Part 29. Duda Bucin

497 72 63
                                    

Rintihan Khawla masih terngiang di telinga Syam. Pria itu kini tengah melaju di jalanan, membelah kota Solo, ke arah barat kemudian berbelok ke selatan menembus Klaten, hingga akhirnya masuk ke Jogja. Hanya satu jam waktu yang dibutuhkan Syam untuk sampai ke kos Khawla. Padahal rata-rata jarak tempuh normalnya adalah sembilan puluh hingga seratus dua puluh menit. Tak bisa dibayangkan bagaimana Syam menyetir dengan kecepatan tinggi demi memastikan kondisi Khawla.

Syam memarkirkan mobilnya di pelataran toko dekat kos Khawla. Dia menelpon gadis itu dan menanyakan keberadaannya.

"Aku di kos, barusan dianter sama Mbak Fatim dan Mas Elhaq."

Syam segera turun dari mobilnya dan menanyakan pada pemilik kos tentang Khawla. Ibu kos mempersilakan pria yang masih berseragram warna khaki itu masuk ke ruang tamu khusus penghuni kos.

"Mas? Kok Mas ke sini?"

"Lala, kamu pucet banget. Ke rumah sakit yuk."

"Aku nggak apa-apa. Aku tadi kram perutnya, Mas. Lagi dapet," ringis Khawla.

"Alhamdulillah kalau kamu nggak apa-apa. Mas takut La kamu kenapa-kenapa. Elhaq kenapa marah sama kamu?"

Kali ini raut wajah Syam berubah. Sorot matanya tajam saat menyebut nama Elhaq.

"Oh, itu cuma salah paham kok. Mas Elhaq sibuk, jadi biar nggak keganggu, dia blok nomerku."

"Memang kamu ganggu apa? Dia kan memang Mas suruh jagain kamu," tukas Syam sembari menekan-nekan layar ponselnya.

"Mas ngapain?"

"Telpon Elhaq."

Khawla merebut ponsel Syam.

"Mas, nggak usah. Aku nggak mau Mas Syam sama Mas El berantem gara-gara hal nggak penting."

Syam membiarkan Khawla mematikan teleponnya.

"Maaf ya, aku bikin Mas Syam khawatir."

Pria itu hanya bisa beristigfar menenangkan dirinya sembari duduk di kursi tanpa dipersilakan.

"Mas," panggil Khawla lembut. Gadis itu sangat takut jika sampai Elhaq dimarahi oleh Syam.

Hati Syam yang panas seketika tersiram air surga, hanya dengan satu kata yang ditujukan khusus padanya.

"Dalem," jawab Syam.

Khawla masih bertanya-tanya mengapa pria itu nekat sekali datang hanya untuk memastikan kondisinya.

"Mas ,,, kenapa ke sini?"

"Mastiin kondisimu."

"Cuma itu?"

"Iya. Mas pulang dulu ya,"

"Tunggu ... tapi kenapa?"

Senyuman terukir di bibir kemerahan itu.

"Mas khawatir sama kamu, Lala. Mas sayang sama kamu."

Mata Khawla mengerjap-ngerjap. "Sayang?"

LEMBAYUNG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang