•Tiga Puluh Delapan•

5.1K 608 69
                                    

Azka berlari ketakutan berusaha menghindar dari sang ayah.

Kakinya sudah lemas akibat berlari terus menerus dan ia sudah mulai kehabisan napas saat sang ayah masih juga mengejar dirinya.

Azka menjatuhkan tubuhnya sambil bersembunyi, kemudian ia mengambil ponselnya dengan tangan yang bergetar hebat.

"Sial.." Ucapnya saat menjatuhkan ponselnya.

Ia kemudian dengan cepat memungut kembali ponsel miliknya dan memanggil nomor seseorang untuk ia mintai pertolongannya. 

Dan orang itu Mahardhika.

"Dik.. tolong.." Ucapnya menahan tangisnya ketakutannya.

•••

"Lo dimana?" Tanya Mahardhika sambil berlari keluar mencari kendaraan untuk menyusul Azka.

"Tunggu di sana. Jangan kemana-mana, jangan matiin hape. Gua telpon polisi dulu. Tunggu bentar! Nanti gua telpon lagi." Ujar Mahardhika.

Azka menuruti perkataan Mahardhika dan tetap bersembunyi disana sampai Mahardhika kembali menelpon dirinya beberapa saat kemudian.

"Dik.."

"Kenapa? Tunggu bentar, gua udah sampe."

"Gua denger suara papa.."

"Tenang.. Az  gua kesana kesana sekarang, bertahan sebentar lagi."

Mahardhika berusaha menenangkan Azka sambil terus berlari mencari lokasi tempat Azka bersembunyi.

Mahardhika terbatuk berkali-kali saat terlalu lama berlarian kesana kemari, sesekali ia berhenti untuk sekedar menarik napasnya karena semakin lama rasanya semakin terasa terhimpit kesakitan.

Mahardhika menggelengkan kepalanya saat tiba-tiba buram di sekitarnya.

Karena panik, langsung Mahardhika menyebrangi jalan tanpa melihat ke sekitar. Tanpa tau kalau ada kendaraan yang langsung menghantam tubuhnya.

Ponsel yang berada di genggamannya terlempar cukup jauh darinya.
Kejadiannya terlalu cepat sampai Mahardhika berpikir ini adalah mimpi.

Ia kini mencium bau amis di sekitarnya yang terasa menyengat. Memejamkan matanya saat kepalanya terasa sakit sekali saat telinganya berdenging kencang bersamaan dengan suara bising orang-orang yang menghampirinya. Ia mengerjap pelan memfokuskan pandangannya yang kian memburam sampai akhirnya menghitam.

Ia masih bisa mendengar keributan di sekitarnya, namun entah mengapa ia tidak bisa merasakan apa-apa.

"Gua..takut.." Ucap Azka sebelum tersentak mendengar keributan dibalik telepon.

"Dika?"

Tidak ada jawaban disana, Azka melihat layar ponselnya, disana panggilannya masih tersambung namun entah mengapa Azka mendapatkan perasaan yang buruk tentang Mahardhika.

"Ya ampun!!"

"Tolong, kecelakaan.."

"Astaghfirullah, ambulans. Cepet panggil ambulans!!"

"Dek!! Ya Allah, ini kepalanya berdarah banyak banget."

Tubuh Azka bergetar ketakutan saat samar-samar mendengar keributan disana.

"Dika!!"

Ia keluar dari persembunyiannya dan berlari mencari Mahardhika saking paniknya.

Langkahnya terhenti karena bertatap langsung dengan sang ayah di sana.

Tidak sempat berlari, lengannya kini tengah di pegang erat oleh sang ayah.

"Kamu ini gimana sih?! Berani ngehindarin papa sekarang?"

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang