Chapter 15

61 7 0
                                    

Ting

Suara notifikasi dari hand phone Nisa mengalihkan pandangannya. Saat ini Nisa sedang membereskan bukunya kedalam tas untuk ke sekolah hari ini. Segera ia melihat isi chat dari hand phone miliknya.

Gibran :
Gue depan rumah lo, gue anterin lo sekarang

Nisa membuang napas berat. Rasanya ingin sekali gadis itu pergi bersama Gibran, namun Astrid melarangnya.

Me :
Ga usah

Nisa mematikan hand phone miliknya dan memasukkannya ke dalam tas. Kakinya melangkah menuju jendela kamarnya. Ia melihat Gibran memang berada di depan Rumahnya. "Maaf" gumam Nisa.

"NISA BURUAN TURUN! LAMA BANGET SIH" suara siapa lagi kalau bukan Astrid yang memanggil Nisa. Karena merasa terpanggil, Nisa turun menemui Astrid di ruang tamu.

Sesampainya di ruang tamu, Nisa melihat Astrid yang sudah bersiap untuk mengantarkannya. Gadis itu langsung berjalan mengikuti Astrid yang berjalan menuju garasi mobil. Rumahnya terasa sepi karena hanya ada mereka berdua. Semalam Alvi tidak pulang karena ada pekerjaan yang mengharuskannya lembur.

Astrid melajukan mobilnya setelah keduanya masuk mobil. "Kamu janjian sama dia?" tanya Astrid mengintrogasi. Ia melihat kalau Gibran sudah berada di depan gerbang rumahnya.

Nisa menutup matanya beberapa detik karena merasa lelah. "Rumah Gibran deket sama kita, terserah dia mau berhenti di mana aja. Yang jelas Nisa gak ada janji sama dia" tutur Nisa.

"Kamu pikir Mama percaya? " Astrid memiringkan senyumannya. Merasa diikuti oleh Gibran, Astrid melajukan mobilnya lebih kencang dari biasanya.

"Mah, pelan-pelan bawa mobilnya" ucap Nisa yang tidak di respon oleh Astrid dan malah menambah kecepatannya hingga Gibran kehilangan jejak.

Ciiiiiiitttt

Suara decitan rem mendadak terdengar ketika melihat seorang wanita ingin menyebrang.

Brakkk

Oh tidak, Astrid menabrak seseorang.

Nisa dan Astrid keluar dari mobilnya dan memastikan keadaan wanita berumur sekitar empat puluh tahun itu. Untung saja wanita itu terlihat seperti baik-baik saja dan hanya sedikit luka kecil di tangannya akibat gesekan dengan aspal.

"Tante Nata?" ucap Nisa setelah melihat wanita yang baru saja Astrid tabrak. "Tante gak apa-apa?" Nisa merasa khawatir dengan keadaan Nata.

"Tante gak apa-apa, ini cuma luka kecil" tutur Nata dengan senyum manisnya seraya mengusap pipi Nisa dengan niat menenangkan. Entah kenapa sentuhan itu sangat nyaman untuk Nisa. Sementara itu, Astrid tidak suka dengan Nata yang memegang pipi anaknya, segera ia menepis kasar hingga Nata mengaduh sakit.

"Mama!" ucap Nisa yang menautkan alisnya tidak paham dengan sikap Astrid. "Mama harusnya minta maaf sama tante Nata" lanjut gadis itu yang mendapat tatapan tajam dari Astrid.

"Gak usah, tante gak apa-apa kok sayang. Yaudah tante mau ke toko dulu ya" Nata mengusap pundak Nisa tidak lupa dengan senyum manis mirip seperti Nisa.

"Lukanya nanti di kasi obat ya tante, maafin Nisa" Nisa menatap sendu ke arah Nata. Astrid masih tidak suka dengan Nisa dan Nata hingga menarik Nisa masuk ke dalam mobil. Nisa berusaha menolak namun pegangan tangannya erat.

"Pokoknya Mama gak suka kalau kamu deket sama orang itu. Mama udah besarin kamu dari kecil, Mama gak mau kamu malah di ambil sama orang lain!" ucap Astrid setelah memasuki mobilnya dan menancap gas.

Nisa terkekeh kecil, "Di ambil? Maksud Mama apa? Mana mungkin juga kalau Nisa Ninggalin Mama. Mama kan Mama aku" Nisa menggeleng kecil karena perkataan Astrid.

---

Nisa memperhatikan Vella yang sedang belajar memandu acara pelepasan. Saat ini Nisa dan Vella berada di dalam kelas yang hanya di huni beberapa orang siswa.

"Nisa, gue perlu ngomong sama lo" ucap Gibran yang tiba-tiba datang entah dari mana dan menarik tangan Nisa hingga gadis itu terperanjat kaget.

Nisa melepas tangannya kasar dari pegangan Gibran. "Aku gak mau!" ia menatap tajam Gibran.

"Tapi ini penting, Lo harus tau tentang-"

"Pergi dari sini atau Nisa yang pergi!" Nisa memotong pembicaraan Gibran. Karena cowok itu masih di hadapannya, Nisa melenggang pergi dan berlari agar tidak terkejar oleh Gibran.

"Tolong bilang sama sahabat lo, kalau dia dalam bahaya!" ucap Gibran kepada Vella membuat gadis itu membulatkan matanya.

"KOK BISA?" tanya Vella yang butuh penjelasan dari Gibran.

---

Nisa berjalan menuju taman belakang sekolah yang hanya terlihat beberapa siswa yang sedang ngobrol santai di sana. Semua guru sedang rapat, mana mungkin ada yang mengajar.

Pandangannya tertuju kepada seorang wanita paruh baya yang duduk membelakanginya di salah satu kursi taman. Sepertinya itu bukan seorang guru, melainkan tamu.

"Assalamualaikum, bu" ucap Nisa setelah berada di hadapan wanita itu hingga wanita itu mendongkak seraya menjawab salam. Muka nya tidak asing lagi bagi Nisa.

"Tante Nata? Aku pikir siapa" ucap Nisa dengan senyum lebarnya.

"Nisa, kamu ternyata sekolah disini" Nata menarik tangan Nisa untuk ikut duduk di sampingnya. Tidak lupa ia selalu menampakkan senyum manisnya kepada Nisa.

"Kalau boleh tau, tante ngapain disini?" tanya Nisa penasaran.

Nata menjelaskan kalau ia kesini untuk mengantarkan seragam guru yang di pesan dari toko miliknya. Nata berada di taman ini hanya untuk menenangkan diri.

"Aku pikir tante ke sini karena mau nemuin anak tante yang sekolah disini" ucap Nisa dengan alis terangkat.

"Anak tante gak disini" Senyum Nata perlahan memudar, matanya menatap kosong seakan mengingat suatu kejadian. "Tante dulu punya satu anak perempuan, dia masih bayi dan tante kasih anak tante ke Papa kandungnya ketika tante sudah berpisah dengannya. Demi kebahagiaan anak tante, tante rela jauh sama dia. Melihat anak-anak disini, tante teringat anak tante yang mungkin sekarang sudah sebesar mereka" lanjutnya dengan senyum tipis.

"Maaf tante Nisa gak tau soal ini, maaf malah bikin tante sedih" ucap Nisa dengan mata sendunya. Nata menggeleng dan tersenyum tanda kalau ia tidak masalah berbicara tentang anaknya.

Nisa tersenyum menatap Nata, "Tapi kalau anak tante rindu sama tante gimana?"

"Gak bakal, dia udah bahagia sama keluarganya yang sekarang" Nata mengusap halus pipi Nisa.

"Tapi menurut aku, anak tante gak bakal bahagia kalau gak sama Mama kandungnya" tutur Nisa beropini.

"Sebenarnya tante sudah berusaha mencari keberadaan anak tante. Walaupun cuma melihatnya dari jauh, tante pasti bakalan seneng. Tapi mantan suami tante sudah pindah rumah dari dulu" Nata sedikit menekukkan bibirnya. Tidak ingin terlalu ikut campur dengan masalah pribadi orang lain, Nisa hanya mengangguk paham.

o0o

Masih ada konflik masa lalu yang belum terungkap tentang Astrid yang selalu bersikap seolah ia membenci Nisa.

Baca terus kelanjutannya!♡♡

Terimakasih yang udah vote setelah membaca

Anak Tunggal ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang