31. Hi, Teddy!

79 7 3
                                    

Hah..

Aku menghela nafas panjang. Ku damprat kan tubuhku ke kursi tamu panjang tepat didepan kamar ZiHao. Kursi yang sama dengan saat pertama kali aku mencoba tidur tanpa kamar disini, yang berakhir terbangun di kasur empuk ZiHao entah siapa yang membopong ku kesana.

Banyak kejadian yang melelahkan yang ku lewati selama beberapa bulan ini, salah satunya tentang Shuyang. Omong-omong, keadaan Shuyang terus membaik dan mulai stabil, sekarang dia punya kebiasaan baru setiap pagi; hormat pada foto adiknya dan menciumnya. Tapi Shuyang masih canggung untuk bertemu atau menelepon adiknya sendiri.

Aku membolak-balik tumpukan kertas dalam map snelhecter kuning bertuliskan 'lantai 3 (lorong C)' di kiri map, berlabel 'Suster : Leondra Sisilia' di bagian atas kanan yang ditimpa stempel rumah sakit jiwa Ceria Abadi. Yang artinya itu berisi hal-hal rumit seperti data pasien dan sebagainya yang setiap hari harus aku isi sebagai laporan untuk rekap data pasien bulanan.

Mohon maaf, aku bukan lulusan sekolah keperawatan apalagi spesialis kejiwaan, ya. Cuma di pungut dadakan perkara sampah kaleng bir ditengah keheningan malam. Jadi yang begini-begini yo ndak paham.

Aku merebahkan tubuhku di kursi itu dan menutup wajahku dengan map. Sepatu pantofel hitam setinggi 5cm yang menjerat kakiku seharian, ku lempar sembarangan. Tangan dan kakiku menjuntai kelantai. Orang waras yang melihat ku seperti ini pasti akan mengira aku si paling putus asa. Padahal emang iya.

Tiba-tiba telapak tanganku terasa geli seperti ada spidol yang menggelitikiku. Jari-jari lucu mencoba menyentuh telapak, punggung tangan, dan jariku pelan-pelan seakan tidak ingin aku menyadarinya. Aku menggodanya dengan menggerakkan sedikit tanganku, dan setiap bergerak dia akan spontan "eh" dan meraih tanganku kembali untuk digambar olehnya.

Aku sebenarnya tahu dia siapa. Siapa lagi kalau bukan langganan tetap toko boneka dan barang-barang imut di Alibaba. Si rambut warna-warni, pemilik kamar pink tapi sekarang catnya sudah putih karena aku sudah membelikannya lampu yang bisa mengganti warna kamar. Yap, yang katanya sudah jadi pria tapi dua hari kemudian kambuh lagi.

Aku mendengar desahan imut seperti ingin meraih tanganku yang menggantung di bawah kursi mepet tembok. Terdengar sangat susah sampai dahinya membentur ujung kursi, dan jari lentiknya berusaha menggapai tanganku seperti anak kecil yang tidak bisa menggapai mainannya di atas rak.

Baiklah, aku orang baik.

Aku memiringkan tubuhku kearahnya dan berpura-pura tidur. Tangan yang dikolong pun ku sodorkan dengan menggelantung di samping tanganku yang satunya. Agar dia tidak mengeluarkan decakan-decakan imut yang membuatku ingin melahapnya satu kali suap.

Dia melanjutkan gambarannya, mengutek kuku ku, dan menekan-nekan punggung tangan ku lucu. Aku mengintip dia yang terlihat sangat menikmati menggambar di tanganku.

"This is Teddy.. Hem hemhemhem.. Teddy say hi.." gumamnya bernyanyi entah lagu apa itu, sambil menggerakkan kepalanya ke kanan-kiri.

Saat aku mulai terbuai dengan nyanyian hemhemhem-nya, dia berlari ke kamarnya dan membanting pintunya dengan sangat kencang hingga aku spontan terbangun.

"Aaa! Leon! Aku gak bisa keluar!" Pekiknya penuh drama sembari mengguncangkan pintunya kuat seolah-olah jeruji itu macet sebelum ia bangun tidur.

Aku terkekeh geli melihat tingkahnya. Aku bangkit dan berakting seolah aku baru bangun. Ku dekati jerujinya dan mencoba membukanya yang sudah jelas mudah dibuka. Tapi aku berakting lagi bahwa pintunya tidak bisa terbuka.

"Aduh, macet nih. Kok bisa gak kebuka ya?" Keluhku berpura-pura bingung. Padahal kunci selnya aku yang pegang.

"Itu kena sihir!" Pekiknya seraya menarik tangan ku. "Ikuti tanganku ya! Aku akan baca mantranya!" Titahnya bernada panik seakan-akan itu hal yang mengancam nyawa jika telat.

Aku mengikuti tangannya yang tertutup empat jari, kemudian dua, dan membuka telapak tangan kiri seraya dibarengi oleh lantunan lagu lucu ZiHao --- yang dia sebut mantera --- yang terdengar seperti, "This is Teddy! Teddy say hi!.." Oh ini lagu hemhem yang tadi dia nyanyikan.

Gerakan selanjutnya saat lirik, "Teddy say clap clap clap!.." adalah menepuk kedua telapak tangan dan membukanya tepat dilirik "ups! Teddy die.." yang membuatku agak kaget karena ZiHao mengatakannya sambil menunjukkan gambar Teddy yang berdarah, spontan membuatku melihat gambar Teddy ditangan ku juga.

"Be- berdarah..?" Ucapku gusar karena yang di tanganku, darahnya bukan dari spidol tapi benar-benar cairan. "I- ini dari mana pewarnanya?"

"Ya dari darah Teddy," balasnya yang justru  membuatku berpikir banyak. Hingga aku sadar di kamarnya seekor burung terlihat sudah tak berbentuk, yang membuat nafas dan suara ku tak karuan. Melihatku, ZiHao hanya tertawa kecil dan menepuk dahinya. "Oh iya, aku lupa ngubur Teddy!"

Kaki ku lemas dan langsung terduduk, tapi aku berusaha menjauh dari jangkauannya. Aku belum siap dengan hal besar lagi. Dia mulai panik karena selain aku yang makin ketakutan, pintunya juga telah ku kunci. Dia mulai menggoyang-goyangkan kuat pintu itu sambil berteriak, "Leon! Enggak! Ja- jangan takut! Mantranya gak bekerja! Aku terjebak! Tolong aku!"

Brak! Brak! Brak!

"Tolong aku, Leon! Ada pembunuh!"

"Kau pembunuhnya!" Pekik ku spontan yang seharusnya tidak boleh ku ucapkan. Dan karena hal itu teriakan ZiHao semakin kencang dan tak terkendali.

"LEOOONN!! AAAAAA!"

Aku pikir cobaan ku cukup sampai disini. Tapi ternyata belum selesai.

Dari tangga terdengar suara beberapa langkah kaki yang berlari tergesa-gesa hingga terpeleset saking tak stabilnya berlari. Bahkan pijakannya aku bisa jamin lantai bawah bisa bergetar, karena seperti kawanan buffalo yang menghampiri ku.

"LEON PUNYA KU!"

Saat aku menoleh, rasanya ingin muntah dan menghilang dari muka bumi. Kepalaku pusing dan berat tak karuan. Jelas ini lebih buruk dari ZiHao. Aku tidak sanggup untuk mendeskripsikannya tapi singkatnya..

Xinlong dan ZeYu berdarah-darah.

Hoek!

Sedetik kemudian, diantara mereka meraih ku dan memelukku, hingga bau anyir dan keringat mereka bisa ku cium. Aku sudah terlalu lemas untuk menanggapinya. Aku hanya berharap bisa pingsan.

Penglihatan ku mulai meremang, diikuti pendengaran ku yang semakin aneh. Tapi aku bisa melihat orang yang memelukku dari belakang mengacungkan pisaunya ke lawannya yang berdiri didepan ku. Pun yang ditodong ikut menodong balik dengan pecahan kaca tajam.

Aku melihat Shuyang --- yang kepalanya di botak karena di terapi --- terlihat sangat senang seakan itu kejadian seru, dia juga mengambil kunci ku dan membuka pintu ZiHao, membiarkan ZiHao yang kambuh semakin membuat kerusuhan.

Sedangkan seseorang dibelakang menaiki tangga sambil menjambak rambut lainnya dan menyeretnya ke arah ku, tidak, ke arah teman-temannya.

Dan itu adalah penglihatan terakhir ku. Sebelum semuanya menjadi gelap.

"Dia milikku!"

――――――――――
To be continued
―――――――――

Sky - zofrenia  || Boy StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang