Part 27.

451 80 50
                                    



Hari Jumat merupakan hari yang ditunggu para santri pondok Nurul Ilmi. Khalid dengan wajah berseri dan langkah sedikit berlari menghampiri taman santri.

“Mbak La nggak pulang ya?”

“Enggak, katanya besok ada acara. Minggu depan paling Mbak La baru pulang,” ucap ibu Khalid.

Dari kejauhan seseorang yang sedang memegang benda pipih yang ditempelkan di telinga mengamati keluarga yang sedang bercengkrama itu. Perlahan orang itu mendekat.

“Khalid, Lala mau ngomong."

Khalid langsung menerima ponsel sang ustadz. Sementara Syam segera menyalami kedua orang tua Khalid. Ayah Khawla sedikit kaget saat pria itu mencium tangannya.

“Ustadz, terima kasih sudah menjaga Khalid di sini.”

“Sama-sama Pak. Khalid sekarang sudah mandiri, sudah terbiasa dengan lingkungan di sini."

Aisyah mengamati gerak-gerik aneh dari Syam kemudian merebut ponsel di tangan Khalid.

La, kamu ngapain telpon pakai hape Ustadz Syam? Lah kan bisa telpon dari hapeku?” 

Syam mendengar sedikit kalimat yang terlontar dari mulut Aisyah.

“Pak, kata Khaw ... Khalid Bapak suka tanaman ya?”

“Oh iya Ustadz, saya seneng nandur-nandur bunga, buah, seneng sama yang asri-asri.”

“Panggil Syam saja Pak, jangan Ustadz. Saya ilmunya jauh dari Pak Arfan.”

Arfan terbahak. “Walah, saya cuman jebolan pondok desa. Beda sama Ustadz yang putra Kyai.”

“Pak, saya hanya menang muda. Kalau soal ilmu, bapak sudah terbukti mendidik Khalid dan Dek Khawla. Mereka tumbuh dengan akhlak yang luar biasa.”

“Bisa saja Ustadz ini,” kata Arfan sembari terkekeh.

“Ustadz putranya berapa?” tanya Aisyah tiba-tiba.

Khalid menyerahkan ponsel Syam kembali. Syam tersenyum tipis.

“Saya belum punya.”

“Oh, sudah lama menikah?” lanjut Aisyah.

Ibu Khawla menyenggol lengan Aisyah.

“Ais, kamu ini loh,” desis ibu Khawla.

“Sepuluh tahun lalu, tapi istri saya meninggal tiga tahun lalu.”

“Innalillahi,” ucap mereka serentak. Wajah Syam sedikit berubah.

“Afwan Ustadz,” lirih Aisyah.

“Tidak apa, Mbak. Ini, kakaknya si kembar ya?” tanya Syam lembut.

Azka yang duduk berpindah tempat duduk di samping Syam mengangguk.

“Besok katanya mau ikut Mas Khalid mondok di sini,” ucap Arfan.

“Oh, mau mondok juga? Di sini temennya banyak,” kata Syam.

LEMBAYUNG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang