Si Tuna Rungu

417 55 3
                                    

Sebuah bangunan besar bercat putih, dengan dua pion penyangga yang besar bertengger di bagian depan, berdiri gagah dihadapan ku. Dengan halaman yang sangat luas dan ditumbuhi rerumputan hijau juga pohon-pohon yang rindang mengelilingi gedung itu. Membuat ku takjub pada bapak tua pemilik gedung ini yang baru saja menyapaku semalam.

"Rumah Sakit Jiwa Ceria Abadi" gumamku membaca nama bangunan itu.

Baru saja memasuki gerbang bangunan tersebut yang sangat tinggi bak gerbang sebuah istana, aku sudah disambut oleh para manusia berseragam putih. Entah itu waras atau tidak, tapi aku harap mereka tidak menggangguku dihari pertama.

Aku menarik nafas perlahan. Aroma obat tercium kepenjuru gedung. Ini bukan rumah sakit umum, tapi entah mengapa aroma obat-obatan disini bahkan jauh lebih menyengat daripada di rumah sakit umum.

Teriakan, tawa terbahak, jeritan, hingga tangisan terdengar bertumbuk ditelinga ku. Nampak seperti irama tak beraturan. Dari orang-orang tanpa aturan. Berkeliaran kesana-kemari, melakukan segala hal yang mereka inginkan, tanpa siapapun berani melarangnya.

Ada perasaan merinding juga harap-harap cemas jika harus bekerja disini. Bangunan dan pemandangan yang disajikan memang nampak bagus dan terkesan mewah. Tapi penghuninya? Bagaimana jika aku menjadi sasaran amukan mereka? Atau jadi kelinci percobaan mereka saat sedang bermain?

Aku berdiri menatap wall mapping mencoba membaca dimana ruang HRD. Ku pikir gedung ini hanya berisi beberapa ruangan. Ternyata sangat banyak dan luas. Ditambah lagi map ini sudah dicoret-coret, sama sekali tidak terbaca. Bagaimana aku bisa tau dimana aku sekarang..

"Halo kakak cantik!" Sapa seorang remaja pria berpakaian training dengan bibir yang berantakan noda lipstik.

"H-halo.. ganteng." Balasku ragu. Ya secara penampilannya.. ah kau pasti paham.

"Aw, Aku ganteng!" Serunya dengan gaya imut, yang membuat ku menahan tawa.

"Kakak cantik mau kemana, mau ganteng anterin?" Tanyanya, yang kurasa memang benar-benar ingin mengantar ku bukan mengerjai ku.

"Aku mau keruang HRD atau ruang pemilik gedung ini. Dimana ya? Aku gak bisa baca map karena ada sebuah karya diatasnya." Kataku dengan memperhatikan setiap kata yang ku ucap agar tidak menyinggung nya. Karena ku lihat ada krayon ditangannya.

"Oh, itu gambar Jia Bao Ge, tapi kalau yang ini gambar aku." Tunjuknya pada gambar bus yang kurasa itu Tayo.

"Wah bagus gambar kamu. Tapi lain kali gambarnya di tembok lain aja ya? Biar bisa keliatan. Kalau disini, ketumpuk tuh sama gambar ruangan." Pujiku sekaligus memberinya arahan agar tidak melakukan hal ini lagi. Ini merepotkan jika terjadi lagi.

"Iya kakak cantik. Ayo aku antar ke ruang papa ganteng!" Serunya dan menarik tanganku untuk berlari bersama keruang papa ganteng.

+-+

Aku tidak tahu apa yang terjadi pada anak itu. Setelah aku masuk keruangan papa ganteng, ku dengar dia ditarik paksa oleh beberapa perawat entah untuk apa. Bahkan ia sampai menjerit ketakutan karenanya. Ini membuatku semakin merasa buruk bekerja dilingkungan seperti ini.

"Baik, ini saya simpan. Kamu pasti sudah tau jawaban saya dari awal pertemuan. Kamu diterima." Ucap bapak tua yang ku temui malam itu, yang kini menjadi atasan ku. Ya, ternyata dia hanya seorang manajer. Ku pikir pemilik rumah sakit jiwa ini.

"Sekarang kamu ikut saya. Oh iya, mengenai anak itu, lupakan saja. Kau tidak akan ku izinkan merawatnya."

Aku menatap papa ganteng dengan wajah aneh. Ya, mengapa aku tidak boleh merawatnya? Dia anak yang tampan jika saja ia waras sedikit.

Sky - zofrenia  || Boy StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang