Part 51. Akankah berlabuh?

170 16 4
                                    


Kejadian tak terduga yang dialami Pras tadi membuat Elhaq yang ikut menolongnya harus berlumuran darah dan menjadi pendamping si korban kecelakaan tunggal itu sampai keluarga Pras datang.

Agak canggung rasanya saat Khawla menyusul Elhaq ke ruang dimana Pras dioBservasi pasca pemeriksaan dan tindakan di IGD.

"Mas, aku mau ke tempat bapak."

Ucapan Khawla membuat Elhaq segera berpamitan dengan Pras, sebelum menyusul sang dara ke luar.

Dua insan itu akhirnya pergi bersama menuju ruang rawat Arfan.

"Kamu ngapain bawain tasku?" tanya Elhaq saat melihat tasnya dijinjing Khawla.

"Kata Mas Syafiq, bajumu kotor. Aku tahu kebiasanmu kalau pergi pasti bawa baju ganti, jadi aku bawain sekalian. Ini udah adzan ashar," kata Khawla.

Elhaq tersnyum. "Perhatian banget sih, calon istri," goda Elhaq.

Khawla tersipu. "Nggak usah godain, Taklukin dulu bapakku," kata gadis itu.

"Kita hadapi sama-sama, ya," ucap Elhaq sebelum kedua melangkah masuk ke ruang perawatan.

Arfan melihat sang putri masuk dengan pemuda yang tadi b
Pagi dibentaknya.

"Pras gimana?" tanya Aisyah.

"Alhamdulillah, kondisinya baik Mbak, walau kaki kirinya patah," jawab Elhaq.

Kemudian pemuda itu mengalihkan pandangannya pada Arfan.

"Pak, saya mau minta maaf. Kedatangan saya hari ini membuat Bapak jadi begini. Saya benar-benar menyesal."

Arfan masih tak menjawab.

"Saya sadar jika apa yang saya lakukan dulu salah. Saya mohon, ijinkan saya membuktikan kesungguhan saya untuk mengkhitbah Khawla."

Pemuda itu tak gentar meski keluarga Khawla sedang menatap lurus padanya.

Tidak hanya kedua orangtua Khawla tetapi ada adik dan kakak ayah Khawla di sana. Juga dua sepupu Khawla yang sedari tadi sudah menggibah Elhaq.

Ya, kasak kusuk pasti sudah menyebar. Tentang Khawla yang dikejar-kejar anak kyai. Padahal, tiga tahun lalu, ia diberitakan mengejar-ngejar anak kyai hingga mengakibatkannya harus terkena karma, tertusuk gunting oleh orang gila. Kurang lebih begitulah kabar yang beredar.

"Kenapa kamu milih anak saya?" tanya Arfan.

Elhaq tersenyum. Akhirnya Arfan mau berbicara kepadanya.

"Kami dulu berjumpa tanpa sengaja, berkenalan juga karena perantara Khalid. Saya melihat sosoknya yang begitu tegar, mandiri, dan apa adanya. Saya juga jatuh hati karena bacaan AL Qur'annya yang begitu bagus, akhlaknya yang meski bukan santri, namun mencerminkan muslimah sejati. Dan dari situlah saya mulai lancang melangitkan namanya. Mohon maaf, seharusnya saya meminta ijin Bapak dulu. Kami menyalahi aturan itu, dan pada akhirnya fitnah bermunculan karena hubungan kami yang semu."

Penjelasan Elhaq membuat Arfan yang sedari tadi menghindari pandangan pemuda itu akhirnya menatapnya lekat.

"Sudah salat ashar?" tanya Arfan tiba-tiba.

"Belum Pak, saya tidak dengan azan tadi karena menemani Mas Pras di dalam ruangan, Saya juga mau mandi dulu, baju saya kena darah."

"Ya sudah, bersih-bersih dulu. Setelah itu imami bapak, ya? Kita jamaah."

Elhaq tak berpikir dua kali, dengan mantap dia segera meminta ijin untuk mandi dan bersiap untuk salat ashar bersama keluarga Khawla.

Bukannya ia sok jantan dan hebat karena terlatih menjadi imam. Namun, Elhaq merasa inilah waktu yang tepat untuk memulai mengambil hati Arfan.

LEMBAYUNG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang