Malik bergegas kembali ke apartemen, merutuki dirinya sendiri karena baterai ponselnya habis. Setelah mengantarkan Wulan kembali ke kostnya, Malik menuju restoran di mana dia berjanji menemui Aruna. Sepanjang perjalanan, dia berdoa Aruna masih di sana dan menunggunya. Tapi saat dia sudah di sana, restoran tersebut sudah gelap dan dia tidak melihat tanda-tanda Aruna ada di sana.
Selama mengenal Aruna, akhir-akhir inilah di mana dia paling sering menyakiti gadis itu. Kepercayaan dirinya perlahan luntur. Dia tidak yakin dia masih pantas untuk Aruna. Dia tidak yakin Aruna masih mau menerimanya. Namun dia juga takut Aruna akan menghubungi besok dan mengatakan pertunangan mereka batal.
Satu-satunya yang harus dia lakukan sekarang adalah segera menghubungi Aruna dan meminta maaf padanya. Malik setengah berlari dari tempat parkir ke gedung apartemennya. Namun langkahnya terhenti saat suara paling merdu baginya memanggil namanya. Hanya suara Aruna yang bisa membuat namanya terdengar sangat indah.
"Apa kau tidak melupakan sesuatu?" tanya Aruna dan Malik bersumpah dia bisa melihat mata sembab Aruna. Hatinya sangat sakit melihatnya.
"Kau di sini."
"Ya aku di sini. Aku sudah cukup lama menunggumu. Aku bisa saja pergi setelah menunggumu dua jam lebih di restoran tapi aku tidak mau menunda lagi," urai gadis itu. Malik ingin menyerah. Dia ingin menyerah sekarang. Dia tidak pantas untuk Aruna. Segala beban pikirannya membuat tubuhnya terasa sangat berat.
"Maafkan aku," ucap Malik.
"Simpan dulu maafmu. Aku tidak akan menemuimu di sini kalau saja aku bisa menghubungimu. Tapi akhir-akhir ini, atau tepatnya sejak pertunangan kita, aku merasa kita memiliki jarak yang sangat besar. Kau bukan seperti Malik yang aku kenal baik. Jadi aku akan mengajukan satu pertanyaan mudah sekarang. Apa malam ini kau bersama Wulan?" tanya gadis itu tanpa berkedip sekali pun.
Malik tidak akan berbohong. Dia tidak akan pernah bisa membohongi Aruna. Jadi, walaupun tahu jawabannya akan menyakiti Aruna, dia menjawab, "Ya, aku bersamanya tadi."
Aruna memutar kepalanya ke samping dan mendongak ke langit-langit seakan dia hendak menahan air mata yang sudah siap jatuh. "Aku akan menjelaskannya," kata Malik. "Kita bicara di atas."
Aruna tampak ragu sesaat sebelum akhirnya dia mengangguk. Malik ingin meraih tangan Aruna. Ingin sekali. Tapi dia menahan diri. Saat ini, dia merasa tidak pantas memegang tangan Aruna.
Mereka naik ke lantai 17 dan berjalan ke arah kamar apartemen Malik. Aruna, yang baru pertama kali datang ke apartemen Malik, memerhatikan tempat yang cukup mewah tersebut. Yang paling Aruna suka adalah beranda yang memperlihatkan pemandangan kota di malam hari.
Aruna duduk di sofa abu-abu yang ada di sana menunggu Malik berbicara. Malik, di lain pihak, tiba-tiba berjongkok di depan Aruna. Pria itu memosisikan kepalanya di pangkuan Aruna dan saat Aruna bergerak tidak nyaman, Malik menghentikan kaki Aruna sehingga dia tetap bisa memangkukan kepalanya di pangkuan Aruna. "Sebentar saja," gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stealing My Fiance [COMPLETED]
ChickLit[Shortlist Winner AIFIL 2023 dan pemenang Kontes Colorful Days of April oleh @AmbassadorID @WattpadChiclitID @WattpadRomanceID dkk] Gadis itu menolak untuk menyerahkan tunangannya ke wanita bernama Wulan Kirana Saraswati. Saat banyak yang mengatakan...