•Lima Puluh Dua•

3.8K 411 15
                                    

Anggiana dinyatakan bebas setelah membuktikan kalau dia tidak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan kepadanya.

Dan tiba-tiba Farra juga mencabut tuntutannya begitu saja. Anggiana tentu belum tau betul apa alasan dibalik Farra membebaskan dirinya dengan begitu mudahnya. Padahal sebelumnya Anggiana tau betul bagaimana bencinya Farra saat mengetahui Mahardhika lebih dekat dengannya.

Namun setelah sampai di rumah dengan begitu cepat, Anggiana bahkan tidak menemukan keberadaan Adam puteranya.

Bahkan ia juga dikejutkan dengan keadaan rumah yang amat berantakan.

Beruntung sekali saat Anggiana menelpon Adam, Adam langsung merespon dengan cepat. Mungkin sama-sama terkejut juga kalau dirinya sudah keluar.

"Adam?"

"Loh? Bunda? Kok bisa pegang hp?"

"Bunda udah keluar sayang, kamu dimana? Gak terjadi apa-apa sama kamu kan? Ini rumah berantakan banget kaya abis ada yang maling." Ucap Anggiana disertai nada khawatir khas milik Anggiana.

"Syukurlah.. bunda Adam seneng dengernya.. Adam gak apa-apa. Bunda biar Adam jemput aja. Tunggu sebentar."

•••

"Kok bisa papanya Dika sampe sini?"

Ucap Anggiana tidak menyangka kalau keadaan menjadi semakin rumit begini.

"Adam rasa Azka yang ngasih tau papanya Dika." ucap Adam.

"Mungkin waktu itu papanya Dika keliatan nyesel juga. Jadi Azka ikut ngerasa bersalah karena bagaimanapun ini semua gak akan terjadi kalo Azka gak panggil Dika waktu itu."

"Adam tau ini semua emang udah jadi takdirnya Dika. Yang semuanya udah Tuhan urus sedemikian rupa. Cuma ya tetep kita semua jadi perantara jadi kita gak bisa salahin siapa-siapa disini. Papanya Dika juga lumayan orang yang bisa di sebut sangat berkecukupan. Jadi pasti dengan mudah dia bisa tau anaknya ada dimana. Gak aneh sih. Orang kaya bakal ngelakuin apapun buat ngewujudin apa yang dia mau." Lanjut Adam.

Anggiana mengusap wajah putera sulungnya dengan sayang.

"Tapi papanya Dika salah dengan nyakitin kamu kaya gini. Bunda gak akan maafin dia sampai kapanpun."

"Berani-beraninya nyakitin anak-anak bunda." Ucapnya disertai dengan bumbu emosi disana.

"Adam gak apa-apa.. bunda jangan khawatir."

Keduanya kemudian terdiam beberapa saat sebelum Anggiana kembali membuka suaranya.

"Keadaan Dika sekarang.. gimana?"

Adam menggelengkan kepalanya, "Dika masih belom bangun tadi. Terus Adam juga langsung keluar jemput bunda. Adam rasa sekarang Dika udah gak apa-apa. Seenggaknya dia jangan ketemu sama orang tuanya dulu."

"Yaudah kalo gitu ayo kita masuk. Bunda juga udah gak sabar liat Dika."

•••

"Dik.." panggil Anggiana sembari menyentuh tangan Mahardhika yang terbebas dari infus.

Mahardhika perlahan membuka matanya, dapat ia rasakan juga genggaman di tangannya digenggam dengan erat.

Dilihatnya seseorang yang menggenggam erat tangannya itu, ternyata itu adalah orang yang akhir-akhir ini sering ia rindukan keberadaannya, orang yang selalu ia butuhkan. Yaitu Anggiana.

Mulutnya terbuka hendak mengucap sesuatu dengan terbata karena masker oksigen yang masih dipakainya.

"Bunda.."

Tangan Anggiana seperti biasa mengusap lembut pucuk kepala Mahardhika sayang.

"Iya? Kamu gak apa-apa?"

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang