25. Kupon

77 9 1
                                    

Setelah kejadian itu, benar saja, akibat teriakan ku, seluruh perawat berbondong-bondong menghampiri aku yang lagi sawan saat itu juga. Aku segera diboyong ke kamar kosong yang pernah menjadi kamar ku saat culture shock dulu agar aku lebih tenang.

Badan ku bergetar hebat, jantungku berdegup kencang, keringat mengucur deras di dahi ku. Ya bagaimana tidak, aku melihat laki-laki telanjang bulat di depan ku, apalagi tengah menjadi seekor anjing, sambil menjilat wajah ku.

Yak! Aku akan gila!

"Tarik nafas.. Buang.. Tarik nafas.. Buang. Tenang.. Tenang.." titah mas Parjo sembari menyemprotkan oksigen dari oxycan.

"Detak jantungnya 97/menit. Kau seperti pemain game horor" ujar Alvin menyanjung (?)

"Bagaimana rasanya melihat anjing telanjang? Senyum ku jadi palsu, ya Leon?" ejek Bernard yang langsung di toyor Alvin.

Was-wes-wos, ruangan menjadi ricuh karena kondisi ku. Alih-alih kapok, aku malah terus memikirkan bagaimana cara bertemu Mingrui tanpa sawan. Aku yakin aku hanya jadi terlalu syok karena kekurangan oksigen dan kurang tidur. Aku kan sudah biasa menggantikan baju mereka, bahkan di hari pertama ku saja aku sudah melihat HanYu pipis. Harusnya wajarkan?

"Panggil Albert" titah Parjo tanpa memalingkan wajahnya dariku. "Benzodiazepine" titahnya meminta suntikan.

"Tidak tidak! Aku aku tidak.. Ah.." desahku merasakan cairan valium masuk kedalam dan menyatu dengan aliran darah ku.

"Aku.. Aku tidak ingin resign. Belum. Belum lagi. Masih bisa sebentar lagi" racauku efek diazepam berdosis 10 mg/2,5 ml itu.

"Bawa masuk"

Samar-samar aku melihat siluet anak laki-laki yang lehernya dirantai besi, ditarik-tarik masuk ke ruangan ini. Dia menggerung kesakitan tapi pasrah dengan keadaan. Aku tidak lihat siapa yang menarik, tapi aku yakin yang datang itu anak ku, Mingrui.

"Gou.. Itu kamu?" tanya ku dalam pandangan yang masih kabur. Aku merasakan semuanya menepi, seolah memberi ruang antara aku dan Gou gou.

Klang! Brak!

"Kak Leon! Ini aku ini aku!" panggilnya dan langsung memelukku erat. "Kakak harus dengar penjelasan ku, kakak harus dengar penjelasan ku ya?!" pekiknya meremas wajah ku. Deru nafasnya terdengar kencang seperti dibawah tekanan.

"I-iya iya, tenanglah tenang. Ada apa? Pelan-pelan saja" ucap ku ikut gugup karenanya.

"Kakak pegang ini! Dengerin aku baik-baik. Abis ini kakak harus jalan-jalan liburan!" titahnya memberikan ku secarik kertas kecil.

"Apa ini?" tanya ku meraba kertasnya.

"Itu nama tempat restoran daging babi di desa dekat sini. Nanti kakak harus liburan ke sana!" titahnya masih dengan nada terburu-buru.

"Kau ada apa? Kenapa terburu-buru?" keluh ku karena jadi tidak fokus pada setiap ucapannya.

"Pokoknya datang!" pekiknya.

"Waktu habis" ucap seseorang dan menarik paksa Mingrui dari pelukan ku.

"Kak, cepat datang ya! Uhuk! Kuponnya akan habis waktunya!" pekiknya sembari berusaha melepaskan diri dari rantai besi.

Klang! Brak!

"Gou.." bisik ku sembari menggenggam erat kertas yang ia beri. "Aku akan pergi"

"Leon" panggil Parjo. Perlahan penglihatan ku kembali normal. "Berikan" titahnya menyuruh ku memberikan kertas itu.

"Enggak!" tolak ku mentah-mentah. "Kamu apain Mingrui tadi?!" pekik ku sembari berusaha menyembunyikan kertas itu.

"Dia cuma anjing. Anjing itu ya.. Dirantai" ejek Bernard santai.

Sky - zofrenia  || Boy StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang