Part 6. Lihatlah Langit

270 32 0
                                    

Ketika lembayung senja mulai menghampiri semesta, mengajak matahari untuk beristirahat di ufuk barat.

Khawla, yang sudah keluar area pondok celingukan mencari becak atau ojek yang biasanya mangkal di persimpangan jalan dekat pondok. Jam sudah menunjukkan pukul 17.15. Ponselnya bergetar menandakan ada pesan masuk.

0878xxxx

[Mbak, terima kasih sendalnya. Karena Mbak Bella maksa, jadi saya terima.]

LubnaKhawla

[Alhamdulillah kalau diterima. Semoga bermanfaat,
Mas Edward.]

0878xxxx

[Nama saya Elhaq, Mbak.
Kemarin cuma bercanda.]

LubnaKhawla

[Nama saya Khawla, Mas.
Kemarin Mas Elhaq
salah sebut nama.]

0878xxxx

[Baik Mbak Khawla,
maaf ya,
saya asal sebut nama.]

Khawla terus mengirim pesan hingga tak sengaja menabrak pohon di depannya.

"Eh, Mbak!" Seseorang berteriak dari balik pagar pesantren.

Malu setengah mati, rasanya dia ingin segera menghilang dari tempat itu. Alhasil Khawla hanya bisa menoleh dan meringis menertawai kebodohannya sendiri sembari menoleh ke gerombolan orang yang sedang berada di balik pagar besi pesantren.

"Mbak Khawla?"

"Mas Elhaq?"

"Mau pulang?"

Khawla mengangguk. "Saya pulang dulu," pamitnya.

"Eh, tapi naik apa? Jauh loh sampai ke jalan raya."

"Jalan aja Mas, saya nggak punya aplikasi ojek online."

Khawla memang tidak pernah menggunakan aplikasi itu mengingat kemanapun dia pergi pasti bersama Pras atau Fitri. Butuh sekitar sepuluh menit berjalan kaki ke arah halte bis di jalan utama.

"Mbak, saya antar ya?" tawar seseorang kemudian saat Khawla berjalan sampai di depan outlet kebab.

"Ta-tapi apa nggak apa-apa? Kita bukan mahram," kata Khawla.

"Gini aja, saya punya ide. Mbak Khawla bisa naik motor?"

Khawla mengangguk dan senyum mengembang di wajah pemuda itu.

"Mbak naik motor ini, saya ikuti dari belakang. Lari."

"Ha?" Khawla terkejut dengan ide pemuda itu.

"Keburu maghrib, Mbak. Yok, silakan. Itung-itung sebagai ucapan terima kasih untuk sendal barunya."

Khawla sebenarnya agak ragu, tapi lembayung senja sudah memayungi mereka saat itu. Pertanda kumandang azan magrib tak lama lagi datang.

"Tapi Mas El nggak apa-apa?"

Pemuda itu tersenyum dan mengganguk sembari menyalakan motornya agar Khawla tidak repot. Gadis itu kemudian mengendarai motor, sementara Elhaq berlari dibelakangnya. Khawla tak henti tersenyum melihat pemuda itu dari spion, mengejarnya. Kulitnya yang cenderung putih seketika terlihat kemerahan akibat kelelahan. Butuh waktu delapan menit untuk Khawla sampai ke halte. Dia memarkirkan motor di belakang Halte bis dan tak lama Elhaq menyeberang, menuju tempatnya berada.

"Mas ini kuncinya, terima kasih banyak ya."

"Sa-ma ... sa-ma, " jawab Elhaq sembari memegangi dadanya engap selepas berlari.

LEMBAYUNG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang