cerita apa-apa tentang itu. Asal Mama tau."
Kay termangu. "Oh, gitu? Ah, Mama kira udah cerita ke kamu, lho. Maaf, ya. Kayaknya, Mama lagi pusing gegara urusan kerjaan, jadi kurang fokus."
Keydo hanya diam, lalu kembali menatap pemandangan luar dari kaca mobil.
"Nanti, ada yang bakal tinggal bareng sama kita, Do."
Dahi Keydo berkerut, heran dengan pernyataan mamanya. Ia lantas menoleh, menatap Kay. "Tinggal bareng?" ulangnya.
Kay mengangguk yakin. "Iya. Dia itu anak temen mama waktu sekolah dulu. Dia sepantaran, kok, sama kamu. Kelas 3 SMA. Anaknya cantik, lho."
Percayalah, Keydo tidak peduli apakah anak yang dimaksud mamanya itu cantik atau tidak, pintar atau tidak, dan segala kriteria lainnya. Keydo hanya butuh alasan jelas, mengapa anak itu akan tinggal bersama di rumahnya dan Kay?
"Mama harap kalian nanti bisa berteman dan akur terus, ya."
"Emang ... kenapa dia tinggal di rumah kita, sih, Ma? Dia enggak punya rumah atau gimana? Orang tuanya, ke mana?"
Kay mengulum bibir. Wanita itu terdiam beberapa saat usai mendapat cecaran pertanyaan dari Keydo.
Keydo menelengkan kepala, menatap Kay dengan raut muka penasaran. "Kenapa, Ma?"
Kay tersadar dari lamunan dan segera melengkungkan bibir ke atas, membentuk senyum, walau terkesan dipaksakan. Wanita itu menggeleng pelan kemudian. "Enggak. Enggak kenapa-napa, kok. Oh, ya. Nanti Mama kasih tau alesannya, ya, kenapa anaknya temen Mama itu tinggal bareng sama kita. Tapi ..., enggak sekarang Mama jelasinnya."
Keydo mengembuskan napas berat, tidak puas dengan jawaban Kay.
Sampailah Keydo dan Kay di bandara.
Begitu mobil selesai diparkir, mereka berdua berjalan memasuki area bandara, melangkah menuju gerbang kedatangan. Mereka kemudian duduk di salah satu kursi tunggu yang agak panjang.
Menunggu.
Itulah yang akan Keydo dan Kay lakukan setelah mendaratkan pantat di kursi.
Keydo mengambil ponsel dan juga earphone dari saku jas. Ia sumpal kedua telinga menggunakan benda itu. Sebuah lagu terputar dari playlist di ponsel. Jari-jari Keydo refleks bergerak, mengetuk-ketuk lutut, mengikuti irama lagu yang sedang didengarkannya.
Menit demi menit berlalu. Akan tetapi, orang yang ditunggu Keydo dan Kay tak kunjung muncul.
Iseng, Keydo menilik arloji hijam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Ternyata, sudah 30 menit lebih ia dan Kay menunggu di bandara, tanpa kepastian dari orang yang mereka tunggu.
Keydo mendesah berat, kentara jika laki-laki itu mulai bosan. Jika boleh memilih, ia tidak ingin ikut mamanya ke bandara. Ia lebih baik berdiam diri di dalam kamar seharian untuk menikmati buku-buku yang belum selesai ia baca sambil mendengarkan musik. Namun, ada alasan utama yang lebih mendasari mengapa ia tidak suka berada di bandara. Sebenarnya. Akan tetapi, untuk saat ini, Keydo mencoba untuk tidak memikirkannya lagi. Ia tidak ingin menyesal.
"Ma, masih lama?" Keydo menoleh ke kanan, menatap Kay dari samping.
"Sebentar. Harusnya ... dia udah sampe, sih. Tapi ..., kok, belum keliatan, ya?"
BRUK!
Keydo dan Kay serempak menoleh ke sumber suara. Terdengar seperti suara benda jatuh.
Perhatian keduanya kini terpusat pada seseorang bertopi yang berlutut di lantai bandara. Di dekatnya, terdapat barang bawaan yang cukup banyak. Koper, tas, dan kantung plastik yang entah apa isinya. Sepertinya, orang itu baru saja jatuh.
"Eh, itu orangnya, Do," celetuk Kay.
Keydo menoleh ke arah Kay. "Mama bilang apa tadi?"
Kay balas menatap Keydo dan tersenyum. "Itu anak temennya Mama, Do, yang kita tungguin dari tadi," terang Kay.
Kay berdiri dan segera menghampiri seseorang yang terjatuh itu.
Keydo terdiam beberapa saat. Ia menoleh, menatap mamanya yang kini sedang membantu seorang gadis bertopi untuk berdiri. Tanpa sengaja, tatapan Keydo dan gadis bertopi itu bertemu. Mereka terdiam beberapa saat.
Keydo tertegun saat gadis itu tersenyum dan mengangguk takzim padanya. Ia mengerjap beberapa kali dan segera memutus kontak mata yang terjadi.
"Ido!"
Keydo menoleh saat namanya dipanggil. Ia menemukan Kay melambaikan tangan padanya, menyuruhnya untuk mendekat. Laki-laki itu mengembuskan napas berat, kemudian berjalan mendekati Kay sambil melepas earphone yang semula menyumpal kedua telinga.
"Ido, bener, ini anak temen baik Mama yang kita tungguin dari tadi." Kay tersenyum, menatap Keydo dan gadis bertopi bergantian. "Ayo, kenalan dulu."
Keydo menatap gadis yang ada di hadapannya. Lagi-lagi, keduanya terlibat kontak mata.
"Hai," sapa gadis bertopi. Ia menjulurkan tangannya pada Keydo, mengajak bersalaman. Wajah gadis itu terlihat berseri-seri karena tersenyum. "Aku Brina."
Bukannya menyalami balik, Keydo malah termangu menatap tangan sang gadis.
Menyadari hal tersebut, Kay langsung mengambil tindakan menyenggol bahu putranya.
Keydo tersadar dan menatap mamanya.
"Itu, diajak kenalan malah diem," tegur Kay.
Keydo kembali menatap gadis bertopi yang memperkenalkan diri sebagai Brina.
Brina mengangguk takzim sambil tersenyum. "Hai, aku Brina." Gadis itu mengulang perkenalannya.
Keydo mengembuskan napas dan akhirnya membalas jabat tangan Brina, sebentar saja. Ia segera menarik tangannya dan menyembunyikannya di dalam saku jas. Laki-laki itu berdeham singkat, lalu menatap ke arah lain. "Keydo," pungkasnya, memperkenalkan diri.
🎈
Selamat!
Kamu telah selesai membaca
Bahagian #1 | Perkenalan
dari cerita
"To Make You Smile"
👏Siap pindah ke Bahagian #2?
Vote dan komen dulu, yuk😊See you and thank you!
Salam Candu💕
KAMU SEDANG MEMBACA
To Make You Smile [TAMAT✓] | @penaka_
Подростковая литература[Fiksi Remaja] - [Tamat] ❨Cerita ini diikutkan dalam ajang High Future Books Writing Competition (HICOM)❩ Keydo itu laki-laki yang dingin, cuek, tertutup, dan tidak terlalu banyak bergaul dengan orang lain. Sedangkan Brina itu gadis yang ceria, mura...