"Ck, gua laper. Anter cari makanan."
Azka berulangkali mengumpat dalam hati saat mulutnya berkata demikian secara spontan.
Dan sialnya Mahardhika malah mengiyakan ajakannya tersebut. Padahal memastikan Mahardhika baik-baik saja seperti kata ayah angkatnya saja sudah cukup.
Ia tidak perlu repot-repot seperti ini.
Namun akhirnya ia pasrah saja, toh Mahardhika juga sudah membatalkan taksinya.
Ia bisa melihat Mahardhika yang menghampirinya, "Jadi mau kemana?" Tanyanya.
"Kolam berenang." Ucap Azka asal kemudian memilih berjalan duluan. Entah mau kemana.
Setelah berjalan beberapa lama Mahardhika bersuara. "Disini. Mau gak?" Ucapnya sambil menunjuk salah satu rumah makan untuk kesekian kalinya.
"Gak."
"Kalo itu tuh! Kayanya enak, tapi rame banget. Pasti pengap banyak orang." Ucapnya lagi sambil menunjuk sebuah restoran di seberangnya.
"Gak."
"Terus mau yang mana? Ini gua udah cape, dari tadi lo gak mau mulu. Mau makan apa?" Sedari tadi Mahardhika mencoba bersabar, namun kali ini ia sudah lelah.
"Maunya apa sih?"
"Yaudah gak jadi. Mau gofood aja." Ucap Azka sambil melirik Mahardhika sombong.
Mahardhika memutar bola matanya malas, ia pergi meninggalkan Azka sendirian. Masa bodo, ia lelah. Ia tidak mau peduli lagi.
"Terserah lo."
Mahardhika pergi menjauh, namun entah kenapa Azka malah mengikuti langkahnya. Walaupun pelan, Azka tetap mengikuti kemana Mahardhika pergi.
Ia sebenarnya tidak lapar karena sebelum datang kesini saja ia sudah makan. Hanya mulutnya saja yang terlalu spontan mengeluarkan sesuatu sebagai sebuah alasan.
Matanya melotot saat melihat Mahardhika mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya.
Azka melihat jelas Mahardhika menghisap rokoknya dengan tenang di pinggir gedung kosong yang tidak terpakai. Sedangkan ia mengintip dari kejauhan.
Kaget saja, ia kira Mahardhika adalah anak baik-baik, ia tertegun saat ia melihat Mahardhika kembali menangis disana.
Namun selanjutnya Azka hampir mendekati Mahardhika ketika jelas-jelas ia melihat Mahardhika terbatuk, kesulitan mengambil nafas sambil berulangkali menepuk dadanya dengan kencang.
Niatnya ia urungkan saat dilihatnya Mahardhika baik-baik saja. Malah yang dilakukan Mahardhika selanjutnya ialah kembali mengambil rokok lagi, berulangkali sampai sepertinya Mahardhika menghabiskan satu bungkus rokok saat itu juga.
"Gila."
Dilihatnya Mahardhika bangkit dari posisinya, sepertinya dia akan pergi.
Mahardhika mengusap wajahnya, menghapus sisa jejak air mata miliknya. Hari ini ia banyak menangis, sampai matanya perih.
Muak rasanya, tapi ia tidak bisa terus-terusan merasa menjadi manusia paling menyedihkan di dunia ini. Ia ingin mensyukuri segala sesuatu yang telah menjadi takdirnya. Tapi kenapa rasanya susah sekali?
Ia sudah berusaha tetap bertahan dan tetap bersabar karena ia berpikir ini semua adalah ujian dari Tuhan.
Melihat orang lain bahagia dengan keluarga kecilnya, melihat orang lain yang memiliki teman untuk sekedar menghilangkan kesepian, melihat orang-orang masih bisa tetap tertawa riang meskipun kita semua tidak tau bagaimana yang sebenarnya di rasakan, Mahardhika yakin setiap orang punya lukanya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Mahardhika
Teen Fiction"Semesta Mahardhika itu cuma mama sama papa. Jadi jangan tinggalin Dika. Kalo mama sama papa pergi, Dika sama siapa?" •••••• Mahardhika rasa dunia sedang bercanda saat tiba-tiba Mama pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan Papa yang bahkan jug...