Wulan 21

201 34 31
                                    

FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!
Hehe

"Kek, jangan bawa wulan ke London dong, nanti Skala ga ada temannya di sini." bujuk Skala. Ia sudah sedari tadi mebujuk kakek Baret.

"Skala tidur!" ujar kakek Baret. Tapi skala menolak ia tak ingin tidur karena Pikirannya di penuhi Wulan dan Wulan.

"Kekk.. Please, kali ini aja" mohon Skala lagi.

Kakek baret menghiraukan nya, ia meninggalkan Skala dari ruang keluarga dan menuju ke ruangan kerjanya.

"kakekk!!!" panggil Skala.

Hm anak itu telah berubah..
Pikir kakek Baret.

Skala mengembungkan pipinya dan membuang nafas kasar, ia menatap langit- langit ruangan yang berwarna cream terlihat sangat tenang.

Sementara di tempat lain, wulan dengan Pikiran yang kacau masih melajukan motor beatnya dengan kecepatan penuh.
Ia melintasi mobil-mobil besar di depannya.

Seketika semua kejadian pahit yang ia alami terlintas di fikirannya. Matanya berembun dan membuat penglihatannya mengabur.

Wulan mencoba melepas kaca mata yang ia gunakan tapi suatu hal yang tak di duga terjadi, ia kehilangan keseimbangan dan menabrak mobil di depannya.

BRAKKKK
CRASSS


.
.
.
.
.
.
.



"B--bang Er--erlan, T--tolong.... " satu kalimat yang keluar dari mulut wulan yang berdarah setelah itu ia pingsan di tempat.  Dalam kondisi tubuh yang tertindih motor, kepala yang mengeluarkan banyak darah. Darahnya mengalir deras dari kepala dan juga hidung terta mulutnya.

Motor kesayangan miliknya hancur, sungguh nasib yang malang.  Ia langsung di bawa ke Rumah sakit terdekat oleh mobil yang ia tabrak. Darah berlumuran di baju cowok yang menolongnya.

****

Titttt.... Tit.... Tit......

Alat deteksi detak jantung wulan perlahan menurun, dokter dan suster berusaha dengan sekuat dan semampu mereka.
Alat kejut jantung telah di gunakan bahkan dengan alat lain untuk menetralkan kembali detak jantung Wulan.

Cowok yang menolong wulan membuka handphone wulan yang tidak di kunci. Ia melihat riwayat panggilan. Ada nama Skala di atas sana.
Ia menghubungi skala lalu skala dengan cepat mengangkat telpon wulan.

Skala

Hallo,wulan? Lo kenapa? Ada masalah atau apa?

Gue Rimba.

Hah? Rimba? Kok handphone wulan ada di lo?

Dia kecelakaan.
Sekarang di Rumah sakit Cempaka.

Ha?! Kecelakaan!

Tutttt....

Sambungan di matikan sepihak oleh Skala. Ia bergegas mengambil kunci mobil lalu pergi menuju rumah sakit cempaka.

Rimba masih dengan pakaian yang penuh darah menunggu Dokter keluar dari ruang operasi.
Ia merasa aneh pada dirinya sendiri kenapa mau mengatar cewek itu ke rumah sakit. Padahal Rimba adalah sosok manusia yang tidak memiliki rasa peduli terhadap siapapun.

"Menyusahkan," gumam Rimba sambil menyenderkan badanya.

Sementara skala sedang kocar kacir bertanya pada suster dimana keberadaan pasien yang baru saja datang karena kecelakaan.

Ia berlari dengan keringat dingin penuh  di tubuhnya.

"Wulan!" panggil Skala saat tiba di depan ruang operasi. Ia melihat Rimba yang di penuhi darah sedang memejamkan matanya.

"Anjing! Lo apain Wulan ha?! Sampau begini!" Skala menarik baju Rimba dan memukulnya hingga sudut bibir Rimba berdarah.

Rimba diam saja tak membalas. "LO APAIN WULAN, HA?!"

"JAWAB GUE ,BANGSAT!"

Amarah Skala memuncak.

"Dia kecelakaan, nambrak mobil gue, salah gue?" jawab Rimba.
Tangan yang terkepal kuat itu melonggar mendengar penuturan Rimba.

Skala menatap pintu yang masih tetutup itu dan cahaya ruang operasi masih menyala. "Lan, lo kok gini? Jangan celakain diri lo!" ia memukul dinding di sebelahnya.

Rimba menatapnya dengan penuh penasaran, ia penasaran apa maksud dari Skala.

"Dia kenapa?" Tanya Rimba. Skala tak menjawab ia menangis sambil kembali memukul dinding hingga tanganya berdarah.

"Lo bilang ke dia jangan celakai diri dia, tapi lo sendiri yang celakai diri lo. Bodoh" cibir Rimba.

"Lo gak tau kebenarannya jadi diam!" jawab Skala sambil menghapus air matanya.

"Lo nangis? Seberarti apa cewek itu buat lo sampai lo nangis gini?" tanya Rimba lagi.

"Dia sangat berarti, dia cewek pertama yang gue kenal dengan jiwa kuat di dirinya, dia cewek pertama yang gue kenal selalu terlihat tenang di situasi apapun. Hanya Wulan!" ujar Skala.

"Alasan gue nangis karena gue sayang sama dia, gue gak mau wulan kenapa-napa!" lanjutnya lagi.

"Hati gue sakit, saat dia terluka." lanjutnya.

Rimba diam dan mendengarkan dengan baik, ia semakin penasaran dengan sosok Wulan itu.

Tiba-tiba lampu ruang operasi telah mati dan pertanda operasi telah selesai. Kedua cowok itu menunggu dokter keluar dari sana. Skala menghapus air matanya dan rimba berdiri di sampingnya.

"Gimana keadaan wulan dok?" kompak kedua cowok itu saat dokter telah keluar.

Dokter menatap mereka satu persatu, lalu menghembuskan nafas...

"Pasien Wulan....


To be continued!

Huhaaa penasaran ga say?
Kalo penasaran ayo spam komen sebanyak"nya biar author lanjutt kiyaaaa...

Slogan baru buat yang belum follow

FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!FOLLOW AUTHOR CABY!!




WULAN  [COMPLETED]{REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang