WULAN 26

119 24 0
                                    


****

Setelah beberapa hari di Rumah sakit akhirnya Wulan kembali ke Rumah yang ia rindukan. Rumah berjuta kenangan. Kaki jenjangnya melangkah yakin masuk ke dalam sana. Harum aroma mint yang menyambut memanjakan indra penciumannya.

Di belakang sana Stefani dan Erlan mengikutinya. "Wulan kangen, Papa," gumamnya mendongak menatap bingkai foto satu keluarga mereka.

"Wulan mandi dulu yu sayang, habis itu makan dan istirahat," ucap Stefani mengelus surai rambut Wulan.

"Iya, Ma." balasnya.

Ia menitih anak tangga satu persatu untuk kembali ke kamarnya. Kamar dengan nuansa hitam abu-abu itu sudah lama tidak ia kunjungi. Tapi, suansanya tetap rapi dan bersih.

Dan tiba-tiba dari jendela sana muncul Elang yang meminta untuk di buka kan jendela. Wulan kaget sempat mematung karena tekejut. "Elang?"

"Sava buka!!"

Wulan dengan cepat membuka kan jendela dan masuk lah Elang dengan bernafas lega. Wulan menatapnya intens. Seperti sedang mencari sesuatu dari Elang.

"Ngapain?" tanya Wulan.

"Manjat,"

"Buat apa?"

"Ketemu Lo,"

"Untuk?"

Elang belum menjawab. Ia diam beberapa saat lalu dengan frustasi mengusap wajahnya kasar. Elang duduk berlutut secara tiba-tiba membuat Wulan kembali terkejut untuk yang kedua kali nya.
"Lo kenapa?!"

Elang masih diam. Ia menunduk membuat Wulan semakin Heran. "Jawab gue!"
"Gue gak butuh drama lang!"

Elang memeluk kaki Wulan seraya menangis. Ini terdengar aneh di telinga Wulan. "Lo nangis lang?"
Elang berusara. "Gue tau lo gak suka kata maaf, gue juga tau kalau gue salah selama ini. Kesalahan gue sangat fatal sama lo dan keluarga lo, tapi gue mohon... Maafin gue, gue emang pecundang! Gue bajingan! Gue juga bejat, tapi untuk kali ini Gue minta maaf sama lo dan keluarga lo, maaf sava.."

"Dengan lo minta maaf gini, lo gak bisa bawa papa gue balik, dan dengan gue maafin lo,  gue gak bisa bawa Rianty sama ortunya balik lagi ke dunia. Jadi, untuk apa kata maaf itu?"

Di waktu yang bersamaan Skala datang dengan mata sembab memasuki kamar Wulan karena sudah mendapat izin dari Stefani.

"Wulan... " suaranya lemah.

"Skala," keterkejutan yang ke tiga kalinya.

Elang menghapus jejak air matanya namun masih dalam posisi jongkok. Skala tak bisa membendung air matanya. Lagi lagi ia menangis kali ini di pelukan Wulan membuat Elang merasakan ada benda tak kasat mata meremas jantungnya hingga ia merasa sesak.

"Gue hari ini di jemput Mama, hiks gue gak mau.." Skala seperti anak kecil yang menangis dengan kakak nya.

"M-mama lo?" Wulan sedikit terbatah sebab Wulan tau Ibu dari Skala ini seperti apa.

"Gue gak setuju lo jemput kal, gue gak mau lo menderita!" Wulan menghapus jejak air mata di wajah Skala. Sedangkan Elang, ia terduduk dengan suasana hati kalut dan kacau.

"Gue gak bisa lagi nolak dan kabur!! Kakek di sandra sekarang," ucap Skala.

"Gue bantu! Gue bakal bantu lo dengan Elang juga Rimba! Jangan nangis," ucap Wulan dengan wajah khawatir.

"Percuma lan, gue gak mau kalian kenapa-napa! Cukup gue sama kakek, gue kesini cuma mau pamitan sama lo," ujar Skala menahan asap kabut di matanya.

"Jaga diri baik-baik lan, Lo teman pertama dan terakhir gue, suatu hari gue akan temui lo dengan versi yang lebih baik." perkataan Skala membuat kawah besar di hati Wulan. Perkataan ini begitu menyayat hatinya.

"Papa pernah ucapkan itu, kal. Tapi buktinya papa gak pernah kembali," Wulan Tersenyum getir dengan menahan air mata yang hendak tumpah.

"Wulan, sama Erlan kalau papa nanti selesai proyek jauh dan lama ini. Papa akan temui kalian dengan versi papa yang lebih baik, lebih gagah, lebih tampan dan tentunya lebih perkasa."

Ucapan ini seketika bagaikan kaset rusak yang di paksakan untuk terputar.  Tiba-tiba rasanya amat sakit dan nyeri di bagian dada. Seperti ada puluhan ribu pisau yang menancap tak kasat mata.

Elang berdiri mendekati Skala dan Wulan. "Kita bisa bantu lo, kal." Elang membuka suara.

"Thanks lang tapi percuma, kalian gak akan bisa," ucap Skala.

"Gue titip Wulan sama lo! Jagain teman gue jangan buat dia nangis, selalu isi hari kosong dia, dan jangan lupain gue walau gue jauh." Skala menepuk pundak Elang seraya tersenyum manis. Senyum yang belum pernah Wulan lihat sebelum nya.

"Skala, Lo yakin?" tanya Wulan.

Skala mengangguk dengan senyum yang masih jelas mengembang. "Yakin, jaga kesehatan. Kalau stres temui aja Elang atau Rimba, kan jauh kalau mau temuin gue. Jangan sedih, masa preman sedih, jangan nangis. Nanti cantiknya hilang." Skala mengelus air mata wulan yang perlahan turun. Menggunakan ibu jarinya.

"Butuh pelukan?" tanya Skala.
Wulan langsung memeluknya erat, dengan tangis tanpa suara. Namun skala tau, jika Wulan menangis. Wulan berharap ia tidak akan kehilangan orang baik untuk yang kedua kalinya di hidup nya.

"Kabarin gue terus kal."

Skala mengangguk.

Secepat ini perpisahan kita? Dimana kisah persahabatan kita yang belum sempurna masih di penuhi dengan kekeliruan dan kesalahan fatal. Secepat ini lo pergi? Di saat gue masih butuh teman curhat dan berbagi.

***

Tbc

WULAN  [COMPLETED]{REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang