•Sembilan Belas•

5.5K 555 12
                                    

"Pa, Dika mau ketemu mama." Ucapnya sedikit ragu.

Bara yang tadinya tengah sibuk menatap layar laptop disana, kini langsung mengalihkan perhatiannya kepada Mahardhika.

"Mau ngapain?"

"Dika kangen mama, pa.."

Bara tertawa kecil, "Dika, denger papa. Ibu kamu itu gak bakalan peduli dan gak akan punya waktu buat hal-hal kaya gitu."

"Jadi, lebih baik lupain ibu kamu yang tidak bertanggungjawab itu. Kamu mending mulai belajar akrab sama mama Wilma. Dia lebih baik dari Ibu kandung kamu."

Mahardhika menunduk, bagaimana caranya dia bisa mengakrabkan diri? Kalau Wilma saja tidak sepenuhnya bersedia menerima dirinya?

"Jangan aja ya?" Ucap sang ayah, kemudian kembali fokus pada laptopnya.

"Papa tau dimana rumah mama yang sekarang?"

"Kan sudah papa bilang--"

"Dika mau ketemu mama." Potong Mahardhika dengan cepat.

Bara tampak menghela napasnya, kemudian ia menatap Mahardhika. "Gak mau nurut?"

Mahardhika diam. Kemudian Bara mengirimkan sebuah alamat melalui pesan kepada Mahardhika.

"Makasih pa."

••••

Kini dirinya tengah berdiri tepat di depan sebuah gedung besar bertingkat yang mana itu adalah tempat sang ibu bekerja.

Mahardhika merapihkan hoodie yang ia kenakan kemudian memantapkan hati untuk masuk kesana.

Ia memasuki tempat tersebut, akan tetapi seseorang langsung menghampiri dirinya. Menatap dirinya dari atas sampai bawah berulang kali seolah mengintimidasi dirinya.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya lelaki yang menghampiri Mahardhika itu.

"Mohon maaf sebelumnya, orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk."

"Saya mau bertemu dengan Ibu Farra Jovanka, mama saya. Ada?"

Orang itu tampak berpikir, "Tidak bisa, silahkan keluar."

"Loh kok gitu?"

"Ini sudah ketentuan kantor. Mohon hargai. Lagipula Ibu Farra sedang ada meeting mengenai pekerjaan yang akan dilakukan dia di luar daerah. Dia sibuk. Tidak bisa diganggu."

"Sebentar aja. Saya mohon.."

"Tidak bisa, silahkan keluar."

"Tapi.."

"Keluar."

"Ada apa ini?" Ucap seseorang yang tengah turun dari atas tangga.

Itu Farra, ibunya.

Farra terlihat terkejut, kemudian ia datang menghampiri Mahardhika disana. Memberi isyarat kepada bawahannya untuk melepaskan anaknya tersebut.

Kini mereka berdua telah berada di ruang pribadi milik Farra.

"Tumben sekali, Dika?"

Mahardhika terdiam, mendadak lupa apa yang ingin ia katakan kala bertemu dengan sang ibu.

Ia menggaruk ibu jarinya dengan telunjuk miliknya, kebiasaan buruknya tidak bisa berubah.

"Ayo Dika. Mama ada kerjaan, jangan cuma diem. Bilang mau apa?"

"Dika.."

"Ayah kamu jarang kasih uang jajan? Kamu keliatan lebih kurus dari sebelumnya. Sebentar mama transfer."

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang