Gibran, Kaffa, Dika dan Vella sekarang sedang berada di rumah sakit. Nisa sudah masuk di salah satu ruang rumah sakit dan kini keadaannya sedang di periksa oleh Dokter.
Gibran duduk di lantai depan pintu ruang rawat Nisa. Punggungnya tersandar di tembok dengan lututnya ditekuk hingga sejajar dengan dada. Mata teduh cowok itu menatap kosong kedepan seakan membiarkan pikirannya berkelana kemana-mana. Sungguh, jika terjadi apa-apa dengan Nisa, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri walaupun ia tidak tahu apa yang terjadi pada gadis malang itu.
"Gibran?" ucap seorang lelaki yang menghampirinya membuat cowok itu mendongkak.
"Om Alvi?" ucap Gibran setelah bangkit dari duduknya.
"Akhirnya kita ketemu lagi. Kamu ngapain di sini? Ada saudara kamu yang sakit?" tanya lelaki paruh baya itu dengan santai.
Gibran tersenyum masam mengingat seseorang yang berada di dalam ruang rawat itu. "Nisa. Nisa tadi pingsan pas kita ketemu Nisa di sekolah. Maaf aku gak sempat kabarin Om, soalnya tadi aku panik dan aku gak tau nomor hand phone punya Om" jelas Gibran jujur.
Alvi menghembuskan nafas kasar. "Harusnya Nisa tetap istirahat di rumah karena keadaannya sedang tidak baik"
"Emang Om kemana aja? Kemarin Nisa hilang dan tiba-tiba dia dateng dalam keadaan lemah kayak gini. Sebenarnya apa yang terjadi Om?" Tanya Gibran yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi ketika Nisa hilang.
"Maafin Om, jadi waktu itu—"
Seorang Dokter keluar dari ruang rawat Nisa, sehingga mengalihkan atensi Alvi, Gibran dan yang lainnya.
"Keluarga pasien?" tanya Dokter itu dengan sorot mata menuju Alvi.
"Saya Papa-nya Nisa, Dok. Gimana keadaan putri saya?" tanya Alvi khawatir.
"Sepertinya anak bapak kurang istirahat dan kurang asupan makan, sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatannya. Tapi Keadaan Nisa mulai membaik setelah kondisinya melemah tadi. Untung saja kalian cepat membawa Nisa ke sini sehingga Nisa bisa cepat mendapatkan penanganan untuk kesehatannya" jelas Dokter itu membuat Alvi mengangguk paham.
"Terimakasih Dok" ucap Alvi yang tersenyum tipis.
"Yasudah, saya permisi dulu" Dokter itu melenggang pergi setelah mendapat anggukan dari Alvi.
Alvi, Gibran, Kaffa, Dika dan Vella memasuki ruang rawat Nisa.
"Nisa, gimana? Udah membaik? Lo mau apa? Mau buah? Apa mau bubur? Atau mau minum jus? Mau jus apa?" tanya Gibran beruntun setelah cowok itu berada di samping Nisa yang sedang tersenyum mendengar ucapan Gibran. Gadis itu sangat pucat dengan mata sayu nya.
"Kalau nanya satu-satu atuh, kasian Nisa-nya" ucap Kaffa yang berada di samping Gibran.
Nisa tersenyum melihat Gibran yang sedang menatapnya. "Aku cuma mau kamu. Gibran... Kangen" ucap Nisa membuat Gibran tersenyum dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Anak Papa udah mulai suka sama cowok nih?" tanya Alvi membuat Nisa menoleh ke arahnya.
"Papa... Bukannya lagi jagain Mama?" tanya Nisa membuat Gibran mengerutkan dahinya penuh tanya.
"Kenapa tante Astrid harus di jagain, tante Astrid sakit?" tanya Gibran kepada Alvi.
"Kalau waktunya tepat, Om bakal jelasin semuanya. Sekarang kita fokus dulu sama kesehatan Nisa" ucap Alvi membuat Gibran mengangguk paham.
"Yaudah, Papa pergi dulu ya sayang" Alvi mengecup dahi anak semata wayangnya. "Kamu bisakan jagain anak saya sebentar?" lanjutnya bertanya pada Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Tunggal ✔
Teen FictionSeorang gadis yang berusaha kuat diatas sulitnya menjalani kehidupan dengan berjuang sendiri. Anak tunggal itu tidak mudah. harus menjadi kakak untuk diri sendiri, juga menjadi adik untuk diri sendiri. Dan yang pastinya menjadi satu-satunya harapan...