•Tiga Puluh Tujuh•

5.1K 575 39
                                    

Wilma tidak berkata apa-apa saat melihat betapa rapuhnya anak tirinya saat ini. Ia baru tau Mahardhika akan sehancur ini saking tidak ingin orangtuanya berpisah.

Tiba-tiba Wilma jadi merasa bersalah karena menikah dengan Bara. Walaupun kenyataannya Bara pun tak akan bisa lagi bersama Farra.

Melihat anak itu menggigil sambil terus meracau sedikit menggetarkan hatinya.

Tak lupa suara napasnya yang terdengar berat membuat Wilma semakin membuat hatinya iba.

Ada rasa sedih yang Wilma rasakan saat melihat Mahardhika dalam keadaan seperti ini.

Ia kini tidak bisa melepaskan tangan kanannya karena masih dipegang erat oleh Mahardhika.

Walau tidak sekuat itu, entah kenapa Wilma  enggan melepaskannya. Wilma malah membiarkan Mahardhika menggenggam tangannya dengan erat.

Setidaknya Mahardhika dapat merasakan kehadiran sang ibu lewat dirinya.

"Kangen banget ya sama mama kamu?" Ucap Wilma pelan.

Mengelus rambut Mahardhika pelan. Kemudian tangan kirinya menyentuh dahi Mahardhika yang mengeluarkan keringat.

Masih demam. Namun tidak sepanas tadi.

Wilma membereskan baskom kecil berisi air kompresan bekas Mahardhika. Membereskan segalanya seolah-olah ia tidak pernah masuk kesana.

Setidaknya Mahardhika tidak akan kecewa karena yang sedari tadi Mahardhika panggil dengan sebutan mama adalah dirinya.

Tak lupa sebelum pergi Wilma menaikan selimut yang Mahardhika pakai.

•••

Sorenya Mahardhika terbangun, melirik sekitar dan memfokuskan pandangannya yang buram akibat bangun tiba-tiba.

Mahardhika menghembuskan napasnya pasrah.

"Mimpi ternyata.."

Lalu Mahardhika baru ingat kalau hari ini belum meminum obatnya.

Dengan terpaksa ia bangun dari tempat tidurnya sambil berpegangan kuat pada sisi ranjangnya.

Mahardhika mengedipkan matanya berkali-kali sambil memfokuskan pandangannya yang gelap saat baru berdiri.

Ia menghela napas nya lagi sambil mengusap wajahnya.

Agak kesal, karena air minum yang ia rasa belum habis ternyata sudah habis.

Mau tidak mau ia harus berjuang mengambil air keluar kamarnya.

Karena Mahardhika tidak akan memakan obatnya jika tanpa air minum yang banyak.

Mahardhika tidak bisa.

Ia berjalan pelan menuju dapur sambil membawa botol minum miliknya dengan sesekali berhenti karena rasa pusing yang belum juga menghilang.

Ia juga masih merasa kedinginan.

Mahardhika mendudukkan dirinya di ujung tangga sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Tubuhnya tersentak saat tangan seseorang menyentuh pundaknya.

"Eh!" Itu Wilma yang ikut terkejut.

Mahardhika refleks berdiri walaupun setelahnya ia hampir terjatuh lagi kalau saja Wilma tidak memegang tangannya.

"Kamu gak apa-apa?" Wilma berucap langsung sambil menatap Mahardhika.

"G-gak apa-apa tante.."

"Masih panas badannya.." Wilma berucap dalam hati saat masih memegangi tangan Mahardhika.

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang