16. Selesai

92.5K 7.1K 170
                                    

"Luna?"

Aluna menghiraukan panggilan Leo. Ia terus melangkahkan kakinya, tatapan matanya kosong. Hatinya sakit melihat perlakuan Arka tadi. Tidak seharusnya Arka membentak Aluna jika memang cowok itu tidak merasa melakukan.


Leo mencekal tangan gadis itu membuat langkah Aluna terhenti seketika.

"Kamu kenapa nangis?" tanya Leo. Terlihat jelas raut kekhawatiran di wajah cowok itu.

"Gue mau pulang, awas," tepis Aluna.

"Biar aku antar, ya. Hujan."

Aluna menggeleng, ia enggan berdekatan lagi dengan Leo. Cowok itu membuatnya jijik.

"Na ..,"

"Jangan sentuh gue. Jijik."

Aluna pergi meninggalkan Leo yang mematung di belakangnya. Jika kehadirannya kembali tidak bisa di terima oleh Aluna, untuk apa ia disini? Bagaimanapun Leo harus mendapatkan gadisnya kembali seperti dahulu.

"Badebah, Arka!" Aluna mencebikkan bibirnya. "Tahan gue atau kejar gue kek, ini malah dibiarin," lanjut Aluna.

Ia menangis di bawah guyuran hujan, mengabaikan hawa dingin yang mulai menerpanya. Untungnya rumah Bunda dan rumah Aluna tidak berjarak terlalu jauh, 10 menit jalan kaki sampai.

"Bun .." Aluna mengetuk-ngetuk pintu rumah keluarga Dewantara dengan kencang. Jam menunjukkan pukul 9 malam.

Lani keluar rumah, ia terkejut mendapati Putrinya dalam keadaan basah kuyup.

"Luna, kamu ngapain kesini malam-malam? Hujan-hujanan?" tanya Lani terkejut.

Aluna berhamburan ke dalam pelukan Lani. Ia meneteskan air matanya. Bagaimanapun ia tidak boleh mengadu ke Lani soal perhara rumah tangganya, tidak sepatutnya orang tua ikut campur. Namun, jika Aluna sudah tidak kuat, baru ia akan bercerita pada Lani.

"Luna kangen Bunda," jawab Aluna lirih.

"Ayok, masuk."

Lani menyeduh teh hangat untuk Aluna. Anaknya itu masih menggigil setelah berganti pakaian.

"Kesini sendiri? Arka mana?" tanya Lani seraya meletakan teh hangat untuk Aluna.

"Ngepet, Bund," jawab Aluna seadanya. Ia sedang malas mengobrol tentang Arka.

"Arka orang kaya, masa iya ngepet?"

"Bunda percaya aja," balas Aluna.

Lani terkekeh geli. Ia tidak ingin menanyakan lebih tentang Arka. Melihat Aluna yang sepertinya habis menangis, Lani mengerti. Badai rumah tangga itu pasti akan selalu menerpa.

"Na, denger Bunda." Aluna menatap Lani. Bundanya tersenyum tipis, meraih tangan Aluna untuk di gengam.

"Baiknya kalau ada masalah itu selesaikan dulu, bicarakan baik-baik. Arka kan udah jadi suami kamu, begitupula kamu udah jadi istri Arka. Gak boleh pake emosi ya, inget pesan Bunda. Gak boleh ngelawan sama suami," tutur Lani.

Aluna manggut-manggut, air matanya kembali menetes. "Lu-Luna cuma .. cuma kecewa sama Arka, Bun. Lu-Luna .." Suaranya bergetar.

Lani memeluk erat Putrinya. "Gapapa, kamu boleh nangis sepuasnya di pelukan Bunda. Nanti kalo udah ngerasa baik, selesaiin masalah kamu sama Arka, ya."

Aluna mengangguk dalam pelukan Lani. Ia mengurai pelukan Lani menatap Bundanya.

"Bunda, mau kelon. Udah lama Luna gak di kelonin Bunda," ujar Aluna dengan wajah dan hidung yang memerah.

ARKALUNA [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang