Syanas dan Gibran kini sudah sampai di rumah sakit. Perlahan Syanas membuka pintu ruang rawat Nisa. Jam menunjukkan pukul sembilan malam dan Nisa belum tertidur saat ini. Suster yang menunggu Nisa sudah tidak menjaga gadis itu sejak Suster itu berpapasan dengan Gibran di koridor rumah sakit.
"Tante?" Nisa berusaha untuk duduk setelah dirinya terbaring di tempatnya. Kini Syanas berada di sampingnya dengan membawa buah dan langsung Syanas letakkan di meja samping gadis itu.
"Udah jangan bangun, kamu masih sakit jangan banyak gerak dulu" ucap Syanas khawatir, tapi gadis itu tetap duduk.
"Nisa udah mulai sembuh, tante. Besok juga sudah boleh pulang" Nisa tersenyum hingga Syanas mengangguk paham.
"Kenapa bisa sakit, sayang? Pasti gara-gara anak tante" ujar Syanas membuat Gibran yang berada di sampingnya itu tak terima.
"Enak aja! Anak Mama ini baik" gerutu Gibran.
Nisa terkekeh kecil melihat ekspresi Gibran seperti anak kecil di depan Mama-nya. "Mungkin Nisa kurang jaga kesehatan, tante. Makanya Nisa sakit" Alibi Nisa.
"Gimana sih Gibran! Nisa dijagain dong, ingetin kalau dia belum makan" Bukan Nisa yang Syanas nasihati, melinkan Gibran anaknya sendiri. Ibu yang satu ini memang beda.
"Kok malah Gibran yang di salahin!" ucap Gibran tak terima.
"Kamu kan pacarnya. Ya, kamu harus bertanggung jawab sama kesehatan calon menantu Mama" Jawab Syanas membuat Nisa dan Gibran diam mati kutu. Baru saja Syanas mendengar nama Nisa di kehidupan anak bungsunya sudah di sebut calon menantu.
"Kita belum pacaran Mah. Mama jangan ngada-ngada!" Gibran melipat kedua tangannya di dada.
"Oh belum, berarti mau dong" Syanas menaik-turunkan alisnya berniat menggoda kedua remaja itu. "Kalau kalian pacaran, Mama bakal jadi orang pertama yang mendukung hubungan kalian" ujar Syanas secara blak-blakan.
"Mama...." Gibran membulatkan matanya berniat mengehentikan ucapan Mama-nya yang membuatnya malu di hadapan Nisa.
Syanas dan Nisa tertawa melihat ekspresi Gibran. Bukannya ekspresi yang membuat Syanas takut, melainkan muka lucu yang Gibran perlihatkan karena matanya yang sipit berusaha di besar-besarkan.
"Haha, muka kamu lucu" Ucap Nisa membuat pipi Gibran jadi memerah jambu.
———
Motor Gibran saat ini sedang membelah jalanan yang tidak terlalu macet untuk mengantarkan Mama-nya pulang dari rumah sakit. Syanas yang berada di boncengan Gibran itu terlihat anteng menikmati semilir angin malam yang menerpa rambut sebahunya. Syanas pergi menggunakan motor? Tepat sekali. Itu atas permintaan dirinya sendiri. Usianya sudah empat puluh tahun, tapi jiwa mudanya masih melekat di dalam diri wanita beranak dua itu.
Perlu kalian ketahui kalau memang wajah Syanas itu masih awet muda. Hingga siapapun yang melihat Gibran dengan Mama-nya itu seperti melihat kakak dan adik, bukan lagi ibu dan anaknya.
Motor Gibran kini sudah sampai di depan rumahnya dengan selamat. Syanas menuruni motor itu dengan tubuh yang tidak bersemangat. Mungkin Syanas mengantuk? Sekarang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, ia terlalu asyik bercerita kepada Nisa tentang masa mudanya hingga ia lupa waktu.
"Mama ngantuk? Udah loyo gitu mukanya" tanya Gibran kepada Syanas yang sedang membuka helm yang di kenakan wanita itu. Bukannya mengangguk tapi Syanas malah menggelengkan kepalanya cepat.
"Mau naik motor lagi" gerutu Syanas layaknya anak kecil yang meminta jalan-jalan.
Gibran menghembuskan napas berat. Ia terheran-heran, terbuat dari apakah Mama-nya itu?
"Sekarang jam berapa Mah? Jangan ngada-ngada! Aku aja yang cowok udah capek, ngantuk, males, pengen tidur, pengen nemenin Nisa" ucap Gibran yang tak kalah olengnya.
"Yaudah sana. Jagain Nisa, jangan sampai kenapa-kenapa! Awas aja kalau kamu sakitin calon menantu Mama. Kalau sampai Nisa kenapa-kenapa, Mama kutuk kamu jadi batu!" ancam Syanas membuat Gibran menganggukan kepalanya paham.
"Y" jawab Gibran seraya mulai mengegas motornya.
———
Gibran dan Kaffa berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang rawat Nisa. Ketika Gibran sedang di perjalanan menuju rumah sakit, tiba-tiba Kaffa menghentikan motor Gibran dan menawarkan diri untuk ikut menjaga Nisa.
Gibran membuka pintu ruang rawat Nisa, diikuti Kaffa yang mengikutinya di belakang.
"Kok belum tidur?" tanya Gibran membuat Nisa terkejut dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba masuk. Gadis itu memang sedang melamun sendiri dengan tubuhnya yang sedang terduduk anteng di brankar.
"Belum ngantuk" Jawab Nisa dengan senyum tipis yang terukir di bibir pucatnya.
"Suster yang jagain lo kemana?" tanya Gibran ketika melihat Nisa hanya seorang diri.
"Barusan keluar. Tadinya aku mau tidur, tapi gak bisa" jawab Nisa apa adanya.
"Udah malem loh Nisa. Mendingan tidur, biar lo cepat sehat. Kalau sehat, nanti kita bisa main bareng" ucap Kaffa dengan mata teduhnya. "Lo tidur ya! Gue jagain di sini" lanjut Kaffa yang mulai melangkah untuk duduk di sofa ruangan itu.
"Tidur!" titah Gibran membuat Nisa menurut untuk membaringkan tubuhnya.
"Matanya tutup dong" ucap Gibran yang melihat Nisa masih membuka matanya.
"Gak bisa, gak ngantuk" gerutu Nisa membuat Gibran menghembuskan napas berat.
Gibran duduk di satu kursi yang berada tepat di samping Nisa. Tangannya mengusap-usap lembut alis gadis itu agar Nisa bisa tertidur pulas dan bisa beristirahat. Usapan tangan Gibran sangat halus, hingga mampu membuat Nisa mulai mengantuk.
Tangan Nisa menutupi mulutnya sebentar ketika dirinya menguap. Perlahan matanya memejam sempurna dengan senyum tipis yang terukir di bibir Nisa.
"Udah tidur" Gibran tersenyum dengan perasaan lega. "Cantik banget kalau lagi tidur" gumam Gibran yang sedang melihat setiap ukiran wajah milik Nisa itu.
"Masih bisa gue denger" ucap Kaffa yang memang mendengar ucapan Gibran ketika mengucapkan kata 'cantik' kepada Nisa.
Gibran menatap sinis ke arah Kaffa. "Lupa kalau ada nyamuk" ucap Gibran seraya terkekeh pelan.
"Lebih ke cicak sih" ucap Kaffa dengan nada malasnya.
Gibran melangkah ke arah Kaffa dan duduk di sebelah cowok yang sedang menyenderkan kepalanya di sofa itu. Ekspresi Gibran seketika berubah menjadi lebih serius. "Kira-kira apa ya, masalah Nisa sampai dia kayak gitu. Kita ketemu dia dalam keadaan nggak baik-baik aja, terus tadi Nisa susah tidur. Kayak lagi mikirin masalah aja gitu" ucap Gibran beropini.
"Gue juga heran. Tapi ya balik lagi sama hukum alam, bahwa semua manusia di dunia ini gak selamanya hidup selalu bahagia" ucap Kaffa yang sedang memandang langit-langit ruangan itu.
"Tumben lo bijak" ketus Gibran membuat Kaffa ingin sekali memukul kepalanya. Gibran yang mengajak serius Gibran juga yang mulai mengajak becanda.
"Iyalah bijak, sampai bijak juga dalam hal memilih cewek yang sedang mengantre jadi pacar gue" ucap Kaffa mendramatis membuat Gibran ingin muntah.
"Mengantre jadi pacar lo? Lagi mimpi?" tanya Gibran yang menaikkan sebelah alisnya.
"Bukan mimpi, lebih ke halu aja sih" jawab Kaffa apa adanya.
"Goblok dipelihara!" ketus Gibran membuat Kaffa mengerutkan dahinya. "Dasar batu, gak bisa di ajak becanda" dengus Kaffa.
————
Kalau udah baca, jangan lupa Vote!♡♡
Tertanda CEO SQUERE
reginnaofficial
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Tunggal ✔
Teen FictionSeorang gadis yang berusaha kuat diatas sulitnya menjalani kehidupan dengan berjuang sendiri. Anak tunggal itu tidak mudah. harus menjadi kakak untuk diri sendiri, juga menjadi adik untuk diri sendiri. Dan yang pastinya menjadi satu-satunya harapan...