2.7

5.4K 1.5K 428
                                    

Park Jihoon adalah pelaku dibalik semua kejadian mengerikan yang mereka alami selama ini, suatu fakta yang sulit diterima oleh Jeongwoo karna ia tak menyangka jika Jihoon bisa sekejam itu.

Jihoon yang baik dan selalu ceria, kini berdiri bak seorang psikopat yang haus darah. Jihoon seperti bukan dirinya, atau mungkin dia sedang menunjukkan dirinya yang sebenarnya?

"Gue nggak nyangka lo kayak gi—akh! Sakit banget, anjing."

Jihoon terkekeh pelan, memandang Junkyu remeh karna meringis kesakitan saat sedang memakinya. Pukulan Jihoon pada leher Junkyu sangat kuat, rasa nyeri itu masih ada meski waktu sudah berlalu cukup lama.

Namun Junkyu harus sedikit bersyukur karna pukulan Jihoon hanya membuatnya tak sadarkan diri, tidak sampai merusak pembuluh darah yang dapat membuatnya mati.

"Nggak usah banyak ngomong deh, Jun. Masih untung leher lo cuma gue pukul, enggak gue patahin."

"Psikopat lo."

"Dikit."

Dibanding memperhatikan perdebatan itu, Jeongwoo lebih memilih untuk memikirkan cara melepaskan diri. Kedua tangannya diikat borgol yang masing-masing ditautkan pada pegangan kursi besi tempatnya duduk. Kunci borgol sudah pasti ada pada Jihoon dan mustahil untuk mendapatkannya. Jika sudah begini, Jeongwoo merasa hanya ada tiga cara agar dirinya bisa lepas; memotong borgol, memotong kursi, atau memotong tangannya sendiri.

"Kita ada salah apa sama lo, Ji?" tanya Junkyu, nada suaranya terdengar marah.

"Nggak ada sih," jawab Jihoon tanpa pikir panjang.

"Terus kenapa lo ngelakuin ini?"

"Karna Jeongwoo."

Jeongwoo tak terlalu terkejut kala namanya disebut, ia sudah menduga jika kesalahan ada pada dirinya. Hanya dia satu-satunya yang diikat dengan borgol, dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan, jika Jeongwoo adalah target utama Jihoon selama ini.

"Emang Jeongwoo ada salah apa?" Kali ini Doyoung yang bertanya.

"His fault is because he exists."

Alis Junkyu bertaut. "Maksudnya?"

"Kalian sering bilang kalo gue kayak kakaknya Jeongwoo, karna gue perhatian sama dia, kan? Bahkan lo pernah bilang gue udah kayak orangtuanya, Jun."

"Terus kenapa?" Junkyu nampak tak mengerti arah pembicaraan Jihoon.

"Gue sebenernya nggak mau ngomong ini, karna gue nggak pernah terima." Jihoon menghela napas, mengumpulkan tenaga untuk melanjutkan. "Tapi gimana kalo gue beneran kakaknya Jeongwoo?"

"Hah?" Manik Jeongwoo melebar, sedikit terperanjat karna mendengar pertanyaan tak jelas seperti itu. "Lo ngomong apaan sih, Bang?"

"Kita punya marga yang sama bukan karna kebetulan kayak Junkyu sama Doyoung." Raut Jihoon berubah serius dalam hitungan detik, menatap lurus ke arah Jeongwoo dengan sorot yang sulit dimengerti. "We have the same father, papa lo itu papa gue sebelum direbut."

"Lo gila, ya?" sambar Junkyu, nampak tak percaya. "Ngomong tuh jangan ngaco."

Jihoon sudah menduga, kebenaran ini akan sulit untuk dipercaya oleh yang lainnya. Jangankan mereka, Jihoon sendiri juga masih tak menerima kenyataan yang telah terjadi sejak bertahun-tahun lalu itu.

"Kalian tau nyokap gue udah nggak ada, dan gue tinggal sama om gue karna bokap kerja di luar kota, kan? Padahal aslinya bokap gue ada di kota ini, cuma udah pergi dan lepas tanggung jawab sejak gue umur empat tahun." Jihoon memberi jeda, melirik Jeongwoo yang saat itu meletakkan atensi pada dirinya. "Atau lebih tepatnya, bokap pergi setelah dia ada."

Help | Treasure ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang