Assa mencoba menahan diri dan menjernihkan pikiran. Kakinya lemas, denyut nadinya bergetar hebat. Pernapasannya sampai naik turun. Ia dipanggil lagi oleh guru BK. Assa tidak sendiri, tapi bersama ibunya. Assa syock. Ia menangis. Ibunya terlanjur mengetahui kegiatan Assa selama bersekolah disini adalah 'berpacaran'
"Awalnya kami tak mau bilang ini pada ibumu Assa, tapi ibu takut sejak kamu mulai pacaran lagi prestasi kamu menurun dan sudah berada di ambang yang tidak baik." Guru BK mengelus Assa dan mencoba meresapi perasaan sedihnya. Assa terduduk di ambang pintu, setelah teriakan nyaring terdengar menggema.
"DASAR ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG!"
Assa masih mengingat setiap detail emosi yang pecah dari ibunya. Darah orang tua itu naik ke ubun-ubun. Ia sangat menyesali segala perbuatan yang mengabaikan kegiatan pelajarannya, tapi hanya satu yang tak mau ia sesali yaitu mengenal Marvel. Mengenal lelaki itu membuatnya hidup dengan normal. Dengan bulir air mata yang turun dengan deras. Ia meraih tiang pintu seraya mengangguk di hadapan guru BK, lalu mengejar ibunya yang bahkan sudah pergi meninggalkannya duluan.
Assa tahu sekarang, orang tua mana yang tidak kecewa, kalau anaknya bertingkah memalukan, namun mau bagaimana lagi, karena jarak Assa dan Marvel semakin menipis dan Assa terpaksa mengorbankan hal lain.
Ibu Assa langsung membanting pintu rumah, ia masuk dengan amarah yang sudah di ujung tanduk. Assa masuk dengan lancang untuk mencari sosok ibunya. Ia meraih kaki ibunya, seraya terisak Assa memeluk kaki ibunya yang melonjak tidak suka dan terlihat tidak sudi menatap anaknya itu lagi.
"Maafkan Assa bu. Maafkan Assa." Isak tangis Assa terdengar pilu. Bagi seseorang remaja yang mempunyai hati tulus, ia cukup menggoyahkan hati ibunya, namun selalu kalah dengan logika ibunya sendiri.
"Bangun Assa! Ibu tidak mau melihat kamu lagi. PERGI!" tukas Ibu Assa hampir menendang wajah Assa, agar Assa mau melepaskan pegangannya yang menyusahkan ibu Assa untuk melangkah.
"Nggak mah, Assa nggak mau lepasin, sebelum mamah maafin Assa."
Kondisi kaki ibu Assa penuh dengan air mata yang jatuh dari anaknya, tapi dia tetap berpendirian teguh, lalu menyentakkan kakinya, membuat Assa terjungkal, mundur.
"Mamah kecewa besar sama kamu. Sudah berulang kali mamah maafin kamu, tapi nyatanya apa? APA Assa," pekik ibu Assa dan pergi meninggalkan Assa yang masih terlungkup di lantai.
Assa meremas lengannya sampai merah. Ia tak kuat lagi. Sungguh perih lukanya saat ini. Ia berlari menaiki tangga, lalu pergi ke kamar dan langsung mengarah ke kamar mandi.
Seragam yang masih tertempel di badannya basah kuyup, lantaran Assa mmenyalakan shower air yang mengalir di kepalanya. Hawa dingin mulai merasuki tubuhnya, hingga ke tulangnya. Mendadak, badan Assa bergetar, karena ia kesulitan menyesuaikan suhu air yang langsung disodorkanya tiba-tiba. Perasaan Assa jadi kalut.
Air mata dan air dari shower berlawanan untuk mengucur deras ke bawah. Disaat kondisi seperti ini, bukan sebuah kemarahan atau pelampiasan yang salah. Assa hanya butuh dibimbing dengan baik, bukan malah dikasari, walau ia tahu perbuatannya salah.
"Mamah Jahat. Mamah nggak mengerti perasaan Assa. Mamah jahat."
Assa mengambil gayung, menyendokkan air di bak, lalu menumpahkannya di seragamnya yang sudah sangat basah. Assa tak tahu apa yang harus ia pikirkan sekarang, dan tak tahu harus bagaimana lagi.
Dengan meremas jari-jemarinya ia keluar kamar. Bi ijah meliriknya dan mencoba menenangkan Assa, tapi bukan orang itu yang bisa mengerti Assa, tapi Marvel.
Assa berlari ke depan pintu rumah, setelah bermandikan hujan buatan. Ia mengirim pesan pada Marvel untuk bertemu. Lelaki itu mengiyakan, ia tahu kalau Assa sedang tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA [ Selesai ] √
Teen FictionTerlahir sebagai anak yang tidak diketahui asal usulnya membuat Assa harus dibesarkan di panti asuhan. Ia diadopsi oleh keluarga kaya raya, hingga membuatnya melupakan sahabat kecilnya yang mengidap keterbelakangan mental. Saat menginjak usia remaja...