Episode 28 : Aku Bukan Untukkmu

9 5 0
                                    

Meisya segera dibawa kerumah sakit terdekat. Kami menduga Meisya mencoba melakukan tindakan bunuh diri. Arlan menatap tajam ke arahku, sudah ku kira Arlan akan melampiaskan kemarahannya kepadaku.

Arlan mengguncang bahuku. "Gue udah tanya sama lo kenapa lo gak jawab. Elo mau dia mati ya?"


Aku mulai menangis di hadapan Arlan yang terlalu antusias mematahkan hati kecilku. Untuk saat ini aku tidak bisa jujur. Aku juga memikirkan perasaan Meisya. Menurutnya, kematian dirinya akan membuat dia tenang ketimbang dikucilkan oleh keluarganya sendiri, sedangkan aku hanyalah noda tipis yang tidak berbuat macam-macam saja aku sudah diabaikan, apalagi kalau aku yang berbuat, aku bisa dibunuh langsung.

"Maafkan gue Lan." Aku mencoba memahami perasaan Arlan sebagai kakaknya, tapi Arlan malah menepis elusanku di bahunya. Dia lebih memilih mengusirku malam itu juga.

Dimana lagi aku bisa berteduh. Tidak ada yang mau menerimaku. Marvel? lelaki itu hilang. Tuhan, cobaan apa lagi ini, mungkin Meisya benar. Pikiran pendek itu pantas hadir, disaat aku tidak berdaya seperti ini.

Kakiku berjalan di jalanan sunyi. Badanku sudah bercampur dengan hawa jalan yang becek. Entah dorongan darimana aku berjalan ke rumahku dan untuk pertamakalinya aku tak mengharapkan orangtuaku ada di rumah.

Dari kejauhan aku menatap bi Inem yang wajahnya nampak khawatir. Dia menengok kesana-kemari, mencari seseorang yang ternyata adalah aku.

"Assa. Bibi cemas sama kamu. Takut kamu gak pulang lagi. Di luar bahaya." Bi inem langsung menghambur ke arahku. Dia menatap tubuhku yang berdiri linglung dan basah, akibat gerimis hujan.

Aku menghela napas. "Mamah ada bi?" tanyaku, tapi sungguh aku tidak sanggup, jika mamah ada.

"Ibu gak pulang Sa, katanya ibu ke luar negeri," jawab Bi inem masih dengan nada khawatirnya yang membuatku tertawa miris. Aku mulai membayangkan, seadainya orang tuaku juga menyambutku dengan wajah seperti itu, tentu aku akan langsung memeluknya.

Aku hanya ber-oh ria menanggapi bi Inem. Moodku seketika hilang. Aku malas untuk berbicara dan segera masuk ke dalam kamarku dengan teriakan "Aku tidak mau diganggu."

Aku menatap ruangan di kamarku dan menemukan sebuah minuman di dalam gelas kaca yang bertengger di meja belajarku. Pikiranku mulai kacau, aku meratapi nasibku di ujung tempat tidur. Gairah hidupku hilang ketika sudah tidak ada harapan lagi.

Aku berjalan mengambil gelas di nakas, lalu meneguknya sampai kandas, bukan itu tujuanku. Tujuanku adalah memecahkan gelasnya dan pecahan itu akan kutancapkan ke pergelangan tangan.

Melakukan self injury, bukan kebiasaanku. Aku hanya pernah empat kali menggoreskan luka di tanganku dan sudah lama aku tidak melakukannya itu lagi, karena hadirnya Marvel.

Marvel adalah harapanku satu-satunya di dunia ini, tapi aku pikir dia Juga mengkhianatiku dengan meninggalkanku, hanya karena dia sudah tidak percaya denganku lagi.

"Sakit." Aku mulai mengeluh saat pecahan gelas itu mengenai lenganku. Darah bertetesan di lantai, membuatku terisak, namun aktivitasku harus terhenti, karena sebuah panggilan.

"Assa," panggil seseorang dari balik gordenku jendelaku, aku tak langsung membukanya, sampai aku menyadari itu adalah suara Marvel.

"Marvel?" Aku menjumpai wajahnya dihadapanku. Ketika dia membuka mulut ingin berbicara, aku langsung menutup gorden jendela kamarku. Aku kecewa padanya, tapi ketika aku melihat wajahnya yang tulus, pertahananku runtuh.

"Assa maaf gue. Gue tahu, gue salah," kata Marvel membenamkan wajahnya di jendela, hingga menimbulkan bekas embun di jendelaku. Aku duduk di tempat tidurku dan mencoba untuk menutup pendengaranku terhadap suara Marvel.

KALOPSIA [ Selesai ] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang