Chapter 19

55 9 0
                                    

Kaffa merangkul pundak Gibran untuk membantu cowok itu duduk di atas kasur. "Lo gak usah banyak gerak dulu. Gue tau sekarang lo lagi sakit" ucap Kaffa yang khawatir dengan kondisi Gibran.

Sebelumnya Kaffa dan Dika melihat Gibran tergeletak di lantai ruangan markas dengan kondisi tidak sadarkan diri, hingga mereka berdua membawa Gibran ke ruang kamar itu.

"Kepala gue sakit" gumam Gibran dengan suara pelan lalu membaringkan tubuhnya kembali dengan mata yang menutup sempurna.

"Ya ampun Gibran. Aku telepon dokter yah" ucap Vella sesudah membereskan beberapa buku di atas meja yang tidak sengaja Gibran jatuhkan.

"Gak usah, biar gue yang telepon" Dika merogoh hand phone miliknya di saku celananya dan segera menelepon.

"Tadi kita sempet panggil Dokter kesini. Setelah Gibran di periksa, Dokter kasi penanganan dan Dokter itu bilang kita harus  telepon dia kalau Gibran sudah sadar" jelas Kaffa yang membuat Vella mengangguk paham.

"Hallo Dok, tadi Gibran sudah sempet sadar" ucap Dika setelah teleponnya menyambung.

"Baik, saya segera kesana" jawab Dokter itu disebrang sana.

"Baik Dok" Dika memutuskan panggilannya dan kembali memasukan benda pipih itu ke dalam saku.

"Dokternya mau kesini, lo gak usah nangis" ketus Dika seraya melirik Vella yang tidak menangis sama sekali.

"Siapa yang nangis? Mata kamu buta?" tanya Vella dengan menaikan sebelah alisnya.

"Mata gue waras. Masih bisa liat lo yang khawatir sama Gibran" Dika melipat kedua tangannya di dada bidangnya.

"Bilang aja kalau kamu cemburu" Vella memiringkan senyumnya.

"Cemburu? Gak ikhlas gue, cemburu sama orang cengeng kayak Lo" balas Dika yang memutar bola matanya malas.

"DIEM! Sekali lagi gue denger kalian berantem,  gue tendang ke depan penghulu!" Ancam Kaffa membuat keduanya berhenti adu mulut.

Vella melenggang pergi begitu saja dari hadapan Dika dan Kaffa.

"Mau kemana?" tanya Kaffa yang mencekal tangan Vella yang ingin pergi.

"Nanti aku balik lagi" Vella melepaskan pegangan tangan Kaffa dan berlalu pergi dari markas.

Setelah beberapa menit mereka menunggu, kini Dokter yang di ketahui bernama Lina itu pun datang dan langsung memeriksa keadaan Gibran.

"Gimana keadaan Gibran Dok" tanya Kaffa setelah Dokter itu sudah memeriksa keadaan Gibran.

"Keadaannya mulai membaik. Nanti kalau dia sudah sadar, kalian beri dia makan dan obat. Ini obatnya" jawab Dokter itu seraya memberikan obat di dalam kantong plastik kepada Kaffa.

"Terimakasih Dok" ucap Kaffa dengan senyumnya.

"Baik, kalau begitu saya pulang sekarang. Karena ada pasien lain menunggu saya" Pamit Dokter Lina yang dibalas dengan anggukan dari Kaffa dan Dika.

Tidak selang lama, Vella kembali dengan membawa sesuatu di dalam tangannya.

"Gibran belum sadar juga?" tanya Vella yang tentunya kepada Kaffa, bukan Dika mantannya yang sekarang jadi teman adu mulutnya.

"Ngapain balik lagi? Udah kayak jelangkung aja" serobot Dika yang mendapat tatapan tajam dari Vella.

"Aku nanya sama Kaffa, ngapain nyaut sih" Vella melangkah untuk duduk di kursi yang berada di kamar itu dengan langkahnya yang pincang. Gadis itu melipat sedikit ujung celana kirinya dan memijit lembut tumit kakinya. Entah apa yang gadis itu rasakan saat ini.

Anak Tunggal ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang