Fachri tertegun menatap seseorang yang tengah berbaring dengan berbagai jenis alat medis di tubuhnya.
Hatinya ikut sedih menyaksikan bagaimana Mahardhika terluka disana, bagaimana semua alat medis yang membantu Mahardhika agar tetap bertahan malah terlihat begitu menyeramkan.
"Terus jenazah yang disana siapa.."
"Kita juga belom tau, kayanya polisi gak selidiki kasus ini lebih lanjut karena ini murni kecelakaan. Dan jenazah itu diakui keluarga Dika karena emang mereka nyangkanya itu Dika.."
"Semua orang taunya korban kecelakaan ini cuma dua orang, padahal ada tiga. Yang cewe keadaannya gak separah Dika. Kayanya Dika yang duluan dibawa ke rumah sakit sebelum orang-orang banyak dateng buat liat. Karena katanya, pas kecelakaan itu gak banyak orang jadi mereka cuma liat yang cewe sama yang cowo meninggal di tempat."
"Lo tau dari siapa?"
"Orang, soalnya pas gua tanya orang-orang disana beritanya beda-beda. Ada yang jawab korbannya tiga ada yang dua."
"Awalnya gua juga sempet kaget pas liat jasad itu mirip banget sama Mahardhika. Apalagi pas liat reaksi Azka yang makin ngeyakinin kalo itu Dika. Azka yang pungut hp Dika di pinggir jasad itu. Siapa yang gak percaya kalo itu Dika?"
"Iya juga. Tapi gua bersyukur Dika masih disini."
"Tapi keadaannya sekarang juga masih gak bisa disebut gak apa-apa.."
Adam menjawab sambil memerhatikan bagaimana cara Mahardhika menarik napasnya.
Takut-takut kalau Mahardhika berhenti bernapas.
Bukan apa-apa, bukan mau mendoakan supaya terjadi seperti itu. Tapi bagi Adam ketakutan seperti itu sudah melekat dengan dirinya.
Takut Mahardhika seperti ayahnya yang pergi tanpa sepengetahuan dirinya.
Dimana sang ayah yang pergi saat dirinya tertidur tanpa memerhatikan keadaannya.
"Sekarang rencananya mau gimana? Kasih tau keluarga aja?"
Adam tampak terdiam. Tatapannya berubah menjadi tegas.
"Gak. Biarin mereka nikmatin dukanya. Biarin mereka tau sendiri nanti. Kita liat mereka kaya gimana kalo jasad itu beneran Mahardhika."
"Lagian kita juga udah siapin tiket buat pergi ke luar negeri buat pengobatan Mahardhika."
"Are you serious?!"
"Hm.." Jawab Adam sambil mengangguk yakin.
"Apapun resiko yang bakal gua tanggung nanti."
•••
Wilma masih tidak percaya anak yang kemarin sempat membuatnya berpikir untuk mulai ia perhatikan malah pergi duluan ke pangkuan Tuhan.
Ada rasa penyesalan di hatinya saat ia belum sempat memperlakukan anak tak berdosa ini dengan baik.
Ia sampai saat ini belum berani lagi membuka penutup wajah anak itu.
Wilma hanya sanggup menggenggam dinginnya tangan itu.
Azka berada disampingnya.
Terdiam menatap kosong ke depan sambil sesekali mengusap air matanya yang jatuh perlahan.
Tangan Wilma beralih memeluk anak semata wayangnya erat.
"Dia gini gara-gara Azka ma.."
"Sstt.. jangan ngomong gitu ya?"
"Tapi nyatanya kalo Azka gak telpon Dika, sekarang mungkin Dika baik-baik aja."
Tidak ada jawaban yang bisa Wilma berikan untuk sekedar menenangkan anaknya tersebut. Ia hanya terus memeluk Azka yang terisak di dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Mahardhika
Teen Fiction"Semesta Mahardhika itu cuma mama sama papa. Jadi jangan tinggalin Dika. Kalo mama sama papa pergi, Dika sama siapa?" •••••• Mahardhika rasa dunia sedang bercanda saat tiba-tiba Mama pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan Papa yang bahkan jug...