9 | Tak Mudah Bilang 'Cinta'

65 12 11
                                    

Dengan gugup Alga menjawab. "Perasaan gimana maksudnya?"

"Udah deh, Al. Lo nggak usah pura-pura sama gue. Kita tuh udah sahabatan dari kecil, jadi gue paham banget gimana perasaan lo ke Keina."

Alga menunduk. "Ya gimana dong, Tha? Gue nggak berani ngomong ke Keina. Gue takut kalo gue jujur sama dia tentang perasaan gue dia bakal ngejauh dan persahabatan kita jadi hancur."

"Tapi apa salahnya jujur, Al. Daripada nyakitin hati lo sendiri."

"Nggak, Tha. Gue nggak mau kehilangan Keina. Pokonya lo jangan bilang ke Keina, ya. Suatu saat nanti gue pasti bisa jujur kok sama dia tentang perasaan gue sama dia."

Talitha menyenderkan tubuhnya di kursi dan melipat kedua tangannya. Memiringkan kepala dan mengamati wajah Alga.

"Tha? Please ...."

"Hmmm oke."

Apa yang lebih sulit dari kalimat "Cinta dalam Diam?" Memendam perasaan bukanlah hal yang mudah. Perasaan yang menggebu harus dibungkam agar tetap membisu. Alga tidak dapat berjanji sampai kapan dia akan bertahan, tetapi dia akan berjanji bahwa perasaannya tidak akan menimbulkan persahabatan mereka menemui perpecahan.

"Makasih sahabat orok," Alga mengacak rambut Talitha.

"Makasih sahabat orok," Alga mengacak rambut Talitha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ih, apaan sih?! Kan jadi berantakan." Talitha mendengkus kesal.

"Lagi pada ngebahas apaan, nih? Asik banget kayaknya." Keina tiba-tiba saja muncul, membuat Alga dan Talitha terkejut.

"Kok mukanya pada tegang gitu?" Keina menaikkan satu alisnya.

Bagai disambar petir, Alga dan Talitha terkejut bukan main. Kedua bola mata berputar liar, berharap otak dapat bekerja sama untuk menciptakan sebuah kebohongan.

"Nggak, kok. Nih, si Alga jail banget. Dia ngacak-ngacak rambut gue, padahal kan gue susah ngaturnya." Alasan yang terdengar aneh.

"Yaelah, cuma gitu doang, kupikir kalian kenapa. Sini Tha aku bantu rapiin."

"Eh, Keina! Ini mah tambah berantakan!" sungut Talitha.

"Tha, ceritain dong gimana ceritanya tadi siang kamu bisa berantem sama Rara."

"Udah, ah. Gue males bahasnya."

"Tapi kamu nggak papa, 'kan?"

"Yaelah, Na. Nggak usah panik. Talitha kan muka soft kelakuan preman, jadi Rara doang mah kecil." Alga terbahak.

Talitha melirik sinis Alga.

"Yang harusnya cerita tuh kalian. Tadi kalian kenapa dipanggil sama Bu Klara ke kantor?"

"Oh iya, lupa. Jadi aku sama Alga tuh diberi amanat dari sekolah buat mewakili SMAN Merah Putih dalam perlombaan antar SMA. Ada tiga mata pelajaran yang dilombakan, nah aku dapet amanah buat ikutan Olimpiade Bahasa Indonesia, kalo Alga Olimpiade Fisika, satunya lagi Olimpiade Matematika. Tapi nggak tau siapa, katanya sih kakak kelas."

"Wah, hebat kalian, bisa mewakili sekolah."

"Aku sama Alga juga bingung, Tha. Tapi aku rasa ini tuh awal yang baik, jadi harus bener-bener disiapin semuanya. Kita nggak mau ngecewain pihak sekolah," ucap Keina sambil menatap Alga.

"Eh, weekend nanti keluar, yok! Sekali-kali kita main bareng." Talitha kembali membuka percakapan setelah beberapa saat semua terdiam.

"Boleh juga, kebetulan Sabtunya kan tanggal merah, terus malemnya malem tahun baru," sahut Alga sambil menunjuk ke arah Talitha, menandakan dirinya setuju.

"Ayok, tapi ke mana?"

Alga memegangi dagunya, matanya menatap ke kanan dan ke kiri, mungkin tengah berpikir.

"Monas, gimana? Malem tahun baru pasti rame banget, tuh," ujar Talitha.

"Nah, karena Sabtunya libur mending kita berangkatnya siang aja. Kalo kesorean takutnya kejebak macet," Keina menimpali.

Usai membahas rencana weekend, semua memutuskan untuk pulang.

🍂


Di depan kaca, Keina memetik gitarnya sambil menyanyikan sebuah lagu milik Sherina Munaf yang berjudul Ku Bahagia.

"Anak Bunda nyanyinya menghayati banget, kayaknya." Winda datang dengan membawa segelas susu.

"Eh, Bunda. Terima kasih Bundaku," Keina meletakkan gitarnya dan menerima segelas susu yang diberikan oleh Winda.

Winda mengusap rambut Keina. "Belajar yang rajin ya, Nak. Biar bisa meraih semua cita-cita kamu."

"Iya, Bunda. Keina pasti bakalan berusaha keras buat bisa meraih cita-cita Keina," ucap Keina lembut.

Keina sangat ingin jika kelak dirinya dapat berkeliling dunia dan dapat menuliskan semua perjalanannya menjadi sebuah karya. Tetapi sayang, kedua orang tua Keina sangat ingin jika anak bungsunya ini dapat menjadi seorang dokter.

Bagi Keina, hidup adalah sebuah perjalanan yang harus dijalani, bukan hanya dipikirkan. Menjadi seorang penulis ataupun dokter, dia tidak keberatan. Karena menjadi seorang dokter bukan berarti harus berhenti menulis.

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Weekend. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Alga, Talitha, dan Keina hari ini sudah bersiap untuk pergi ke Monas.

Keina diantar oleh Arya ke rumah Alga. Di sana sudah ada Talitha dan Alga yang sedang menunggu kedatangan Keina.

"Kalian yakin nggak mau Om anter?"

"Terima kasih, Om. Tapi kayaknya nggak perlu, kita udah pesen taksi online," Alga menjelaskan dengan ramah dan tatapan yang meyakinkan, agar Arya tidak mencemaskan anak perempuannya itu.

Sebenarnya ingin sekali Alga mengendarai mobilnya sendiri, tetapi dia masih kurang berani karena SIM yang dia buat beberapa bulan yang lalu masih dalam tahap proses.

"Ya sudah kalau begitu, Om pulang dulu. Kalian hati-hati ya di jalan."

"Siaaap, Om." Talitha memberikan gerakan hormat layaknya seorang prajurit kepada komandannya.

Perjalanan dimulai.

Awhh seru banget nih pasti bisa keluar sama sohib bengek.

Penasaran 'kan, gmn perjalanan mereka?

Stay tune guys🤗

Between Love And Ideals (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang