Setelah Aruna mengatakan keinginannya dengan sangat teguh tentang kembali ke New York, Malik merasa khawatir Aruna akan meninggalkannya untuk selamanya. Bagaimana dia bisa menjaga Aruna kalau gadis itu bersikeras ingin pergi sendiri. Malam itu, dia menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan yang cukup buruk.
Tentu saja Aruna tidak membutuhkan persetujuannya untuk bisa berangkat atau tidak. Sebagian dari diri Malik mengerti akan keinginan Aruna tapi sebagian besar dirinya ingin menahan Aruna dan menjaga gadis itu agar tetap di sampingnya.
"Apa kau tidak membutuhkanku lagi?" gumam Malik di tengah kegelapan.
*
"Orang Om sudah menemui Wulan," kata Damar pada Malik. Saat ini keduanya duduk di halaman rumah Damar.
"Jadi bagaimana?" tanya Malik.
"Untuk sementara kita tidak perlu melakukan apa-apa. Dia cukup tahu konsekuensinya jika masih nekad menghubungi Aruna atau pun dirimu. Begitu juga dengan temannya. Dia hanya bekerja untuk uang jadi Om tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan berani melakukan apa-apa lagi setelah ini," jelas Damar.
"Maafkan Malik Om. Kalau saja .... ," kata Malik namun kalimatnya terputus oleh Damar.
"Tahu gak kalimat yang harus kita hindari untuk diucapkan. Kalimat andaikan, andai saja, kalau saja. Kita tidak bisa mengembalikan waktu. Karena itu, sebaiknya kita fokus dengan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya. Kalau Om mau, ada cukup banyak kalimat andaikan yang bisa Om katakan. Tapi Om ingat, kita masih diberi hadiah masa kini dan esok. Jadi, kita masih bisa melakukan sesuatu untuk memperbaikinya dan berusaha melakukan yang terbaik. Om berharap kamu juga melakukan hal yang sama. Berhentilah menyalahkan diri sendiri dan terus mengulang kejadian lalu di memori kamu. Ada orang-orang yang menunggumu untuk membuat memori baru. Om harap, kamu bisa melakukannya untuk Aruna," ucap Damar.
Malik tertunduk. Dia paham kesalahannya namun om Damar benar. Dia terlalu lama membenamkan diri dengan kesalahan tadi.
"Malik akan berusaha Om. Buat Aruna," sahut Malik.
"Malik, kamu juga perlu tahu. Soal permintaan Aruna kembali ke New York. Om dan tante sudah membahas ini," ucap Damar dan pria itu kemudian menghela napas berat.
"Kami berpikir .... untuk membiarkan Aruna melakukan apa yang menurut dia baik. Kami juga bisa selalu menjaganya dari jauh. Terus menahannya di sini, om dan tante khawatir hal itu akan semakin membebaninya," lanjut om Damar.
Pria itu diam sejenak kemudian melanjutkan, "Walaupun bukan Ibu dan anak sedarah, Aruna dan tante Ayu memiliki banyak kesamaan. Dan mereka sama-sama kukuh saat memutuskan sesuatu. Begitu juga yang tante Ayu dulu lalukan saat bersikeras membawa Aruna pulang ke rumah. Waktu itu Om sendiri masih tidak yakin, mengingat bagaimana kami tahu tentang dia. Namun Ayu bersikeras dan tidak pernah berhenti meyakinkan Om. Pada akhirnya, Om menyerah dan memperbolehkannya membawa Aruna yang masih balita pulang setelah proses yang cukup panjang tentu saja. Dan tidak pernah sekalipun Om menyesali keputusan Om menyetujui tante Ayu. Kadang kita memamg harus percaya sama insting wanita," kata om Damar menerawang.
Malik kembali terdiam. Sebagian besar dari dirinya masih tidak rela melepaskan Aruna sendirian. Dia ingin selalu menemani Aruna walaupun itu berarti dia harus memilih antara Aruna dan karirnya.
*
Setelah paginya mengobrol lama dengan om Damar, malam itu Malik mengetuk pintu kamar Aruna.
Tidak seberapa lama, Aruna membukakan pintu. Gadis itu terlihat sedikit lebih baik. Rona kemerahan di wajahnya kembali terlihat.
"Boleh aku masuk? Ada yang ingin aku bicarakan," pinta Malik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stealing My Fiance [COMPLETED]
ChickLit[Shortlist Winner AIFIL 2023 dan pemenang Kontes Colorful Days of April oleh @AmbassadorID @WattpadChiclitID @WattpadRomanceID dkk] Gadis itu menolak untuk menyerahkan tunangannya ke wanita bernama Wulan Kirana Saraswati. Saat banyak yang mengatakan...