•Empat Puluh Tujuh•

4.1K 492 59
                                    

"Tenggorokan aku sakit banget.." Ucap Mahardhika terlihat mengigau karena demam.

Anggiana menggenggam tangan Mahardhika erat, "Iya.. makanya minum yuk sedikit aja.." Ucapnya saat membujuk Mahardhika.

Namun hasilnya Mahardhika malah menggelengkan kepalanya. "Sakit.."

Tiba-tiba Anggiana jadi ragu lagi terkait keputusannya agar Mahardhika dapat dioperasi.

Pasalnya operasi itu kecil kemungkinannya untuk berhasil namun besar kemungkinannya untuk kambuh lagi.

Tapi dengan membiarkannya seperti ini juga sama menyakitkannya.

Melihat bagaimana anak itu menarik napasnya yang terasa berat sampai terdengar pula suara tarikan napasnya yang nyaring.

"Kita bawa ke rumah sakit aja Dam, bahaya kalo gini terus bisa dehidrasi. Apalagi ini kalo demam keringetnya suka banyak banget adik kamu tuh."

Adam mengangguk dan segera menggendong Mahardhika di punggungnya seperti biasa.

Saat itu juga terasa hawa panas yang langsung Adam rasakan di punggungnya saat membawa Mahardhika.

Namun langkah mereka terhenti saat ada seorang wanita  berdiri tepat di depan rumahnya.

Anggiana menatap wanita itu. Memerhatikan dari ujung kepala hingga kaki.

"Perkenalkan, saya Farra Jovanka."Ucap wanita itu.

Adam dan Anggiana saling bertukar pandang.

"Sorry?"

Farra tersenyum miring, "Tidak perlu berbasa-basi lagi Anggiana. Saya kesini datang untuk menjemput Mahardhika."

Anggiana mengisyaratkan kepada Adam untuk membawa Mahardhika masuk kedalam lagi.

"Dia bukan Mahardhika."

"Kamu pikir saya sebodoh apa? Jelas-jelas itu anak saya. Jangan mempersulit Anggiana. Biarkan saja bawa anak saya baik-baik."

"Anda tidak tau sopan santun ya? Saya tidak ada waktu meladeni orang seperti anda. Jadi tolong segera pergi dari sini."

"Anggiana dia anak saya!"

"Sejak kapan?"

Farra terdiam ketika Anggiana meninggikan suaranya juga.

"Sejak kapan kamu jadi ibu buat dia? Gak usah munafik kamu. Kalo emang sayang kenapa enggak dari dulu?" Anggiana lepas kendali sampai berbicara dengan nada setinggi itu kepada orang lain.

"Oh.. atau harus kehilangan dulu baru tau gimana nyeselnya kamu?"

"Bodoh kamu Farra. Anak sebaik Mahardhika gak pantes dapet hal kaya gitu dari orang tuanya."

"Saya tegaskan. Gak usah ikut campur Anggiana." Tangan Farra bersiap menampar wajah Anggiana sebelum sebuah tangan seseorang menahan tangannya.

"Go away from my mother." Itu Mahardhika berucap dengan tatapan dinginnya.

"Dika.." Tangan Farra bersiap menyentuh Mahardhika. Namun dengan cepat Mahardhika menepisnya dan bergerak menghindar.

"Bunda gak apa-apa? Orang ini tadi sempet pukul juga gak?" tanya Mahardhika sambil menyentuh tangan Anggiana.

"Gak apa-apa.. kamu kenapa keluar?"

Mahardhika melirik Farra yang tengah memerhatikan dirinya.

"Tante. Tolong jangan ganggu keluarga saya.  Saya gak kenal sama tante, kalo sampe saya liat lagi tante mau nyakitin ibu saya. Saya pasti laporkan kepada polisi. Karena tante sangat mengganggu."

Semesta Mahardhika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang