Sudah dua hari hubunganku dan Marvel tidak baik-baik saja, kami menjalani hari dengan sejuta kerinduan yang menumpuk di hati. Kami sama-sama enggan mengungkapkannya, meski aku masih kesal terhadap Marvel. Aku tidak bisa marah pada lelaki itu, hanya karena ia membuatku sebagai barang taruhan ternyata tidak sama sekali mengurangi rasa di dalam hatiku.
"Gue jatuh cinta sama lo setiap hari."
****
Hari itu Arlan membuatku menjadi putri yang bahagia di kerajaannya. Arlan memasuki rumahku dan mengelus dengan lembut rambutku. Entah kenapa, aku tidak bisa menolak saat Arlan mengajakku jalan untuk menemaninya.
"Nanti saat lo pulang sekolah, gue bakal jemput lo okey." Senyum Arlan mengambang. Assa hampir frustasi dengan sikap Arlan yang membuatnya berdiam diri.
Arlan tahu keadaan rumahku. Arlan tahu bagaimana hubunganku dengan ibu. Arlan tahu cara ia bisa masuk ke dalam rumahku, tentu dengan mengancam asisten rumahku. Bi inem bisa apa, ia hanya bisa menunduk, tatkala aku juga tidak menolak lelaki itu untuk berkunjung ke rumahku.
"Lo mau ngajak gue kemana?" tanyaku pada Arlan yang hanya bisa menyengir tidak jelas saat dia merangkul pundakku
Arlan lantas mengelus tanganku. Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya. Jujur, aku sangat membutuhkan suasana kasih sayang yang bisa diberikan orang lain, bukan keluargaku yang sudah hancur."Ke suatu tempat dan gue yakin lo bakal suka. Gue tahu perasaan lo saat ini dan gue berusaha buat lo bahagia lagi." Arlan masih saja menunjukkan wajah misterinya dibalik topeng. Tangan Arlan mengalihkan lampu di belakang tubuhku yang bertumpu pada meja kecil.
"Gue tahu lo butuh perhatian. Gue mau kita balikan." Tiba-tiba saja Arlan merangkul bahuku, membuat aku hampir menjerit, karena kaget bukan main saat Arlan berucap seperti itu dan tingkahnya yang membuatku berusaha melepaskan pelukan Arlan yang erat.
"Lo lepasin gue Lan. Gue bilang berhenti meluk gue." Aku mendengus kencang.
"Kenapa. Arlan menyeringai dibalik dagunya yang bertumpu di bahu Assa. Dorongan yang cukup kuat mendorong tubuh Arlan ke belakang, membuat lelaki itu terkejut bukan main.
"Lo lancang sama gue. Lo peluk gue tanpa izin," ketusku, lalu aku menjauh dan menjaga jarak pada Arlan yang tak henti-hentinya tersenyum kecut.
"Apa. Gak usah munafik Sa. Lo itu cewek murahan. Cewek murahan pantas diperlakukan apa aja." Arlan terkekeh menganggap kalimatnya itu sebagai sebuah lelucuan yang mampu menyakiti hatiku. Detik itu juga aku menampar pipi Arlan.
Plakkkkkk
Arlan meringis dengan gayanya.
"Gue bukan cewek murahan yang bisa lo anggap gampangan, kalau lo mau, lo cari sana di tempat hina, karena lo pantas disana!" tukasku, lalu aku menjauh meninggalkan Arlan yang mendadak memanggil namaku penuh arti.
"Assa." Arlan menahan lengankul.
"Maafin gue ya. Gue gak sengaja bikin lo marah." Arlan mencengkram kuat lenganku dan menatap wajahku yang menunduk. Netra ku dan Arlan bertumbukan, saat Arlan mulai mengalihkan surai rambuku yang jatuh, aku membalasnya dengan tangkisan yang kuat.
"Lo kenapa Sa?" Alis Arlan bertautan, ia tak menyangka, jika gadis itu akan menepis lengannya.
"Gue benci sama lo. Hidup gue hancur karena lo." Dada Assa bergumuruh hebat, rasanya ia ingin pergi dari dunia ini, karena hidupnya sudah tidak ada artinya.
"Hancur kenapa Sa? Lo hancur, gue lebih hancur, tapi lo puas kan. HAH?" intonasi Arlan mulai meninggi, ia mengambil alih kedua lenganku yang berusaha menutupi wajahku, akibat tangisanku yang sebentar lagi akan meledak.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA [ Selesai ] √
Teen FictionTerlahir sebagai anak yang tidak diketahui asal usulnya membuat Assa harus dibesarkan di panti asuhan. Ia diadopsi oleh keluarga kaya raya, hingga membuatnya melupakan sahabat kecilnya yang mengidap keterbelakangan mental. Saat menginjak usia remaja...