Prolog

24.8K 1.4K 8
                                    

"Maksud kamu aku enggak bertanggung jawab sebagai istri?! Inget Mas, Aku udah mencoba yang terbaik. Ngurus rumah sambil kerja itu gak mudah Mas!" Teriaknya terbawa emosi.

"Makanya gak usah repot-repot kerja! Buat apa Aku disini Fara?! Aku sebagai suami udah cukup bertanggungjawab dengan menafkahi kamu sama anak kita."

"Terus mas maunya gimana? Tiap pagi berisik nanyain sarapan, sarapan! Aku itu wanita karir mas! Mana ada waktu buat kaya gitu."

Suara lemparan piring pecah langsung terdengar saat sang suami murka dan melempar piring yang ada di depannya.

"Kalo masih mau nurut, kamu mending berhenti kerja dan fokus aja urusin rumah tangga kita, urusin Dika."

"Tapi aku enggak bisa ninggalin passion aku mas. Itu terlalu berat bagi aku."

"Kalo gitu kita udahan aja. Aku udah capek." Ucapnya kemudian pergi begitu saja meninggalkan sang istri yang kini terdiam.

Sedangkan di dalam sana ada seorang anak yang kini tengah menimang-nimang suatu hal gila yang ada dipikirannya.

Mendengar orang tuanya yang semakin hari semakin berisik membuatnya semakin muak dengan jalan hidupnya.

Mulai dari Mama yang jarang pulang karena tuntutan pekerjaan, dan sekarang Papa yang menuntut Mama untuk berhenti dari kecintaannya terhadap pekerjaan.

Rasanya melelahkan, walaupun kenyataannya ia tidak sedang melakukan apapun.

Mahardhika rasa dunia sedang bercanda saat tiba-tiba Mama pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan Papa yang bahkan juga tengah siap dengan rencananya.

Papa menikah lagi bersama wanita pilihannya. Dan sialnya mau tak mau ia harus ikut bersama Papa bersama keluarga barunya.

Keluarga baru yang sama-sama seakan menolak kehadirannya.

Saat itu juga Mahardika tau kalau semesta miliknya tengah diuji besar-besaran. Sedari awal perasaannya perlahan-lahan mulai dihancurkan hingga saat ini hidupnya mulai berantakan.

Dimulai dari hidupnya yang tidak pernah tenang dengan bayang-bayang perpisahan, kemudian ia sama sekali tidak memiliki seorangpun teman hanya untuk sekedar tempat bersandar.

Maka akhirnya ia benar-benar sendirian, tidak. Sedari awal pun ia sudah sendirian.

"Mati aja gak akan ada yang sadar kali ya." Ucapnya sambil tertawa kecil, namun entah bagaimana tawa itu bisa muncul bersamaan dengan air matanya yang tampak siap turun saat itu juga.

••••

TO BE CONTINUED

A/n: Revisi 21/10/2022

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang