Part 15. Ursa Major

1K 106 149
                                    

Lembayung senja telah berlalu, menyibak tabir waktu. Malam  ini, peristiwa luar biasa terjadi di atas sana. Gugusan bintang berjajar sungguh menakjubkan. Ursa major terpampang dengan kerlip tambahan tabur berlian kecil yang lain. Begitu menakjubkan, membuat mereka yang bersaksi akan iman pada Tuhan, mengagungkan nama Sang Pencipta. Tanda-tanda kebesaran Tuhan ada di sejauh mata memandang, setiap telinga mendengar, setiap hela dan hembus nafas, setiap detak jantung. Namun, sayangnya tak semua makhluk menyadarinya.

Banyak dari manusia, yang tak tahu jika keberadaan dirinya, merupakan bukti nyata kekuasaan Tuhan, Allah, Sang Maha Pencipta segala. Banyak yang lisannya mengaku iman, tapi tak paham, bagaimana mensyukuri, memuji, mengagumi, keagungan Allah, yang telah memberi banyak rezeki tanpa henti.

Tipu daya syaiton lebih kuat, lebih memikat. Membuat semua lalai akan tugas utama mereka sebagai makhluk Allah. Seperti yang ada dalam surah An Nas, disebutkan jika manusia dan jin diciptakan untuk beribadah pada Allah. Lalu? Nyatanya, tak lebih dari lima puluh persen orang yang mengaku beriman, beragama, benar-benar menyembah Tuhannya sebagaimana mestinya.

Masyaallah. Cantiknya. Itu bentuk apa ya? Kayak huruf  ha, rumit gitu, tapi belakangnya huruf fa, eh bukan  qof.

Angin malam menerpa rikma hitam yang berkibar milik sang dara. Ponselnya berdering tak lama kemudian.

Assalamualaikum."

“Waalaikum salam warahmatullah. Mas, bentar aku pakai jilbab dulu,” seru Khawla.

Gelak tawa terdengar dari seberang. Khawla berlari meneruni tangga yang menghubungkan antara atap rumah kos dengan lantai dua, dimana kamarnya berada. Saking cepatnya berjalan, gadis itu sampai terpeleset.

“Khawla! Ati-ati dong, Ya Allah, kamu ngapain sih!” pekik salah satu rekan kosnya.   

La, kamu kenapa?”

“Aku ... aku nggak apa-apa. Bentar aku matiin dulu nanti aku telepon balik.”

Khawla segera berdiri kemudian basa basi dengan rekan kosnya yang menjadi saksi jatuhnya dari tangga, sebelum masuk ke kamar, mengenakan gamis dan jilbabnya. Setelah selesai berdandan, Khawla segera menghubungi orang yang menelponnya.

“Assalamu alaikum. Gimana Mas?”

Wa alaikum salam. Kamu tadi jatuh?”

“Ah, eng anu kok, kenapa nih telepon?” Khawla terlalu malu untuk mengakui kekonyolannya.

Ngapain sih emang pake lari-lari?”

“Aku tadi baru liat bintang di atap. Terus aku nggak pake baju tidur jadi aku ganti dulu, hehe.”

Ya Allah, La. Kita cuman telpon, aku juga nggak liat kamu.”

“Astagfirullah, iya juga ya Mas? Ya Allah, kok aku jadi bego sih?”

Pasti modus, sengaja jatuh biar besok ditolongin ya?”

“Idih, apaan. Jangan mulai lagi deh, aku selalu gregetan, ih, dituduh begitu,” seru Khawla.

“Aku gemes denger kamu marah-marah kalau lagi membela diri."

“Astagfirullah, Mas El. Jangan bikin baper deh, belum halal. Jangan sampai aku di akhirat nanti dimintain pertanggung ljawaban gara-gara bikin cowok bau surga keblinger, hehe.”

Bisa aja kamu, La. Besok kamu ada kuliah?”

“Besok dari pagi sampai siang ada Mas. Kenapa?”

Besok aku ke Jogja. Boleh ketemu sebentar?”

“Ketemu?”

Iya, kalau kamu sibuk ngga—“

LEMBAYUNG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang