•Delapan Belas•

5.5K 575 11
                                    

"Iya bunda, nanti Adam kasih minum air hangat seperti kata bunda. Suhu badannya juga udah mulai normal walaupun masih gemeteran anaknya." Ucap Adam kepada sang ibu lewat telepon sebelum mengakhiri panggilan nya.

"Mama..hhngg.."

Adam melirik Mahardhika yang mengigau disana dengan  tubuh yang masih menggigil kedinginan.

Adam menyentuh tangan dingin itu, tangan yang semula menggenggam erat selimut yang dipakainya, entah karena terlalu dingin atau apa, tapi dilihat dari raut wajah gelisah yang Mahardhika tunjukkan, Adam rasa anak itu tengah bermimpi buruk.

"Dik?" Panggilnya pelan sambil mengguncang pelan bahu anak tersebut.

Tidak ada respon sama sekali, namun selang beberapa menit anak itu kembali menggumamkan kata yang sama terus berulang.

Mama.

"Dik.. Lo denger gua gak?" Adam kembali berucap walaupun kecil kemungkinan anak itu sadar dengan apa yang Adam ucapkan padanya.

Namun jauh diluar ekspektasinya, Mahardhika justru membuka kedua matanya pelan dengan sisa jejak air mata di sana.

Ralat. Bahkan masih ada air mata yang menggenang di matanya. Seolah siap untuk turun kapan saja.

"Duh, bentar gua ambil dulu air minum. Tunggu!" Ucapnya sambil menuangkan air dari termos kecil yang sudah ia siapkan sedari tadi.

Adam membantu anak itu untuk duduk. Bertujuan agar bisa minum dengan nyaman.

"Ini, kata bunda tadi minum dulu. Masih dingin banget gak?"

"Dik?"

Adam bertanya sekali lagi saat tidak mendapatkan respon apa-apa dari Mahardhika yang tepat berada di depannya.

Mahardhika hanya menatap kosong dengan posisi kepala setengah menunduk.

"Dik.." kali ini Adam mengusap pelan bahu anak tersebut.

"Jangan gini dong, gua gak tau kudu gimana.. lo mendingan gak? Kalo belom mau ke rumah sakit gak? Ini gua anterin langs--"

"Gak mau.." potong Mahardhika dengan suara yang amat pelan persis seperti bisikan.

"Yaudah, ini minum dikit dulu.."

"Mama.."

"Kenapa? Lo ketemu Mama lo?" Tanya Adam.

Anak itu tidak menjawab.

"Sesek banget?" Tanya Adam saat melihat Mahardhika yang sedikit sulit mengatur napasnya.

Dan Mahardhika hanya mengangguk kecil sebagai jawabannya.

"Mama.. mau ketemu, kangen mama.. hhh.."

Mahardhika berucap sambil menangis, kemudian menarik napasnya dalam-dalam.

Adam menghela napasnya sejenak, "Mama lo dimana? Ada nomer hp nya gak?"

Anak itu kembali menggeleng, "Jangan.."

"Terus mau gimana?"

Anak itu diam lagi.

Diam cukup lama sampai Adam kembali bersuara.

"Telepon bunda mau?"

••••

Sang ibu memberi kode pada Adam untuk meninggalkan dirinya bersama Mahardhika berdua saja.

Adam mengangguk kemudian pergi keluar.

Anggiana duduk di samping Mahardhika dan mengusap punggung tangan Mahardhika yang menunduk disana.

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang