Anggiana Vera. Seorang ibu rumah tangga yang kini menjadi single parents setelah beberapa tahun lamanya.
Suaminya, Haikal Farza. Yang sama-sama seorang dokter telah lebih dulu pergi meninggalkan dirinya dan juga satu-satunya putera mereka.
Kepergian suaminya tentu membuat mereka terluka, apalagi putera nya yang amat lebih dekat dengan ayahnya.
Sampai saat kini, Vera masih bingung dengan sikapnya yang lebih sering menyibukkan dirinya di rumah sakit sampai lupa bahwa masih ada seseorang yang juga sama-sama terluka.
"Halo Bunda?" Ucapnya dengan semangat saat sang ibu mengangkat telepon darinya setelah gagal sekitar lima kali sejak tadi.
"Iya nak.. sayang, Bunda lagi kerja. Lagi sibuk mau da operasi, nanti saja ya nak bunda telepon lagi?"
Belum sempat menjawab, kini telepon itu sudah diputus sepihak oleh ibunya. Anak berumur sepuluh tahun itu menekuk wajahnya masam.
Rasanya sangat membosankan. Sejak kepergian Ayah rasanya ia tidak pernah bertemu Bunda lagi.
Sekarang Bunda hanya pulang larut malam setelah ia tertidur juga berangkat kembali saat pagi buta ia rasa.
Begitu saja sampai ia berumur 19 tahun.
Sampai terbiasa.
"Adam? Malam ini Bunda pulang cepet, kamu mau titip apa?" Tanya sang ibu.
"Gak usah Bun, gak apa-apa." Jawabnya seperti biasa. Karena ia tau sang ibu tidak akan pernah membuktikan omongannya.
Lihat saja nanti.
Ia kini tengah merebahkan tubuhnya di sofa, ia tadi ketiduran namun dering ponsel mengejutkan dirinya.
"Argh, Shit." Umpatnya sambil menendang ke sembarang arah.
Ia tidak bisa kembali tidur, padahal tadi ia mengantuk sekali. Adam melirik jam dinding, disana terlihat pukul delapan malam.
Ia berjalan menuju kamarnya dan kemudian mengambil cardigan hitam miliknya.
"Dir cafe biasa ya?" Ucapnya kepada Dirga, lewat telepon.
"Waduh, gimana si?Gua lagi jalan sama Indah."
"Bucin."
"Sorry, ajak Fachri sono. Eh, Fachri juga kan lagi jalan ama cewenya. Gak tau yang ke berapa."
"Gak aneh."
"Udahlah bye mau nonton. Makanya cari pacar biar ga sendirian terus."
"Bacot." Adam memutus panggilan duluan. Persetan, ia akan pergi sendirian
Lalu ia keluar dengan mobil putih miliknya. Perihal ibunya, ia yakin ibunya akan telat pulang. Karena ia sudah terbiasa, ibunya juga. Terbiasa melupakan perkataannya.
Sang ibu bilang akan pulang cepat, nyatanya sedari dulu ibunya tidak pernah sekalipun pulang cepat.
Adam menghentikan mobilnya tiba-tiba saat seseorang berlari di depan mobilnya menuju pinggir jalan.
Untung saja jalanan disini jalanan yang sepi. Mungkin kalau di jalan raya ia akan tetap celaka meski tidak menabrak orang itu.
"Sialan, lo kalo nyebrang liat-liat. Mau bunuh diri berkedok kecelakaan?"
Ia mengumpat sambil keluar mobilnya, refleks saja ia keluar dan berniat memarahi orang tersebut karena ia terlanjur emosi.
Namun niatnya harus ia urungkan saat melihat orang itu kini tengah mengeluarkan isi perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Mahardhika
Novela Juvenil"Semesta Mahardhika itu cuma mama sama papa. Jadi jangan tinggalin Dika. Kalo mama sama papa pergi, Dika sama siapa?" •••••• Mahardhika rasa dunia sedang bercanda saat tiba-tiba Mama pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan Papa yang bahkan jug...