"Dika? Udah bangun nak? Denger bunda gak?"
Mahardhika terbangun beberapa saat yang lalu dan refleks bangun dari tempat tidurnya.
Namun usahanya sia-sia saat ia merasakan ngilu di badannya.
"Eh! Dik tenang dulu!" Adam dan Anggiana memekik kaget sambil menahan Mahardhika yang kini terlanjur meringis disana.
Mahardhika melirik sebuah selang yang berada di tepi iga miliknya dan meringis ngilu. Bagaimana bisa sebuah selang masuk kesana pikirnya.
"Bunda.." Panggil Mahardhika pelan dengan napas yang terlihat berat seperti sudah berlari jauh.
Anggiana mengusap lengan Mahardhika lembut, "Gak apa-apa.. nanti di lepas lagi kok.."
Kemudian Yunia, seorang dokter yang menangani Mahardhika datang untuk memeriksanya.
Katanya Mahardhika baik-baik saja. Tapi tetap harus sering di pantau keadaannya.
Anggiana lega, setidaknya anak itu baik-baik saja dan tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Mahardhika.
"Azka dimana? Kok Dika bisa disini?"
Mahardhika bertanya dengan suara pelannya. Sesaat setelah kepergian Yunia dan satu perawat lainnya.
"Azka ada. Lo istirahat aja gak usah mikirin yang lain." Adam menjawab saat melihat Mahardhika yang terlihat terengah-engah disana. Adam yakin Mahardhika sendiri pun menyadari apa yang dirasakan oleh tubuhnya.
"Beneran?"
"Emang gua kaya lagi bohong apa?"
Mahardhika tidak menjawab apa-apa.
"Udah, sekarang tidur lagi aja. Gua mau keluar bentar," ucap Adam saat melihat sebuah pesan dari seseorang kepadanya.
"Bun, Adam keluar dulu ya? Ada urusan dikit."
"Iya. Jangan lama-lama ya?"
"Hmm."
Hening beberapa detik setelah Adam keluar.
"Bunda tinggal bentar gak apa-apa?" Ujar Anggiana setelah mengusap rambut Mahardhika dan hendak melangkah pergi.
Namun langkahnya terhenti saat tangan Mahardhika memegang ujung lengan bajunya pelan.
"Kenapa? Ada yang sakit banget?"
"Bunda mau kemana?"
"Bunda..jangan kemana-mana.."Ujarnya pelan namun ada sedikit penekanan di dalam kalimat miliknya. Tanda sedang merajuk.
Anggiana tersenyum.
"Yaudah gak jadi. Bunda gak akan kemana-mana."
Mahardhika kini menutup matanya saat Anggiana mulai mengelus rambutnya lembut. Rasanya nyaman sekali. Mahardhika suka. Tentu sangat suka.
"Bunda.." Ucapnya sambil terus menikmati usapan di kepalanya.
"Iya?"
"Bunda boleh pergi sekarang, Dika udah gak apa-apa. Kan bunda juga ada urusan lain.."
"Kata siapa?"
"Enggak kata siapa-siapa.. Dika gak mau banyak ngerepotin. Dika takut.."
"Loh? Kok ngomongnya gitu?"
Mahardhika menggenggam tangan Anggiana cukup erat disana.
"Dika takut bunda pergi kaya mama gara-gara Dika banyak ngerepotin."
"Hey--"
"Dika gak apa-apa.. bunda lakuin urusan bunda, tapi jangan sampe ninggalin Dika ya?" Potongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Mahardhika
Jugendliteratur"Semesta Mahardhika itu cuma mama sama papa. Jadi jangan tinggalin Dika. Kalo mama sama papa pergi, Dika sama siapa?" •••••• Mahardhika rasa dunia sedang bercanda saat tiba-tiba Mama pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan Papa yang bahkan jug...