Ga ada yang lebih sakit dari hidup di keramaian tapi semuanya terasa hampa
–Nisa Alvia Natasha♥ ♥ ♥
"Malem gini keluyuran, mau kemana?" tanya Astrid yang tengah duduk di ruang tamu melihat anaknya melangkah menuju pintu.
"Mau ketemu Vella, Mah" jawab Nisa dengan senyum tipis.
"Vella apa Gibran? Jangan keluar! Mama udah bilang sama kamu, jangan keluar rumah selain ke sekolahan. Kalau mau ngomong sama Vella kan bisa lewat HP" tegas Astrid yang mulai bangkit dari duduknya.
"Nisa capek mah, di kekang terus sama Mama" ucap Nisa dalam hati.
Nisa menundukkan kepalanya menyembunyikan mata manisnya yang berkaca-kaca. Astrid menarik paksa tangan Nisa menuju kamar Nisa yang berada di lantai dua. Ringisan pelan terdengar dari gadis itu karena tangannya yang di pegang sangat kencang.
Astrid melepas tangan Nisa ketika sudah sampai di ruang kamar Nisa. Pandangan tajamnya tertuju tepat di manik mata anaknya. "Mama tau kamu anak baik, jadi gak mungkin kamu keluar tanpa izin dari Mama" ucap Astrid yang kemudian menutup pintu kamar Nisa dan menguncinnya.
Tidak terasa air mata Nisa meleleh begitu saja, menatap kosong seolah sedang merasakan sesak di dadanya. "Mama sayang banget ya sama Nisa" gumam Nisa dengan senyum gentir.
———
Tokk tokk tokk
Suara ketukan pintu kini terdengar di pintu rumah Nisa. Saat ini di rumah itu hanya ada Nisa dan Astrid karena Alvi sedang ada kerjaan di luar kota. Astrid yang mendengarnya pun berjalan membuka pintu.
"Ngapain kamu kesini?" tanya Astrid dengan tatapan malasnya melihat kehadiran Gibran yang terlihat sangat khawatir.
"Nisa ada di rumah kan tante? Nisa baik-baik aja kan tante? Nisa—"
"BERISIK" Serobot Astrid. "Gak penting banget sih kamu malem-malem gini cuma nanya gitu! Anak saya ada di kamarnya. Pasti tadi kamu yah, yang ngajak anak saya ketemuan? Pake ngajarin bohong, bilangnya mau ketemu Vella!" Oceh Astrid layaknya seorang ibu yang cerewet.
"Maksud tante apa? Ketemuan? Saya gak ada janji sama Nisa. Dia udah cuekin saya semenjak tante suruh Nisa jauhin saya. Saya kesini karena tadi lihat ada orang berpakaian serba hitam menyusup ke balkon menuju kamar Nisa. Saya cuma khawatir sama keadaan Nisa" jelas Gibran yang tentunya tidak Astrid percayai.
"Pake bohong segala! Bilang aja kalau kamu mau temuin anak saya" Astrid memutar bola matanya malas.
"Kalau tante gak percaya, kita cek aja keadaan Nisa sekarang"
Astrid mencari-cari kebohongan di mata Gibran tapi hasilnya nihil, ia hanya melihat kekhawatiran di dalamnya. Tapi tetap saja, Astrid yang keras kepala itu tidak mau mendengarkan apa kata Gibran.
Gibran menghembuskan napas berat, ia cukup lelah melihat tingkah laku Astrid selama ini. "Permisi tante" Gibran melangkah masuk diikuti Astrid yang tidak terima kalau cowok itu masuk tanpa izin darinya.
Gibran menaiki satu persatu anak tangga dan kini ia sampai di hadapan pintu kamar Nisa. Cowok itu memukul pintu beberapa kali menggunakan telapak tangannya yang mulai memerah. "NISA, LO ADA DI DALAM KAN? KALAU ADA DI DALAM TOLONG BERSUARA!"
Tidak ada sahutan dari Nisa, membuat Gibran semakin merasa khawatir.
"Kamu kenapa sih, jadi orang kok gak sopan banget" ucap Astrid yang baru saja ada di hadapan Gibran.
"Beri aku kunci atau aku dobrak pintunya?" ucap Gibran dengan tatapan yang serius.
Karena Astrid tidak mau Gibran merusak pintunya, wanita itu pun memberikan kunci kamar Nisa dari saku bajunya. "Awas aja kalau Nisa ada di kamar!" ancam Astrid.
"Kalau Nisa gak ada di dalam, saya gak akan maafin tante" ucap Gibran dengan menatap Astrid sekilas, lalu membuka pintunya dengan kunci.
Mata Gibran menelusuri setiap sudut kamar Nisa, namun nyatanya ia tidak melihat keberadaan gadis itu. Melihat pintu menuju balkon terbuka, cowok itu berdecak sebal karena kehilangan jejak. Ia memejamkan matanya sejenak, lalu mengacak rambutnya frustasi.
Matanya beralih menatap Astrid yang kelihatannya marah, mungkin yang wanita itu pikirkan adalah Nisa kabur dengan sengaja. "Kalau Nisa sampai kenapa kenapa, aku gak akan maafin tante." dengan tatapan dinginnya, Gibran melenggang pergi dari hadapan Astrid.
———
Gibran memasuki markas tongkrongannya yang sudah ada Kaffa dan Dika yang tengah sibuk dengan hand phone milik mereka masing-masing. Mereka bertiga memang sering begadang hingga larut malam, hingga sekarang pun masih berada di luar rumahnya. Tapi bukan untuk hal-hal yang tidak penting, melainkan membahas tugas sekolah, untuk yang mereka belum pahami ataupun karena ulah mereka yang sesekali suka bolos sekolah.
"Lo tumben jam segini baru kesini, abis pacaran dulu ya sama si Nisa?" tanya Kaffa yang masih memainkan game di tangannya. Iya memainkan game karena menunggu Gibran untuk membahas materi di sekolah yang belum di pahami.
"Nisa Hilang" ucapan Gibran membuat kedua sahabatnya mengentikan aktivitasnya.
"Anjing, lo jangan becanda" ucap Dika menatap Gibran serius.
"Gak ada untungnya jam segini becandain kalian" Gibran menyandarkan kepalanya dengan mata terutup setelah ia duduk dikursi. "Gue pusing, gak tau lagi mau cari Nisa kemana" lirihnya dengan mata tertutup.
"Kita bantu cari aja sekarang" Kaffa mengambil jaket miliknya untuk bersiap mencari Nisa, namun tangannya terhenti ketika Gibran memegangnya.
Gibran membuka matanya dan beralih menatap kedua sahabatnya. "Lo mau cari Nisa kemana? Gue tadi sempet ke markasnya Satria dan gue gak nemuin satu pun jejak tentang Nisa. Cuma Satria musuh kita saat ini kan?" ucapan Gibran membuat kedua cowok itu menganggukan kepalanya seperti orang berpikir.
"Tanya Vella udah belum? Dia kan temen yang paling deketnya Nisa" tanya Dika.
"Oh iya. tadi ketika gue tanya tante Astrid, dia bilang Nisa mau pergi dengan alasan ingin ketemu Vella. Udah tante Astrid larang dan Nisa masuk kamar lagi, tapi Nisa malah hilang gitu aja. Gue nyamperin ke rumah Nisa karena pas gue di balkon depan kamar gue, gue liat ada sekitar tiga orang berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar Nisa lewat balkon" jelas Gibran, bisa dibilang kata-kata terpanjang yang pernah ia katakan di depan teman-temannya.
"Yaudah gue telepon Vella dulu" ucap Dika yang mulai merogoh benda pipihnya dari saku celananya untuk menelepon mantannya yang baru putus beberapa minggu lalu.
"Modus lo, percuma! mana mungkin anak gadis jam segini belum tidur, yang ada lagi bobo cantik" Kaffa memukul jail kepala Dika, membuat cowok itu tidak terima.
"Syirik aja lu jokar" Dika memiringkan senyumannya.
"Apa tuh jokar?" Kaffa melipatkan kedua tangannya di dada.
"JOBLO KARATAN, Bhahahahha.... " tawa Dika menggelegar di telinga Kaffa dan Gibran. Karena Gibran merasa suara Dika mengganggu pendengarannya, ia memasukkan kacang yang belum di kupas kedalam mulut Dika hingga cowok itu tersedak.
"Uhukk uhukk.... Bunda Kaffa, abang Gibran jahat" rengek Dika membuat Gibran dan Kaffa bergidik ngeri.
o0o
Lanjut? Vote dulu sayang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Tunggal ✔
Teen FictionSeorang gadis yang berusaha kuat diatas sulitnya menjalani kehidupan dengan berjuang sendiri. Anak tunggal itu tidak mudah. harus menjadi kakak untuk diri sendiri, juga menjadi adik untuk diri sendiri. Dan yang pastinya menjadi satu-satunya harapan...