Stay read!________
Bertemu dan berpisah, hadir dan pergi, itulah Skala. Tiba-tiba hadir dan tiba-tiba pergi. Walau pun pertemuan nya sebentar bersama Wulan tapi bekasnya sangat kental di hidup Wulan.
Wulan kehilangan sahabat baik yang ia pikir benar-benar baik yaitu Hilda dan Thania. Juga kehilangan penggemar yang ia pikir setia ternyata fake. Dan kehilangan cinta pertamanya juga Teman barunya. Skala."Skala, ternyata kuat itu sebenarnya di lo, sedih dan susah itu ternyata terlihat di diri lo."
Wulan menaiki motor kesayangannya, meniti jalan tempatnya bertemu dengan Skala. Di sana ia seolah kembali mendengar Suara tembakan pistol yang dulu sembat memburu skala. Wulan berhenti di jalan, dimana ia mengulurkan tangannya untuk Skala. Membantu cowok itu dengan sungguh-sungguh.
"Sesingkat itu ternyata cerita hidup."
***
Pukul 15:25 Wib. Tepatnya SMA TRIANGLE tempat Wulan bersekolah. Ia memasuki sekolah itu dengan menaiki pagar, berkeliling di sana. Meneliti penjuru sekolah yang membuat cerita. Ruang basket, dan bola basket yang tergeletak di lapangan sana.
Kelas, kantin dan Aula tempat terjadi pembunuhan terencana.Wulan memantulkan Bola basket itu, kelihaian dan kelincahan nya masih sangat kental, ia membuka penutup Hoddie nya yang menutupi kepala. Melempar bola ke ring dan tepat sasaran.
Sebuah keterkejutan bagi Keyla, hilda, Thania, sahida dan putri. Wulan mengambil bola, karena ia tidak sadar jika ada mereka di sana, bersama dengan Tim Basket SMA sastra yang pernah bermain bersama mereka.
"Gak mungkin itu kak Wulan?" ucap Keyla yang terkejut.
"Cara mainnya sih Wulan banget!" ucap Hilda.
Semua yang Wulan kuasai dan ia bisa, di praktikan nya di lapangan ini. Rindu? Sangat. Tempat yang biasanya menemani Wulan di hari-harinya.
Setelah mencetak poin di ring beberapa kali, terucap di mulutnya sebuah kata. "Bravo..." untuk pertama kalinya Wulan mengatakan slogan kemenangan dari Tim nya dulu.
Segaris bulan sabit tercetak.Tim Wulan kembali terkejut, sebuah perubahan kecil yang berarti. Pikir salah satu mereka. Bukan hanya tim Wulan dan tim Sastra, tapi juga ada Daffa, Teguh, Elang, Reno dan ya Erlan.
Saat Wulan berbalik badan dan melepaskan Bola basket dari tangan nya. Ia tekejut namun, Wulan tetap lah Wulan. Bukan Wulan jika tidak bisa membuat Ekspresi nya kembali normal dalam hitungan detik saja.
"Kalian," ucapnya pelan.
Wulan menyimpan kedua tangannya di saku celana trening yang ia gunakan. Logat dan gayanya benar-benar Wulan yang dulu.
Suasana menjadi hening, mereka hanya saling menatap satu sama lain. Belum ada yang membuka suara mereka.
Angin tiba-tiba begitu deras sampai menerbangkan rambut mereka yang tergerai. Dan Wulan segera memguncir rambutnya untuk mengurangi efek kusutnya rambut.
"Beneran kak Wulan kan?" Keyla memecah keheningan.
Wulan tersenyum singkat. Keyla tidak tahu harus Senang atap sedih, tapi jujur ia sangat gugup sekarang. Sudah lumayan lama ia tidak bertemu sang Idola nya.
"Kak boleh peluk gak?"
Wulan merentangkan kedua tangannya. Keyla berlari cepat dan melesat ke pelukan Wulan. Gadis itu benar-benar memeluknya Erat. Begitu pula Wulan membalas pelukannya hangat. "Keyla ok?" tanya Wulan.
Untuk pertama kali seumur hidup keyla. Baru kali ini ia di tanyakan kondisi nya oleh Wulan. "Oke kakkk setelah ketemu kakak." jawab Keyla.
"Kak Wulan apa kabar?" tanya Keyla tanpa melepas pelukannya. "Cukup baik," balas Wulan.
Wulan melerai pelukan nya. Keyla terlihat sedih di lihat dari ekspresinya yang murung. "Why? Are you okay? " keyla tidak menjawab namun raut wajah nya dan juga matanya bisa menjawab semua.
"Pembunuh udah berani nampakin diri nya." Thania bersuara membuat Keyla kembali memeluk wulan. Takut jika Wulan merasa sedih. Wulan merespon dengan senyuman sebelum suara yang ia keluarkan.
Nisa, Rona, sisil, Gladis dan Gisel juga Angel ingin menyangkal. Namun, melihat situasi mereka tidak berani.
"Penjilat udah berani terbang sekarang," balas Wulan masih dengan wajah bahagianya.
"Than, maksud lo apa?" ucap Hilda tak suka.
"Gue benar kan, kenyataan nya gitu. Masa iya cuma karena papa nya meninggal dia harus bunuh 3 orang sekali gus, kan itu namanya pembunuh. Atau kerja sampingan nya emang pembunuh bayaran." Thania menyinyir.
"Lha, lo baru tau than?" tanya Wulan yang menepikan Keyla lalu mendekat beberapa langkah. Kedua tangannya di saku celana dan tatapannya tak bisa terbaca.
Thania menjadi gugup dan sedikit ragu untuk kembali membalas. "Katanya dulu lo sahabat gue than? Kok lo gak tau kerja sampingan gue selama ini dan lo baru tau sekarang, payah banget gak sih?"
"Gue bukan hanya pembunuh bayaran than, gue bisa jadi pembunuh tanpa bayaran. Contohnya, Rianty, dan orang tuanya. Dan selanjutnya mungkin Elo." Wulan hanya melanjutkan permainan yang di ciptakan oleh Thania.
"Dan kesalahan gue itu, kenapa gue dulu bisa sahabatan sama orang kayak lo, kenapa gak dari dulu aja gue bunuh, atau sekarang?" Suara Wulan membuat mereka semua merinding.
"Gila lo sava!" ucap Thania.
"Yang gak waras duluan siapa? Elo kan."
"Gue hanya lanjutkan permainan yang lo ciptakan sendiri lho than."
"Dek, udah." Erlan menahan Wulan agar tidak Emosi karena Wulan baru saja keluar dari Rumah sakit. Erlan juga takut hal ini akan mempengaruhi fungsi otak nya Wulan lagi.
"Jangan buang-buang waktu lo untuk menjudge orang lain, belum tentu lo lebih sempurna dari gue," ucap Wulan.
"Wulan." panggil Angle.
"Hm?"
"Kita turun berduka cita, dan bukan mendukung Thania. Tapi, seharusnya lo cukup beri mereka pelajaran yang lebih setimpal bukan sampai membunuh juga kan." Kata Angle.
"Yang harus kalian tau, saat di Aula yang memulai semuanya itu Rianty. Gue dengan tangan kosong menghadapi dia dan kepala sekolah juga guru-guru yang gak srek sama gue, juga kedua orang tua Rianty. Yang mengunakan pistol juga Rianty. Saat itu yang seharusnya mati itu Gue tapi gue 1 langkah lebih cepat dari Rianty. Dia terbunuh oleh pistol yang dia genggam, dia sendiri yang menekan pedal dan intinya Rianty mati karena dia sendiri, gue hanya menyelamatkan diri.
Pembelaan terhadap diri sendiri itu penting, dan gue lebih milih Rianty yang mati dan bukan gue." Wulan menjelaskan panjang Lebar.
🕊
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
WULAN [COMPLETED]{REVISI}
Teen FictionRasa sakit itu nyata, bahkan saat di alam bawa sadar pun kamu bisa merasakan rasa sakit. Sama seperti luka, bahkan ketika kamu bermimpi kamu terluka, kamu sampai merasakan rasa pedihnya. Wulan Savannah, captain basketball putri di SMA TRIANGLE denga...