Part 23

437 74 48
                                    

Teriknya jogja pukul satu siang, cukup membuat rasa perih di kulit yang terpapar sinar matahari langsung. Gadis bergamis abu-abu dengan parcel buah di tangan itu secepat kilat berlari dari gerbang depan rumah sakit menuju ke pintu masuk agar tidak lama-lama tersengat matahari. Khawla mendekati seorang petugas keamanan untuk menanyakan ruangan yang dituliskan oleh Fatimah di ruang percakapan mereka.

"Di lantai tiga Mbak, paling ujung kanan."

Khawla segera berterima kasih dan menghilang dibalik lift. Langkah ringannya tadi mendadak menjadi berat tatkala ruang tujuannya semakin dekat. Dia membaca doa sebelum mengetuk pintu pelan. Fatimah membukakan pintu dan menyambut kedatangan teman barunya.

"Siapa, Nduk?"

"Ini ada temennya Elhaq sama Fatim datang, Umi."

Khawla masuk dan wanita yang masih menggunakan dop mata di sebelah kiri itu melempar pandang ke arahnya. Tangan Khawla terulur dan menyalami wanita itu.

"Saya Khawla, temennya Mas El dan Mbak Fatim, Umi," ucap Khawla.

"Oalah, terima kasih repot-repot malahan ke sini. Kok, kayaknya Umi belum pernah ketemu ya?"

Fatimah segera pasang badan.

"Jadi, Khawla ini adiknya mondok di ponpes Nurul Ilmi. Santri asuhnya Elhaq dan muridnya Mas Syam. Nah, Fatimah kenal Khawla dari mereka. Khawla kan kuliah jurusan Satra, terus Fatim mau ajakin dia bantu-bantu ngurus taman baca, Umi. Begitu ceritanya."

"Oh, kamu kenal Syam juga?"

"Nggih, Umi."

"Panjang umur, ini dia teleponm" ujar Fatimah sembari mengangkat ponselnya.

Panggilan video itu terdengar sangat manis di telinga Khawla. Ustadz Syam yang biasanya kaku, terlihat begitu manja pada ibunya.

"Syam, sebentar, di sini ada tamu. Kamu kenal dia?"

Fatimah mengarahkan layar ke wajah Khawla.

"Lala?" seru Syam terkejut.

"Assalamu alaikum Ustadz, " sapa Khawla.

"Wa alaikum salam warahmatullah, kamu nengokin Umi?"

"Iya, aku tadi dikasih tahu Mbak Fatim terus ke sini. Kan deket dari kampus, terus juga pengen kenalan sama Umi," jujur Khawla.

"Ini doanya udah tembus langit apa gimana? Perasaan baru semalem deh dimulai, kenapa udah bisa sejauh ini?" Suara kekehan Syam terdengar senada dengan wajah malu-malu tergmabr di layar.

Khawla menggigit bibir, malu karena digoda Syam. Bukan apa-apa, dia terlalu nekat untuk menemui orang tua Elhaq yang tengah sakit.

"Bismillah, Ustadz. Semoga dibukain jalannya."

Fatimah dan Khadijah saling berpandangan. Fatimah tahu jika Khawla dan Elhaq saling melangitkan nama.

"Ada yang udah saling melangitkan, Umi. Tinggal nunggu restu Umi aja sama Abah biar berkah," seloroh Fatimah.

"Masyaallah, oh jadi begitu. Kok, kemarin belum ada yang cerita ya sama Umi. Ih, anak Umi pinter banger cari calon ya. Cantik, pinter," puji Khadijah.

LEMBAYUNG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang