Chapter 30

50 7 0
                                    

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Gibran kembali masuk ke dalam ruang rawat Nisa setelah ia sempat pergi satu jam lalu untuk pulang ke rumahnya.

Dilihatnya seorang gadis cantik yang tengah membenamkan matanya dengan tubuh yang berbaring di atas brankar. Menatap gadis itu sangat teduh membuat Gibran tersenyum manis melihatnya.

Perlahan tangan milik Gibran mengusap helaian rambut Nisa setelah ia sampai di samping tempat tidur gadis itu. Keningnya mengerut seketika melihat Nisa yang sedang tertidur itu tiba-tiba tersenyum.

"Lo gak tidur?" Tanya Gibran yang terkejut seraya menjauhkan tangannya dari Nisa. Gadis itu membuka matanya dengan senyuman yang masih melekat di bibirnya.

"Nggak. Ngapain tidur, kan masih pagi." Jawab Nisa yang mulai bangkit dari tidurnya dan beralih duduk. Jawaban Nisa yang benar nyatanya itu membuat Gibran menghembuskan napas panjang.

"Ngapain ngelus kepala Nisa?" Goda Nisa seraya terkekeh. Andai saja Nisa bisa melihat, maka ia akan melihat ekspresi Gibran yang gugup saat ini.

"Tadi ada daun nempel." alibi Gibran.

"Perasaan dari tadi aku di sini terus, mana ada pohon disini!" Protes Nisa seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Gibran berdehem dan mencoba berpikir keras untuk mencari topik pembicaraan lain agar Nisa tidak membuatnya gugup seperti ini.

"Sekarang tanggal delapan, ulang tahun lo tanggal berapa?" tanya Gibran.

"Tanggal sebelas. Sebenarnya aku lupa kalau sebentar lagi aku ulang tahun, makasih udah ngingetin Nisa." Jawab Nisa yang di balas dengan anggukan dari Gibran.

"Tanggal sebelas, bulan sebelas. Tanggalnya cantik kayak orangnya." Beo Gibran tanpa sadar.

"Hum?" tanya Nisa meminta pengulangan dari Gibran untuk memastikan dirinya salah dengar atau tidak.

"Ng-nggak ada." Gibran menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Terdengar suara pintu terbuka menampakkan dua wanita paruh baya berjalan ke aras Gibran dan Nisa. Gibran yang tidak menyadarinya itu terkejut ketika wanita itu saat ini berada di sampingnya.

"Mama?"

"Nisa cantik, keadaan kamu makin membaikkan?" Syanas yang kini berada di samping Nisa, kini mengelus pundak gadis itu dengan lembut.

"Keadaan Nisa, baik. Maaf tante ini siapa ya?" Tanya Nisa yang memang tidak bisa melihat siapa yang datang menghampirinya.

"Nama tante, Syanas. Mama-nya Gibran." Jawab Syanas menunjuk dirinya sendiri membuat Nisa mengangguk paham.

"Tante dari tadi di sini?" Nisa memang tidak mendengar suara Syanas sebelumnya.

"Nggak, tante baru datang. Tante datang ke sini bareng teman tante, namanya Nata. Kita mau jenguk kamu." ujar Syanas.

Nata mendekat ke sebelah kiri Nisa dan mengelus pelan puncak kepala Nisa. Wanita itu tersenyum damai menatap Nisa yang kini tersenyum juga.

"Kamu masih ingat sama tante? Tante pernah nganterin baju pemberian dari Gibran itu loh." ucap Nata membuat Nisa sedikit berfikir untuk mengingat-ingat pertemuannya dengan wanita paruh baya itu.

"Oh, tante Nata yang itu. Kita udah pernah ketemu beberapa kali. Makasih tante Nata udah mau jenguk Nisa, tante Syanas juga terimakasih." ucap Nisa seraya tersenyum.

Alvi memasuki ruang rawat Nisa membuat semua orang yang berada di dalamnya itu menoleh ke arahnya. Laki-laki itu sedikit tertegun melihat orang-orang yang berada di sana karena ia kira hanya ada Nisa dan Gibran.

"Om Alvi. Kenalin ini Mama aku dan ini tante Nata." ucap Gibran memperkenalkan.

Alvi pun memberikan senyuman dan bersalaman dengan Syanas. "Saya Ayah dari putri saya, Nisa." ucap Alvi dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Syanas.

Tatapan Alvi beralih menatap Nata yang berada di samping Nisa. Senyuman yang terukir di bibirnya kini hilang seketika seakan melihat seseorang yang sudah ia kenal sebelumnya.

"N-Nata?"

"Mas Alvi?"

———

Nata menuruni mobil milik Syanas yang tadi ia tumpangi. Wanita itu baru saja pulang dari rumah sakit dan sekarang sudah berada di depan toko butik miliknya. Nata dan Syanas pun saling melambaikan tangan tanda sampai jumpa, hingga kini mobil Syanas pergi dari tempat itu.

Hujan deras kini melanda tempat itu. Segera Nata ingin memasuki tokonya untuk berteduh. Ketika Nata membalikkan tubuhnya, tidak sengaja wanita itu menabrak seorang laki-laki yang entah sejak kapan berada di sana.

Tubuhnya sekarang sangat dekat dengan laki-laki itu. Aroma tubuh dari laki-laki itu seperti tidak asing baginya. Ia mendongkak untuk melihat siapa laki-laki yang ia tabrak tadi.

Laki-laki itu tiba-tiba mendekap tubuh Nata dalam pelukannya. Sebuah pelukan hangat, kerinduan, kasih sayang, semua terurai di sana.

"Nata, kamu kemana aja selama ini?"

Mata Nata tidak kuat lagi untuk menahan air yang menggenang di matanya. Beberapa tetes air mata lolos membasahi pipinya bersamaan dengan air hujan. Wanita itu membalas pelukan laki-laki yang tak lain adalah Alvi, ayah kandung Nisa sekaligus mantan suaminya.

"Jadi anak aku itu Nisa?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Nata yang sesekali terdengar isakan tangisnya. Keduanya pun mengurai pelukannya dan saling menatap satu sama lain di tengah derasnya hujan.

Alvi mengangguk menyetujui perkataan Nata yang berkata Nisa adalah anaknya, lebih tepatnya anak mereka berdua. Alangkah terkejutnya Nata ketika mengetahui hal itu, pantas saja ketika melihat Nisa perasaannya sangat berbeda.

"Terimakasih kamu sudah merawat anak kita dengan baik."

Nata menatap mata sendu milik Alvi yang menatapnya. Tatapan itu mengingatkannya tentang kejadian belasan tahun lalu, dimana ia memberikan Nisa kepada Alvi tepat saat usia Nisa dua tahun.

Pada saat itu, dua bulan sejak mereka menikah, orang tua Alvi tidak mendapatkan kabar baik tentang kehadiran cucu pertamanya dan malah mendapatkan kabar dari seorang dokter yang mengatakan bahwa Nata tidak akan bisa memiliki keturunan.

Alvi adalah anak tunggal sehingga kedua orangtuanya tidak mau kalau Alvi menikah dengan seorang wanita yang tidak akan pernah memberikannya cucu. Alhasil orangtua Alvi mengusir Nata dan menyuruh Alvi bercerai dengan anaknya.

Dua tahun lebih setelah Alvi bercerai dengan Nata yang tidak ia ketahui lagi dimana keberadaannya, Nata datang membawa Nisa kecil datang ke rumahnya yang sudah diisi oleh Astrid selaku istrinya.

Nata menitipkan Nisa kecil kepada Alvi karena ia tidak sanggup untuk membiayai semua kebutuhan Nisa, ia rela jauh dari anaknya demi anaknya bisa mendapatkan fasilitas lengkap dari ayah kandungnya, dan setelahnya ia menghilang dari kehidupan Alvi karena ia sadar kalau Alvi sudah memiliki istri yang sudah orangtuanya pilih.

Hasil diagnosa dokter waktu itu salah, membuat semua orang mempercayai kalau Nata tidak akan bisa memiliki anak. Padahal waktu itu Nata sedang mengandung anak Alvi dan ia tidak menyadarinya.

Nata kembali ke kota itu sekarang ketika ia sudah sukses membuat toko butik sendiri. Ia sangat ingin menjumpai anaknya walaupun ia sering berfikir apakah anaknya pantas menganggapnya ada setelah ia membiarkannya di asuh oleh Alvi tanpa kehadiran dirinya.

——◌——

Gimana? Gimana?

Aku akan sering update kalau kalian selalu Vote setiap Chapter cerita aku yang kalian baca.

Karya aku selanjutnya setelah Anak Tunggal,
Adalah cerita ELVINORUBY yang akan di publikasikan Desember mendatang!

See you 🌈👑🌞💫🕊🧚‍♀

Anak Tunggal ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang