Gibran mulai bangkit setelah tubuhnya sejajar dengan jalanan. Untung saja cowok itu sudah berada di depan markas tongkrongannnya. Dengan perlahan ia mengangkat motor yang cukup berat dan memarkirkan motor itu di halaman markas.
Tidak sengaja ia melihat orang berpakaian serba hitam mengawasinya di sebrang sana. Senyum miring kini tercetak di bibir orang misterius itu. Sebagian mukanya tertutupi topi dan saat ini masih hujan deras, hingga Gibran tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.
Baru saja Gibran ingin menghampiri orang itu, namun kepalanya terasa pusing, badannya terasa lemas dan penglihatannya mulai blur. Ia tidak mungkin menghajar orang itu dalam keadaannya seperti ini.
Dengan susah payah cowok itu masuk ke dalam markas. Jalannya sempoyongan dan rasanya kaki jenjang miliknya tidak lagi mampu menopang tubuhnya. Sakit di perut dan kepalanya kini menjalar membuat cowok itu menutup matanya sempurna setelah tubuhnya ambruk di lantai ruangan markas yang tidak berpehuni.
———
Saat ini sudah menunjukan pukul lima sore. Dika dan Kaffa berniat untuk nongkrong bersama Gibran, namun dari tadi siang ketika mereka membujuk Gibran untuk makan tapi Gibran malah pergi entah kemana. Keduanya pun memutuskan untuk menemuinya langsung di rumahnya.
"TANTE CANTIK, GIBRAN NYA ADA?" ucap Kaffa yang memasuki pintu gerbang rumah Gibran dan mendapati Syanas yang sedang menyiram tanaman.
"Pasti tante cantik suruh gibran jadi anak rumahan ya tante. Jangan gitu dong tan, nanti cantiknya hilang" ucap Dika menekukan dagunya. Dika dan Kaffa memang hobinya menggoda Syanas dengan sebutan 'cantik'. Mereka berdua sudah menganggap Syanas ibunya sendiri karena sangat akrab dengan Syanas yang ramah dan baik.
"Heey tante gak pernah suruh Gibran jadi anak rumahan. Tante pikir, Gibran masih sama kalian. Terakhir kali liat Gibran itu pas pagi berangkat sekolah, sayang" ucap Syanas yang masih sibuk memberikan air pada tanaman bunga kesayangannya.
Dika dan Kaffa saling menatap bingung. "Sejak tadi siang, Gibran gak sama kita" ucapan Dika yang membuat Syanas menghentikan aktivitasnya.
"Maksud kamu, Gibran lagi jalan sama cewek sampe ga bisa nongkrong cantik sama kalian?" tanya Syanas yang menaikkan sebelah alisnya.
"Gimana mau jalan sama cewek, Nisa nya aja lagi di telan bumi" gumam Kaffa yang masih bisa terdengar samar oleh Syanas, hingga wanita paruh baya itupun membulatkan matanya.
"APA?"
Dika terperanjat kaget mendengar suara Syanas dengan nada tingginya. "Kaffa ngelantur tante. Biasalah, dia kan suka becanda" jelas Dika membuat Syanas membuang napas lega.
"Terus anak tante kemana?" tanya Astrid membuat Dika dan Kaffa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Mungkin di markas, yaudah kita pamit pergi ya tante" ucap Dika yang di balas dengan anggukan dari Syanas. "Bilang sama Ibran, suruh pulang! Kalau nggak, tante jewer"
Dika dan Kaffa melenggang pergi menaiki motornya masing-masing yang berada di depan gerbang rumah Gibran. "KALAU GIBRAN GAK MAU GIMANA TANTE CANTIK?"
Syanas berkacak pinggang. "KALAU GAK MAU NANTI KAMU YANG BAKAL TANTE JEWER" Dika terkekeh memikirkan nasib Kaffa selanjutnya jika Gibran tidak pulang.
Sebuah keuntungan Kaffa, ia bersebelahan dengan Dika yang sedang terkekeh ria hingga ia bisa memukul kepala Dika dengan sesuka hatinya.
"Apa lo?!" ucap Kaffa melihat Dika yang sudah memperlihatkan muka kesalnya.
———
Matahari kini sudah tidak terlihat menandakan waktu sudah malam. Vella menuruni taksi yang ia tumpangi setelah ia berada di depan markas. Kakinya yang dibaluti celana panjang itu melangkah ke arah markas.
"Hallo Kaf, Dik" Vella menghampiri Kaffa dan Dika dengan muka lugunya. "Tadi Viola bilang, kalian nyariin aku. Ada apa?" lanjutnya yang membuat kedua cowok itu menghentikan aktivitasnya yang sedang bermain game di markas itu.
"Iya. Lo kemana aja sih? Nisa ada sama lo kan?" tanya Kaffa dengan tatapan serius.
"Tadi aku abis ngurusin surat pindahan sekolah sama Papa. Kok kalian nanyain Nisa ke aku, emang Nisa kemana?" tanya Vella yang masih tidak mengerti dengan arah pembicaraan penculikan Nisa.
"Ga usah so polos deh lo, gak usah di bego-begoin tuh muka. Gue tau kalau lo yang sembunyiin Nisa, karena lo gak maukan kalau Nisa di perhatiin sama kita-kita?" ucap Dika membuat gadis itu mengerutkan dahinya tidak paham.
"Maksud kamu Nisa hilang?" tanya Vella tidak percaya.
"Anjing! Lo gak usah begoin kita. Kembaliin Nisa sekarang!" ucap Dika yang sudah mulai emosi. Melihat Dika yang menatap tajam ke arah Vella, Kaffa menepuk pelan pundak cowok itu dengan maksud menenangkan.
"Kok lo malah nge-gas sih. Gue sama sekali gak tau kalau Nisa hilang, apalagi nyembunyiin Nisa. Lo pikir gue gabut banget sampe nyembunyiin anak orang!"
Dika dan Kaffa bangkit dari duduknya. "Karena lo adalah orang yang terakhir kali Nisa hubungin. Ya pasti lo pelaku penculikan Nisa!" Dika menunjukkan telunjuknya ke arah Vella.
Vella menatap Dika tak percaya, lalu beralih menatap Kaffa. "Kaffa, jelasin sama dia kalau aku gak pernah nyembunyiin Nisa" ucap Vella dengan mata berkaca-kaca menunjuk Dika.
"Terakhir kali aku hubungin Nisa itu malam tadi dan itu juga karena aku mau minta anter beli barang. Aku gak punya temen yang bisa aku ajak pergi. Viola adik aku lagi sakit, orang tua aku sibuk dan aku udah kehilangan Dika yang aku kenal. Aku cuma bisa ngajak Nisa. Dan malam itu juga Nisa gak bisa aku ajak pergi karena tante astrid larang. Kaffa, Tolong kasih tau orang itu kalau aku gak terlibat dalam penculikan Nisa!" Tidak terasa air mata Vella keluar begitu saja setelah menjelaskan semuanya.
Dika mengusap rambutnya kasar setelah mendengar penjelasan dari Vella.
"Lo gak ada rasa kan sama Nisa, sampe berani bentak Vella kayak gitu?" Kaffa menatap Dika menginterogasi.
"Apa jangan-jangan yang nyembunyiin Nisa itu kamu Dika? Dan malah nuduh aku?" ucap Vella yang sedang mengusap jejak air mata di pipinya.
"Kalian berdua nuduh gue?" Ucap Dika menunjuk dirinya sendiri.
Vella mengedikan bahunya acuh. "Bisa jadi"
"Gak usah ngada-ngada deh lo bangsat!" Dika menatap nyalang ke arah Vella.
"Udah salah malah nyalahin orang lain, huhh!" Vella memiringkan senyumannya seraya menatap Dika.
"Kalian kok jadi saling tuduh? Udah deh, kalau mau berantem urusan rumah tangga itu jangan di depan gue dong. Pusing gue dengernya" ucap Kaffa yang mendapat tatapan tajam dari Dika dan Vella. Bisa bisanya di saat seperti ini, Kaffa masih bisa bercanda.
Brakkk
Suara barang jatuh itu membuat ketiganya mengalihkan pandangannya ke sumber suara yang berasal dari kamar markas itu.
Vella mengerutkan dahinya setelah melihat seseorang di ruang kamar itu karena pintunya sedikit terbuka.
"Gibran kenapa?" ucap Vella seraya masuk diikuti oleh Kaffa dan Dika.
————
Vote dulu sebelum lanjut!♡♡
Buat cerita kayak gini emang harus nunggu mood baik dulu. So, gapapalah kalau update agak lama hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Tunggal ✔
Teen FictionSeorang gadis yang berusaha kuat diatas sulitnya menjalani kehidupan dengan berjuang sendiri. Anak tunggal itu tidak mudah. harus menjadi kakak untuk diri sendiri, juga menjadi adik untuk diri sendiri. Dan yang pastinya menjadi satu-satunya harapan...