39. Sebuah Kenyataan

43 2 0
                                    

Rara berdiri menunggu angkot dengan langkah malas, rasanya dia tidak ingin masuk sekolah, tidak ingin melihat wajah Adit yang membuatnya susah tidur semalaman. Sampai saat ini bayang-bayang wajah Adit memenuhi isi kepalanya.

"Rasanya ingin hilang ingatan saja" umpat rara.

Byuurr...

"Woi, sialan.... Buta ya? Gak liat apa kalao gue berdiri disini!!" gerutu rara ketika sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melintas di depannya, sehingga membuat sisa air hujan yang tergenang di trotoar mengenai rara.

"Sial" teriak rara kesal mendapati rok, baju dan kaos kakinya terkena cipratan air hujan.

***

"Lo kenapa?" Tanya vanya memperhatikan penampilan rara yang sedang dikit kucel.

"Kecipratan mobil" jawab rara datar dengan wajah masam.

"Sini gue bantu bersihin" vanya mengeluar- kan tissue dari dalam tasnya.

"Makasih" jawab rara dengan nada datar.

Rara bengong memandangi pintu kelas, seketika lamunannya buyar saat Adit melangkah masuk dengan tatapan lurus tanpa melihat ke arahnya. Rara dengan cepat menundukkan kepalanya, mengatur nafasnya yang kembali terasa sesak.

"Mau kemana?" Tanya vanya pada rara yang kini berdiri dari kursinya.

"Kelas cici" rara berlari meninggalkan vanya.

"Tumben, main ke kelas gue. Kenapa?" Tanya cici ketika rara mendudukan diri di kursi sampingnya yang memang masih kosong, karena tiara belum datang.

"Gpp, gue males di kelas" jawab rara membenamkan wajahnya ke atas meja.

"Fokus, bentar lagi ujian" Ingat cici

"Lo bawel, kata-kata lo sudah kayak adit!!" rara berkata sesukanya, entah kenapa nama lelaki itu lagi yang harus dia ucapkan.

"Apa?" Tanya cici ingin mendengar ulang perkataan rara.

"Dah gue mau masuk kelas, udah bel" rara bangun dari tempat duduknya, kembali ke kelas.

Jam istirahat

"Woi... Makan!" Suruh indira yang sedari tadi memperhatikan rara hanya mengaduk aduk makanannya.

"Gak laper gue" jawab rara melepaskan sendoknya.

Cici menghembuskan nafas pelan, gerah melihat sikap rara.

"Liatin apa mereka" gerutu vanya melihat beberapa perempuan yang berdiri memenuhi jendela ruang seni yang terbuka.

Kantin mereka memang berada di belakang ruang seni. Jadi jika ada kegiatan dari ruang seni, bisa di lihat dari kantin melalui jendela yang memang selalu terbuka jika ruangan itu sedang di gunakan.

"Gak tau" jawab Indira ikut memanjangkan lehernya ingin tau.

"Kesana yuk liat" ajak cici kini berdiri dari tempat duduknya.

"Gak cukup liat dari jendela, lo gak liat itu udah sesak sama orang" tunjuk indira.

"Ya udah kita liat langsung dari depan, kalo perlu kita masuk ke dalem" seru vanya yang begitu antusias.

"Itu kayaknya lagi ada yang main band di dalem deh" ujar rara ketika mendengar suara alat musik terdengar begitu keras dari luar.

"Aah, jangan-jangan ada kak fahri ra" teriak vanya

"Buruan" cici ikut histeris menarik tangan rara menerobos beberapa orang ingin masuk ke dalam ruangan seni.

Bruk...

SATU NAMA, SEBUAH CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang