•Lima Puluh Lima•

7.8K 465 154
                                    

Berulang kali mencoba menghubungi nomor Adam dan tak kunjung mendapatkan jawaban membuatnya sangat frustasi.

Ia bahkan berkali-kali sempat ingin melemparkan ponsel itu kalau saja ia tidak ingat kalau ponsel tersebut bukan miliknya.

Nomor tersebut tidak aktif dan membuatnya hopeless seketika.

"Bisa?"

Itu Azka yang bertanya sambil meletakan makanan dan juga minumnya di atas meja kecil di pinggir ranjang Mahardhika.

Dan Mahardhika menggelengkan kepalanya putus asa. Raut wajahnya sudah sangat pasrah dan kesal secara bersamaan.

"Gak aktif. Jangan-jangan salah ya nomornya?" ucap Mahardhika sambil melihat nomor itu.

"Lo udah bilang gitu sepuluh kali. Gak mungkin nomornya salah. Soalnya waktu itu pernah nyambung kok. Bisa aja Adam ganti nomor."

Ia menghela napasnya lelah. Mood nya hancur berantakan. Ia tidak bisa duduk tenang saat samar-samar ia ingat kalau terjadi sesuatu kepada Adam sebelum ia diseret oleh Bara waktu itu.

Ia memijit keningnya pelan saat kembali mengingat hal tersebut.

"Kenapa? Sakit?"

Mahardhika menggeleng, "Bisa bantu gua keluar dari sini gak?"

"Hah?"

•••

Berhari-hari Mahardhika hanya berdiam diri di dalam kamarnya tanpa mau keluar untuk sekedar berjalan-jalan.

Hanya Azka yang sering mengunjungi dirinya. Kadang juga ada ibunya Azka , Wilma. Yang hanya menatap dirinya di depan pintu.

Sedangkan Bara, hanya datang sesekali saat sudah malam. Mungkin setelah pulang bekerja.

Dan ternyata sekarang Bara datang saat Mahardhika bersiap untuk beristirahat.

Walaupun sebenarnya ia tidak bisa benar-benar beristirahat seperti biasa.

Ia merasa sangat lelah. Tapi jujur ia tidak merasa mengantuk sama sekali.

Hanya lemas saja. Ia juga sudah sangat jengkel dengan batuk yang semakin menggila ia rasa. Tapi ia tidak bisa beristirahat dengan semestinya.

Belakangan ini bahkan ia jadi lebih sering batuk darah. Sudah pasti pula dengan kepalanya yang tak berhenti terasa sakit.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Bara sambil duduk di samping Mahardhika.

Mahardhika yang tampak menahan batuknya melirik kearah Bara yang juga tengah memerhatikan dirinya.

Mahardhika menggelengkan kepalanya sedikit takut di depan Bara.

Entah kenapa sekarang setiap ia melihat Bara di dekatnya, ia merasa takut. Takut tiba-tiba Bara kembali melayangkan tangannya ke arah Mahardhika.

"Kamu takut sama papa?"

Mahardhika tidak menjawab.

"Ah sudahlah. Besok papa bakalan ajak kamu ke kantor papa untuk dikenalkan kepada seluruh pegawai papa."

"Jadi besok tolong bersiap."

Bara bersiap pergi dari kamar Mahardhika.

"Dan.. kalau sakit, cepat makan obat. Jangan sampe nanti di kantor kamu keliatan lesu seolah kamu tidak niat."

"Batuk kamu juga bakalan ngeganggu kalau gak dikasih obat."

"Iya." Jawabnya singkat.

Mahardhika rasanya mau tertawa kencang saat mendengar Bara berkata seperti itu.

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang