WULAN 25

174 23 5
                                    

Seminggu berlalu, wulan masih berada di kediaman kakek baret dengan pemulihan luka yang cepat. Ia sekolah tidak seperti dulu melainkan home schooling. Karena batasan yang di buat oleh kakek baret untuknya.

Dan selama satu minggu ini, Erlan mencari dimana keberadaan adiknya itu. Karena mama mereka telah siuman. Dan selalu menanyakan wulan.

"Lo beneran gak tau Wulan dimana?" Tanya Erlan pada Hilda.

"Serius bang! Gue gak tau dia dimana, wulan udah satu minggu lebih menghilang." jujur Hilda saat di tanyai oleh Erlan.

Erlan pergi begitu saja dengan wajah frustrasi. Ia haus dan singgah ke Alfamart terdekat di sana untuk membeli minuman dingin.

Wulan berkeliling mencari snack yang ia inginkan, membeli beberapa macam minuman dan makanan ringan. Tampilannya masih sama seperti dulu. Namun, sikapnya yang kian berubah.

"Eh! Itu wulan bukan sih?" Tanya Erlan saat melihat Wulan sedang memegang beberapa snack di tangannya.

"Samperin aja kali ya?"

Erlan perlahan mendekati Wulan. Ia menepuk bahu itu dan Wulan refleks menoleh. Ia menatap datar pada cowok di hadapannya ini. "Wulan?" Ucap Erlan.

"Hm, gue? " tanya Wulan pada Erlan.
Erlan langsung memeluk Adiknya itu. Namun, beberapa saat kemudian pelukan itu di lerai oleh adiknya. "Lo siapa?" Tanya Wulan ta tahu.

Erlan terkejut dengan ungkapan itu. "Gue! Erlan! Abang lo, dek!" ucap Erlan.
"Gue gak punya abang," jawab wulan dan meninggalkan Erlan disana.

Erlan diam, mematung di tempat. Suasana hatinya semakin buruk. Bagaimana cara ia membawa Wulan untuk bertemu mamanya?

Tanpa putus asa Erlan mengejar Wulan yang sudah lebih jauh darinya." WULANNN!! TUNGGU! GUE ABANG LO! GUE ERLAN!" pekik Erlan di tepi jalan.

Wulan tidak peduli ia malah menaiki Taxi dan meninggalkan Erlan di jalanan sana. Apakah Wulan benar-benar sudah melupakan Erlan? Ataukah tidak?

Erlan Mengusap wajahnya kasar penuh rasa bersalah. Ia memukul Angin seperti orang gila. "Gue harus bilang apa ke Mama?"

"Semua ini salah gue, gue! Gue menyesal!"

"Gue yang ingkar janji sama Wulan, dan sejauh ini di saat Wulan menghilang gue gak pernah cari dia dan minta maaf ke dia. Gue sejahat itu? "

AGHHH

Raungnya.

Sementara di perjalanan pulang menuju kediaman Kakek Baret. Wulan masih mengingat-ingat tentang Siapa Cowok yang mengaku sebagai Kakaknya itu. Wulan sama sekali tidak mengerti dan ia tidak mengingat apapun sekarang. Tapi di saat ia mencoba untuk memaksa mengingat sesuatu maka ia akan merakan sakit yang amat luar biasa di kepalanya.

"Huh! Sudahlah!"

***

"Dari mana aja?"

"Kok gak kasih tau? Kok gak ajak kita?" Tanya Rimba yang entah sejak kapan sudah berada di kamar Wulan bersama Skala.

"Masih aja nanya, tu bungkusan dia dari Alfamart sudah jelas dia ke Alfamart bukan ke matahari." Skala menjawab Pertanyaan Rimba yang konyol itu.

Melihat Wulan yang tidak merespon dan wajah yang amat datar mereka pun terdiam. "Gue punya Kakak?" tiga kata terlontar dari mulutnya.

Ha..

Rimba dan Skala saling bertatapan. Mereka bingung untuk menjawab apa. Jika mereka menjawab ada maka masalahnya ada di mereka. Dan jika menjawab tidak ada maka itu juga salah mereka. Serba salah sekali.

Melihat tidak ada jawaban dari kedua cowok itu. Wulan beranjak meletakan makanan yang ia beli di tempatnya.
Duduk di sisi kasur dan menyalakan handphone.

"Sebenarnya cowok itu siapa?!" Gumam Wulan dengan wajah berkerut.

"Kok dia kek ada hubungannya sama gue.." Ucap Wulan lagi.

"Cowok siapa, lan?" Tanya Skala.

"Erlan, kalian tau dia siapa?" tanya Wulan lagi.

Mereka berdua diam... Mempertimbangkan jawaban apa yang harus mereka berikan.

"Lah pada diam, tau gak?" Tanya Wulan lagi yang sudah menilai ada yang di tutupi oleh kedua cowok di hadapannnya ini.

"Dia... Dia itu Kakak kandung lo," jawab Skala. Wulan terdiam sesaat. Memperhatikan benar-benar skala yang berada di hadapannya. Lalu beralih menatap Rimba yang juga menatap skala. "Serius?" Tanya Wulan lagi.

"Lo hilang ingatan lan! Lo punya keluarga, lo punya Ibu dan kakak, Papa lo udah meninggal," ucap Skala lagi yang sangat berat mengatakan hal itu.

Wulan menatap kosong Skala. Sekelebat ingatan yang seperti kaset rusak terputar dengan paksa di pikirannya. Memory yang hilang itu perlahan muncul di otaknya.
Rasanya sakit sangat sakit sampai ia memejamkan matanya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

"Lo gak apa-apa lan?" Panik Rimba.
Wulan menggerakkan tangannya menahan Rimba. Kulitnya yang putih memerah menahan sakit.
Benar-benar sakit yang ia rasakan. Sakit akibat memaksakan ingatannya dan juga sakit akibat mengingat betapa dustanya Erlan padanya. Dan juga para sahabatnya.

"AGHHHHH!!!" Wulan meringis sakit.

Ia berlari dengan brutal sampai menabrak beberapa benda yang ia lewati."Lo mau kemanaa lan?!" Skala memanggilnya juga mengejar dia bersama dengan Rimba.

Lo semua jahat!! Jahat! Kenapa gue selalu di asingkan terhadap siapapun?!" batin Wulan.

Matanya berkaca-kaca. Embun itu menutupi tirai matanya, dan tanpa sadar terjatuh dan merembas di seluruh wajahnya. Dia menangis tanpa suara, memgigit bawah bibirnya untuk memahan isak tangis dan jeritan sakit di kepalanya.

"Wulannn!!" Skala dan Rimba manggilnya. "Tolong dengarin kita dulu, lo lagi sakit lan!" ucap Rimba lagi. "Dan sakitnya lo itu karena gue," lanjutnya lagi.

Wulan tidak mendengarkannya. Membiarkan saja mereka yang terus mengejar dengan brutal. Bahkan ia terpaksa memasuki mobil orang lain yang hendak melaju.

"Plis tolong gue! Bawa gue ke Perumahan Galden!" Ucapnya pada orang itu yang juga keheranan dengan tindakannya.

"Wulan?" Tanya Orang itu. Wulan menegakan kepalanya dengan paksa. "E--Elang?" Ucap Wulan terbatah.

"Lo? Kenapa?" Tanya Elang yang ikut panik dengan kondisi Wulan.

"Antar gue ke R--rumah,lang.." Ucap Wulan terbatah. Tanpa pikir panjang Elang langsung menekan gas mobilnya melaju dengan cepat menuju Rumah Wulan. Wulan setengah tersenyum karena mobil telah berjalan. Ia merasakan kepalanya semakin sakit. Dalam beberapa saat masih sanggup bertahan dan beberapa menit kemudian ia pingsan tak sadarkan diri.

Elang juga tak tahu jika Wulan Pingsan. Ia fokus pada satu tujuan yaitu pergi ke rumah Wulan dengan segera. Sesekali melirik wulan dari kaca, ia sempat terkesip melihat Wulan yang tidak bergerak. Dan berpikir positif mungkin wulan kelelahan.

"Sabar lan, gue akan bawa lo kerumah." gumamnya. Namun di balik kalimat itu ada banyak hal yang membuatnya bingung dengan situasi Wulan saat ini. Dan sangat kebetulan ia sudah beberapa lama tidak melihat Wulan.

***

To be continued!!
Maaf karena baru bisa Update ya.. Semoga suka dan jangan lupa vote dan komen.

WULAN  [COMPLETED]{REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang