6 | Bad Day

65 15 16
                                    

Hallo guys🤗
Jumpa lagi sama Keina, Alga, dan Talitha.
Btw hari ini ada kejadian apa lagi, ya?

"Waduh maaf Dek, angkotnya mogok," ucap sopir angkot sambil menggaruk kepalanya.

"Yah, terus gimana dong, Pak?" tanya Keina dengan mata terbelalak.

"Ya gimana, Dek? Namanya juga mogok. Saya nggak bisa anterin sampe tempat tujuan. Kalian nggak usah bayar nggak papa, Dek." Pak sopir membalikkan badannya menatap mereka bertiga.

"Ya udah, Na. Yuk kita turun!" Talitha beranjak dari tempat duduk penumpang dengan mengenakan tasnya dan turun dari angkot. Diikuti oleh Alga dan Keina dengan wajah yang masih kebingungan.

"Terus kita sekarang gimana? Kayaknya udah nggak ada angkot lagi, deh. Sepi banget soalnya." Keina mengamati jalanan tempat melintasnya berbagai kendaraan.

"Ya udah kita jalan kaki aja kalo gitu. Daripada nungguin yang nggak pasti, 'kan?" ujar Talitha.

Alga hanya bisa mendengus kesal.


"Ya udah kalo gitu, ayok! Nanti kalian bisa mampir dulu ke rumahku, kan kemarin nggak jadi."

Mendengar hal tersebut Alga dan Talitha seakan mendadak mendapat sokongan tenaga untuk berjalan kaki.

"Wah, boleh banget!" seru Alga bersemangat.

Tiga anak yang masih mengenakan seragam SMP dari masing-masing sekolahnya ini mulai berjalan kaki. Akan sangat melelahkan jika dilewati dengan keterpaksaan. Tetapi mereka menyusuri jalan dengan penuh semangat disertai canda tawa, itulah yang membuat perjalanan begitu menyenangkan. Begitulah anak muda yang seharusnya. Generasi bangsa dengan penuh semangat meraih cita-cita, bukannya hanya sibuk dengan berbagai persoalan cinta. Cinta memang tidak bersalah. Tidak sama sekali. Tetapi sering kali cinta membuat seseorang melupakan masa depan yang cerah.

Empat puluh tujuh menit berlalu. Tiga anak SMA ini sampai di depan rumah Keina.

"Assalamu'alaikum." Keina melangkah masuk ke dalam.

"Yuk Al, Tha, masuk!" ajak Keina.


Alga memutar bola matanya malas, mengamati Talitha yang sibuk melepas dan meletakkan sepatunya di teras rumah Keina.

"Kebiasaan lama." Alga masuk ke dalam rumah Keina lebih dulu.


"Wa'alaikumussalalm. Wah,ini temen-temennya Keina, ya?" tanya Winda dengan ramah.

"Iya, Tante." Alga dan Talitha mencium tangan Winda.

"Panggilnya Bunda aja, biar lebih akrab," Winda tersenyum, "eh, duduk dulu, biar Bunda buatin minum." Winda pun berlalu untuk membuat tiga gelas minuman segar.

"Bunda?" ucap Alga dan Talitha bersamaan dan saling menatap bingung.

Keina terkikik. "Udah, nggak papa kok."

Tak lama Winda kembali dengan tiga gelas jus jeruk. Memberikannya kepada tiga anak yang terlihat sangat kelelahan.

"Makasih Bunda," ucap Keina, Alga, dan Talitha bergantian.

"Bun, tadi kita jalan kaki, loh," ucap Keina lagi.

"Loh, kok bisa?" Winda terkejut. "Emang angkotnya ke mana?"

"Angkotnya mogok, Bun," jawab Alga sambil meletakkan gelasnya di atas meja.

"Pantesan kalian kelihatan capek banget. Ya udah, istirahat aja dulu, ya. Alga sama Talitha juga istirahat dulu aja di sini."

"Makasih, Bunda," ucap Talitha.


"Iya, sama-sama. Kalian ngobrol dulu, ya. Bunda mau ke dapur sebentar." Winda tersenyum sebelum melangkahkan kaki menuju dapur.

"Beruntung banget lo, Na. Punya orang tua seperhatian Bunda." Alga masih menatap Winda yang tengah berjalan menuju dapur.

Talitha melirik Alga iba, menepuk pundaknya pelan. Dia tahu betul kehidupan Alga sejak kecil.

"Iya, aku beruntung banget punya bunda sama ayah yang perhatian sama aku." Keina tersenyum haru.

Kok Alga ngomong gitu, ya? Emmm tapi ya udah, aku nggak boleh terlalu kepo. Takutnya jadi menyinggung perasaan Alga, batin Keina.

"Eh, emang lo anak tunggal ya, Na?"

"Nggak Tha, aku anak bungsu dari dua bersaudara. Kakakku, Kak Zein lagi kuliah di Amerika."

"Wah, keren! Bisa ke luar negeri," sahut Alga bersemangat.

Hari sudah menunjukkan pukul lima sore. Talitha dan Alga sudah berpamitan kepada Winda dan Keina untuk pulang.

"Kapan-kapan main lagi, ya."

"Siap, Bunda. Kita pasti main lagi, kok," jawab Talitha. Alga hanya menjawab dengan senyum ramah.

Keina melambaikan tangan kepada Alga dan Talitha yang sudah masuk ke dalam mobil. Ya! Mereka berdua tidak berjalan kaki, Winda meminta agar Alga dan Talitha diantarkan oleh sopir pribadi yang biasa mengantarkan Arya ke kantor.

"Kamu nyium bau aneh nggak, Na?" ucap Winda sambil mengendus-endus dan menutup hidung dengan dua jari tangannya.

"Bau apa, Bun?" Keina mencoba mencari sumber bau yang Winda katakan.

"Baunya nggak enak banget, Na," Winda melangkah dan mengamati sisi terasnya dan terlihat sesuatu. "Ini apa, Na? Kayaknya sumber baunya dari situ deh, Na."

Keina menghampiri Winda yang tengah menunjuk sesuatu berwarna hitam pekat tersebut.

"Oh iya! Talitha kan ... jangan-jangan ini ...."

***
Ada-ada aja sih, si Talitha😭

Jangan lupa di vote ya.
Tunggu next chapter 😉


Between Love And Ideals (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang