Assa mengerjapkan bola matanya. Pandanganya kabur, ketika mendapati beberapa titik embun di matanya dan keadaan kamar kosong, tanpa seseorang di dalamnya. Sudah dapat dipastikan Marvel sudah pergi.
Assa kembali menjalani hari dalam kesunyian. Langkah kakinya lesu untuk berjalan, ia menekuk lututnya, karena seketika pusing. Netranya tak mau beralih ke luar jendela, berharap Marvel menjumpainya lagi, tapi sayang tak ada tanda-tanda apapun di luar sana.
Bola mata Assa tertuju pada selembar kertas di meja belajarnya, ia lalu duduk dan mengambil kertas yang isinya.
Kebiasaan
Pr gak dikerjain
Udah, aku kerjain tuh
😊
Jadi malam tadi Marvel sengaja tidak tidur dan lebih memilih mengerjakan pr Assa yang terbelangkalai. Assa merenung sejenak. Bibirnya menyungging manis, lalu ia meremas kertas itu ke dada.
-Assa pov-
Aku memilih membolos sekolah hari ini. Pikiranku masih kacau dengan semua peristiwa yang terjadi pada diriku, hingga aku dikagetkan dengan suara teriakan Arlan yang menggendor pintu rumahku. Rupanya, tahu sekali Arlan, kalau orang tuaku sedang tidak ada dirumahnya.
Kulihat Bi Inem sedang berlari tergopoh-gopoh memasuki dapur. Aku segera menghadapi Arlan yang rahangnya sudah terbuka lebar, bersiap menghantamku.
"Mau apa lagi kesini?" tanyaku ketus. Wajahnya Arlan marah. Dia melemparkan jaketnya ke lantai. Aku didorongnya kasar sampai terjatuh. Bi Inem menutup kamarnya, karena aku suruh agar tidak menyaksikan kelakuan Arlan. Ku harap pemuda ini tidak macam-macam padaku. Arlan mengempalkan kedua tangannya.
"Lo tahu adik gue kenapa?"
Pertanyaan Arlan yang membuat lidahku kelu seketika. Aku masih lemas, ingin sekali rasanya berteriak memanggil orang agar mengamankan Arlan, tapi ibu selalu bilang padaku. Jangan libatkan orang, jika kamu menghadapi masalah, karena pada dasarnya mereka akan menjadikanmu bahan gunjingan.
"Lo tahu adik gue hamil!" Arlan meraih kaosku, mengangkatku untuk berdiri. Aku berusaha menahan lengannya yang kasar.
"Gue gak tahu!" jawabku tidak berani menatap wajahnya.
"Berani-beraninya lo!" tukas Arlan, tapi tiba-tiba dia melepaskan cengkramannya. Ibuku sudah berada di ambang pintu.
Bukannya ibu berlari memelukku, karena kerinduannya yang mendalam, dia malah menatapku geram, serta menjambak rambutku. Aku meringis kesakitan. Arlan terdiam.
"Sakit mah, lepasin Assa," kataku mencoba menahan lengan ibuku yang kuat sekali menarik rambutku.
"TOLONG PERGI SETELAH INI!"
"AKU BENCI MELIHATMU!" seru ibuku berteriak, lalu mendorongku dengan kasar. Aku menangis. Aku mengusap air mataku. Dadaku sesak sekali dan hatiku sakit, sangat sakit sekali.
Seharusnya aku bisa memeluknya dengan penuh kasih sayang. Ibu bahkan tidak mau mengakui aku lagi sebagai anaknya. Aku seperti orang lain di kehidupan ibuku.
Arlan menarik tanganku untuk berdiri. Wajah ibuku merah, karena marah. Dia melotot ke arah kami berdua.
"Kalian pergi sekarang dari tempat saya!" usir ibuku. Aku terisak. Arlan membawaku keluar rumah, tanpa berbicara lagi, dia menyodorkan helmnya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA [ Selesai ] √
Teen FictionTerlahir sebagai anak yang tidak diketahui asal usulnya membuat Assa harus dibesarkan di panti asuhan. Ia diadopsi oleh keluarga kaya raya, hingga membuatnya melupakan sahabat kecilnya yang mengidap keterbelakangan mental. Saat menginjak usia remaja...