W-1 : Lucid dream

142 15 1
                                    

Sudah seminggu aku bekerja disini. Ya,  baru seminggu. Tapi rasanya sangat lama karena kejadian tak lumrah yang sangat biasa terjadi disini. Membuatku semakin sulit memahami mereka.

Beberapa waktu lalu aku mengunjungi lapas HanYu untuk melakukan pengecek hariannya.

Tidak seperti biasanya, pagi tadi HanYu terus meringkuk diranjangnya enggan bergeser sedikitpun. Bahkan dia tidak menjawab semua pertanyaanku dengan benar. Dia hanya melamun dan bergumam entah apa itu.

Siang ini aku kembali ke selnya untuk memberikan makan siangnya. Jika tidak seperti ini aku yakin ia akan melewatkan makan siang seperti beberapa hari yang lalu, dan di malam harinya dia akan mengeluh sakit perut.

Aku membuka pintunya perlahan, takut mengganggu dirinya jika sedang tidur atau beraktivitas pribadi. Tapi yang kudapati adalah sebuah buku tulis yang tergeletak diatas kasur tanpa pemiliknya.

Aku menaruh nampan berisi nasi kari dan lauk juga cemilan ke atas meja nakasnya. Perlahan namun pasti aku mengambil buku itu dan menggenggamnya, sembari memeriksa apakah sang pemilik buku masih berdiam disangkarnya.

"Han.. HanYu.. Makan siang yuk?" tawarku masih celingukan.

Sepi.

"Han.. Bukunya aku taroh laci ya?" ucapku dan hendak membuka laci nakasnya.

GREP!
DEG.

"Jatuhkan."

Aku mematung. Sebuah tangan putih menggenggam pergelangan tanganku kuat. Nyeri sekali, seperti benar-benar dicengkeramnya.

"Ah.. Lepas.. Sakit.." Rintihku. Rasanya seperti tanganku akan terbelah dua.

"Ku bilang. Jatuhkan." Titahnya kembali seolah tak peduli rintihan ku.

Aku hapal suara ini, suara yang telah ku nantikan sejak tadi pagi. Pria imut yang ceria setiap saat. Kini berlagak seperti mafia berdarah dingin yang hendak menelanku hidup-hidup.

Bruk.

"Ah.." desahku sesaat setelah tanganku terbebas dari cengkeraman tangannya.

"Ku peringatkan. Jangan pernah ikut campur. Kamu hanya perawat yang akan pergi mengenaskan." Titahnya menatapku tajam bahkan tak memperdulikan mata ku yang berair karenanya.

Aku mengangguk cepat. Saat hendak berbalik, bukunya terinjak olehku tanpa sengaja, dan menampilkan sebuah lembaran dengan tulisan "LUCID DREAM" bertinta merah tebal.

Ketakutan ku kian memuncak saat ia mendorongku ke sisi meja nakasnya, meninggalkan kesakitan luar biasa karena ujung nakas menusuk pinggangku dalam hingga aku yakin pinggangku membiru karenanya.

Aku jatuh terduduk sembari menahan tangis karena sakit dan ketakutan akan berhadapan dengan lelaki ini. Aku sangat ingin menekan tombol darurat yang berada tepat diatas ranjangnya. Tapi aku tak sanggup lagi bangkit dan terpojok. Yang hanya bisa ku lakukan adalah berharap seseorang menemukan ku di ruangan ini.

"Han.. A-apa kamu mau makan siang? Ku telah ambilkan makan siangmu." Ucapku terbata karena harus tetap terlihat stabil. Ya, ini resiko menjadi perawat RSJ.

HanYu menatapku sangar. Ia masih tak bergerak dari tempatnya berdiri. Deru nafasnya yang berat mengisyaratkan emosinya yang belum stabil.

"Bangun." Titahnya, enggan memberikan tangan seperti yang ia lakukan biasanya saat aku terjatuh.

"Tidak bis--"

"Kau tuli? Ku bilang bangun!" Tukasnya memaksa tanpa melihat kondisiku.

Ku paksakan berdiri meski rasanya sangat sakit. Mata tajamnya tak pelik menusukku dalam diam. Mungkin aku apes hari ini. Tapi demi kedua adikku, aku tak masalah bila harus masuk UGD karena bekerja disini.

Sky - zofrenia  || Boy StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang