36 | Love and Dreams

106 5 14
                                    

"Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Tidak selamanya susah bertandang, akan ada hari kita memeluk kebahagiaan. Tidak selamanya kita menangis, akan ada hari di mana kita dapat tertawa lepas. Percayalah!"



"Kak, do'ain, ya," lirih Keina sembari terus mengecek ponselnya setiap saat.

Ting!

Keina membulatkan mata, terus menatap ponselnya tanpa berkedip. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Tidak lupa, tangannya menutup mulut yang terus menganga.

"Gimana, Dek? Jangan melongo terus. Kakak jadi penasaran." Zein mengintip ponsel Keina dan terlihat jelas ada nama Keina Ayu Pratibha pada layar ponsel tersebut.

Keina menatap Zein dengan mata yang berkaca. Dia tak dapat berkata-kata lagi.

"Kak ... Na ... Naskah Keina lolos, Kak!" teriak Keina dengan langsung memeluk Zein yang turut menemani Keina menanti hasil seleksi. Enam bulan lebih Keina menulis novel tersebut, hingga suatu hari dia melihat sebuah poster mengenai seleksi terbit naskah novel. Keina memberanikan diri untuk mengirimkan naskahnya kepada penerbit setelah selama satu minggu melakukan tahap revisi.

"Selamat, Dek. Akhirnya impian kamu buat jadi seorang penulis terwujud." Zein memegang kedua pipi Keina, menatap iris cokelatnya lekat-lekat. Rasa bangga Zein kepada Keina tidak dapat diuraikan, yang terpenting Zein sangat bersyukur karena Keina dapat melewati dan menghadapi setiap ujian yang datang menerpa. Hatinya yang tegar dan semangat hidup yang tak pernah pudar menjadikan Keina wanita yang satu tingkat lebih kuat.

Keina sangat bersyukur, dirinya dilahirkan dari keluarga yang selalu mendukung setiap cita-citanya. Allah Maha Penyayang, Allah menghadirkan kepada Keina orang-orang yang begitu baik. Ada untuk Keina baik susah maupun senang. Sungguh, nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan?

Satu bulan setelah pengumuman, Keina kembali mendapat kabar baik. Novel debutnya berhasil meraih predikat buku best seller.

Hari ini, Keina mendapat panggilan untuk menghadiri acara bedah bukunya di Gramedia Grand Indonesia. Dengan senang hati Keina menghadiri undangan tersebut. Zein dan Talitha bahkan sampai rela izin bekerja untuk mendampingi Keina, menyaksikan nama Keina yang bersinar.

"Alhamdulillahirobbil 'alamin. Pertama saya sangat bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala, karena atas izin-Nya saya dapat meraih semua impian saya. Terutama impian saya sebagai seorang penulis. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yang tak henti-hentinya mendoakan saya, terima kasih juga kepada Penerbit Senja Griya yang sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk menerbitkan karya pertama saya. Saya tidak menyangka jika buku saya ini bisa menjadi buku best seller." Tampak ekspresi haru di wajah putihnya, matanya berkaca seakan tidak percaya.

"Tak lupa, terima kasih kepada Kakak saya, Kak Zein, juga sahabat saya Talitha." Keina menunjuk dengan tersenyum bahagia kepada keduanya. "Karena selama proses penulisan, merekalah yang selalu menyemangati saya bagaimanapun keadaannya. Untuk kalian semua, terima kasih banyak karena telah bersedia membaca karya saya." Rasanya ingin sekali Keina menangis haru, namun dia tidak ingin mengacaukan acara ini. Karena menurutnya, ini merupakan sebuah penghargaan untuknya, penghargaan karena mendapat kepercayaan dari penerbit untuk mengisi acara tersebut.

"Dan buku ini, buku yang berjudul 'Between Love and Ideals' saya persembahkan untuk kalian semua. Semoga dapat memotivasi para pembacanya agar terus semangat dalam meraih cita-cita apa pun rintangannya." Dengan bangga disertai senyum lebarnya, Keina mengangkat buku yang berada di genggamannya. Membuat semua peserta dalam acara tersebut bertepuk tangan, turut bahagia dan bangga.

Acara telah selesai, satu per satu peserta dari acara tersebut pun pulang. Keina masih tegap berdiri, dengan tangan yang dilipat di depan dada. Keina terus saja tersenyum, menatap sebuah poster yang menampilkan wajah cantiknya dengan buku pertamanya.

"Selamat."

Keina terdiam. Suara itu ... Keina mengenalnya. Iya, tidak salah lagi. Keina segera membalikkan tubuhnya, tidak ingin terlalu lama menduga-duga.

Lelaki yang akhir-akhir ini mulai Keina percaya sebagai seseorang yang tampan mengulurkan tangan.

Keina tersenyum simpul dan menjabat tangannya. "Makasih."

"Apa ini mimpi terakhir kamu?"


Wait, bagaimana bisa dia berada di sini? Atau sengaja ingin mencari buku? Ah, entahlah. Dia ini selalu saja membuat orang bertanya-tanya.

Keina tersenyum. "Aku nggak pernah berhenti bermimpi, Dev."

"Udah kuduga." Dev tersenyum. Kali ini senyumannya sangat hangat dan terlihat begitu tulus. "Emang apa mimpi kamu setelah ini?"

Keina mengerutkan dahi, melirik ke arah lain---berpikir.

"Aku pengen keliling dunia," ucapnya setelah beberapa saat berpikir.

"Kalo Bu Dokter keliling dunia, terus yang ngerawat pasien siapa?"

"Kan aku bisa pergi kalo lagi ambil cuti. Bu Dokter juga perlu liburan."

"Dasar cewek ambisius."

Keina langsung memelototi Dev. "Hah, apa kamu bilang? Cewek ambisius? Aku kan cuma ... cuma ...." belum sempat Keina menuntaskan kalimatnya, Dev sudah terlebih dulu menutup mulut Keina dengan jari telunjuknya. Membuat Keina mengerjap untuk beberapa saat.

"Aku masih nunggu jawaban kamu. Kamu nggak ada alasan lagi buat nolak aku." Iya, sebelumnya Dev memang pernah mengutarakan perasaannya kepada Keina. Dia mengatakannya saat tanpa sengaja bertemu di sebuah mall yang akhirnya mereka menyantap es krim bersama.

"Na, aku tau kalo ini kedengerannya aneh, konyol, atau apa pun lah terserah kamu. Tapi aku serius, Na. Aku suka sama kamu sejak kita masih SMA. Sejak pertama kali kamu natap aku waktu aku ngehukum kamu. Emang aneh, tapi aku sendiri sadar kalo cinta itu suka datengnya tiba-tiba. Kamu bisa anggep kalo ini alay, tapi serius Na. Ini pertama kalinya aku ngungkapin perasaan sama cewek. Bahkan aku sampe frustrasi karena harus mendem perasaanku sampe bertahun-tahun. Ya awalnya aku mikir kalo ini mungkin cuma perasaan sesaat aja, tapi semakin hari aku semakin yakin kalo ini yang namanya cinta. Dan perasaan cinta itu buat kamu, Na."

Dev mendekatkan wajahnya, kini jarak keduanya hanya satu inci. Sementara Keina, jantungnya menggila, susah payah dia menelan ludahnya. Perasaan ini pernah dia alami. Iya, rasa yang sama dengan peristiwa beberapa tahun silam. Tepatnya saat Alga mengutarakan perasannya kepada Keina di depan Kota Tua.

Perasaan ini sama persis. Apa aku mulai ....

"Na, kita bisa wujudin mimpi kamu bareng-bareng. Aku bakalan temenin ke mana pun kamu pergi. Aku janji," ucapan Dev amat serius. Jika tidak serius, mana mungkin dia rela menunggu selama bertahun-tahun? Bahkan dia sendiri tidak tahu apakah perasaannya akan diterima, atau justru ditolak oleh Keina.

Di balik barisan rak buku, rupanya Zein dan Talitha menguping pembicaraan Keina dan Dev. Talitha yang mengetahui bahwa Dev sudah lama menyimpan perasaan kepada Keina, mencoba untuk mendekatkan mereka berdua. Talitha pula yang mengundang Dev untuk hadir dalam acara bedah buku. Melihat tingkah Keina yang aneh selama beberapa bulan ini, Talitha merasa curiga. Secara diam-diam Talitha mengecek ponsel Keina. Talitha begitu terkejut saat mendapati perbincangan antara Keina dan Dev. Karena selama bersahabat dengan Keina, tidak pernah sekalipun Keina menceritakan kedekatannya dengan seorang pria. Melihat keseriusan Dev kepada Keina, Zein menyetujui kedekatan mereka. Bagi Zein, kebahagiaan Keina adalah yang paling penting. Zein paham betul jika sebenarnya Keina pun memiliki perasaan yang sama, tetapi impiannya menepis semua perasaan yang ada.

"Jangan bohongin diri kamu, Na. Kita tau kalo kamu juga punya perasaan yang sama." Zein dan Talitha muncul secara tiba-tiba. Membuat Keina terkesiap.

"Kak Zein? Se-sejak kapan kalian di sini?" tanya Keina dengan terbata-bata.

"Sejak Dev ngungkapin perasaannya," jawab Talitha dengan jujur. Sangat jujur.

"Tuh, aku udah dapet lampu hijau dari Kak Zein," ucap Dev dengan bangga.

"Gue restuin kalian berdua. Tapi awas aja sampe gue denger kalo adek gue sedih gara-gara lo, jangan harap gue bakalan kasih kesempatan kedua buat lo," ucap Zein pelan namun penuh nada penekanan.

"Lo bisa pegang ucapan gue, gue bakal selalu jagain siapa pun yang udah jadi milik gue."

"Ck! Kalian belum resmi jadian, ya."

Dengan berani Talitha menjawab ucapan Dev. Untuk saat ini Talitha melupakan tatapan elang milik si pria berdarah dingin itu. Talitha memiliki benteng pelindung, itu adalah Zein.


Dev kembali menatap Keina. Sekali lagi dia bertanya, meyakinkan akan jawaban Keina. Meski sebenarnya dia sudah bisa menebak jawaban dari pertanyaannya itu. Tetapi belum puas rasanya jika telinga Talitha belum mendengarnya.

"Na, apa kamu mau jadi pacarku?"

"Na, apa kamu mau jadi pacarku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Between Love And Ideals (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang