Hii Reader's!!! I'm comeback!!
Senang gak? Wajib senang.Setelah melewati beberapa musim akhirnya niat untuk lanjut Cerita WULAN terkumpul juga.
Next, selamat membaca.
"Wulan kenapa gini, Er?" tanya Stefani dengan air mata yang terus mengalir mengikuti jejak wajahnya.
"Erlan nggak tau, ma." balas Erlan tertunduk lemas.
Jangankan di tanya kenapa, ia saja tidak mempedulikan Wulan selama beberapa waktu ini.
"Kamu kenapa nggak tau? Wulan kemana selama ini? Kamu nggak jagain adik kamu." Stefani berkata lagi.
"Lihat, mama Erlan!" ucapnya.
Erlan dengan takut, tak berani menatap sang Mama yang sedang marah padanya. Mata Stefani menatap tak percaya pada kelalaian sang Putra."Jawab mama! Kenapa kamu biarkan Wulan sendirian?"
Dokter yang ada di sana tahu jika situasi saat ini sangatlah tidak bagus untuk di pertontonkan. Maka ia akan mempercepat kegiatannya lalu memberitahukan keadaan pasien.
"Maaf buk," ucap Dokter itu.
"Iya dokter?" stefani menghapus jejak air matanya.
"Amnesia yang di derita oleh putri ibu sudah berakhir, dan kondisinya akan segera membaik."
"Amnesia dokter?"
"Iya, pasien sebelum pernah mengalami kecelakan besar yang mengakibatkan ingatannya menghilang, dan ini termasuk pemulihan yang sangat cepat, bersyukurlah." ucap dokter.
"Terima kasih dok," ucap Stefani.
"Baiklah kalau begitu saya permisi."
Stefani membalasnya dengan anggukan kepala. Ia mencium dahi Wulan dengan sayang. Ia sangat merindukan putrinya ini. Dan berita telah berpulangnya sang suami juga membuat cabikan besar di dadanya. Ia merasakan jika ada benda tajam yang menghantam dadanya hingga menghasilkan palung luka yang besar.
"Ma, maafin Erlan." ucap Erlan. Namun, stefani tidak mempedulikan ia. Stefani sudah memaafkannya namun ia masih sebal pada putranya itu. Bagaimana bisa ia membiarkan hatinya untuk berlarut marah pada buah hatinya.
"Maa...." Erlan merengek.
"Maaff... Erlan salah.." ia menyentuh bahu sang Mama. Berniat untuk membujuk sang Mama.
"Abang salah... Abang nggak bisa tepatin janji Erlan,"
Stefani membuang nafas kasar lalu melihat sang anak. "Mama pernah bilang ke Erlan. Kalau seburuk dan sesulit apa pun posisi kita, jangan pernah meninggalkan keluarga. Erlan lupa?"
"Kalian harus tauu, harta mama cuma kalian! Kalian yang berharga! Aset papa kamu dan semuanya itu nggak ada bandingnya sama kalian berdua, mama itu sayang sama kalian nak..." stefani memeluk Erlan seraya menangis.
"Maaf...." hanya kata itu yang bisa Erlan ucapkan. Ia sungguh merasa bersalah dan kelu. Matanya sendu menatap sang Adik yang juga belum sadarkan diri.
Kejadian ini di lihat dan di saksikan oleh Elang. Elang ada di sana, ia melihat, memperhatikan dan merasa bersalah akibat tindakannya bersama Miranti. Ia juga merasa terpukul selama ini di hantui oleh rasa bersalah dan cintanya terhadap Wulan Savannah. Sosok gadis dingin yang beberapa waktu ia kenal dan sudah membuat bekas di dadanya.
Dan, Elang sadar jika cintanya seharusnya di pendam saja. Bagaimana bisa ia mendapatkan hati seorang gadis yang telah ia lukai sedalam ini? Elang cukup sadar diri dengan perasaannya.
Biarlah ia memendam sedalam lautan, sebelum ia mendapat sakit se luas daratan.
Elang pergi tanpa pamit, ia menghilang dan menjauh dari keluarga kecil itu. Rasanya benar-benar sakit dan tercabik-cabik. Tapi, apa lah daya? Semuanya ia yang perbuat.
***
Kalau saja bisa meminta Wulan tidak ingin kehilangan sang Papa. Jika bisa di tukar dengan nyawa, Tuhan boleh ambil Nyawanya. Dan izinkan Mama dan Papanya senantiasa bersama. Tapi takdir, semuannya kembali ke Takdir.
"Ma, Mama!!! Wulan sadar!!" Erlan tampak Heboh.
Stefani terbangun. Ia langsung menemui sang Anak. "M--Mama?"
"Iya sayang.. Ini mama, nak."
"Mama sudah sadar... Wulan senang." ucapnya tersenyum.
"Wulan cepat sembuh ya biar bisa pulang ke Rumah."
Ia mengangguk lemah. "Papa udah nggak ada Ma." ucapnya kelu.
"Mama tau nak, papa sudah bahagia di surga."
"Mama sedih?" tanya Wulan menyentuh wajah sang Mama.
"Enggak kok, mama gak sedih. Mama kuat.."
Bagaimana bisa ia mengatakan kuat? Padahal hatinya sangat rapuh. Tapi, ini semua kembali lagi pada kekuatan. Bagaimana ia bisa membuat anak-anaknya kuat dan tegar jika ia saja tidak mampu.
"Mama bohong... Wulan tau mama sedih,"
"Mulut memang selalu pandai berbohong. Tapi, mata. Mata selalu memberikan jawaban yang benar."
"Wulan sangat mengerti perasaan mama. Mama nggak bisa bohongin Wulan. Tapi, mama seperti ini demi kalian, mama harus kuat demi kalian."
"Kita bertahan dan mendukung satu sama lain." ucap Erlan.
Wulan menatap Erlan, rasa kecewanya masih begitu terasa. Ia memaksakan senyum seolah tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka berdua. Sekali lagi demi Mama.
****
Dun dun dun dun...
Kalau ada Typo komen aja ya!!!
Semoga suka
Part 26 mau up kapan ni?
KAMU SEDANG MEMBACA
WULAN [COMPLETED]{REVISI}
Ficção AdolescenteRasa sakit itu nyata, bahkan saat di alam bawa sadar pun kamu bisa merasakan rasa sakit. Sama seperti luka, bahkan ketika kamu bermimpi kamu terluka, kamu sampai merasakan rasa pedihnya. Wulan Savannah, captain basketball putri di SMA TRIANGLE denga...